Februari 23, 2016

Risiko Advokat Merangkap Debt Collector


Risiko Advokat Merangkap Debt Collector Advokat Peter Manuputy harus menghadapi sidang pengadilan gara-gara merangkap debt collector.
Ini satu lagi pelajaran bagi para advokat. Sebelumnya ada advokat yang merangkap menjadi mediator yang terlibat dalam mafia peradilan. Kini seorang advokat lain harus menjadi pesakitan setelah merangkap menjadi debt collector. Masih untung dia tidak ditahan, walau ancaman hukumannya 9 tahun.

Gara-gara bertindak sebagai debt collector alias penagih utang, advokat Peter Manuputy pun terpaksa harus duduk di kursi pesakitan. Warga Dinoyo ini berurusan dengan hukum setelah pelapor bernama Lily Yunita, melaporkannya ke Polrestabes Surabaya dengan tudingan perampasan. Lily menyebut Peter merampas mobil dan ponselnya saat menagih utang.
 
Perkara Peter dengan penghuni Apartemen Water Palace Blok C itu bermula pada April 2015. Dalam melakukan kegiatan penagihan utang, Peter tidak sendiri. Ia bersama rekan-rekannya, Intan Meitudina, Ardon, Ethen dan Ibet (seluruhnya DPO) mendatangi korban di apartemennya.
 
Sejak awal, mereka mendatangi apartemen itu dengan tujuan tak lain kecuali menagih utang. Peter dan rekannya mengaku disuruh oleh seseorang. Pada saat itu Lily diminta menyerahkan uang sebesar Rp 5 miliar. Merasa ada yang janggal, Lily lantas mengurai sejumlah alasan. Alasan inilah yang kemudian membuat Peter emosi dan mengeluarkan kalimat penghinaan dan kata kasar lainnya. 
 
"Terdakwa menyebut korban sebagai wanita penghibur dan kalimat tak pantas lainnya," ujar jaksa penuntut umum (JPU) Suseno saat menyampaikan dakwaan di siding PN Surabaya, Selasa (23/2). 
 
Ternyata urusan tak selesai sampai di situ saja. Peter dan rekannya kemudian turun ke lantai dasar dan berpapasan dengan teman Lily  bernama Bambang. Kebetulan saat itu Bambang memegang kunci mobil Mazda nopol 1913 YD milik Lily.‬ 
 
"Terdakwa kemudian memerintah temannya merampas kunci dan ipad (ponsel) yang ditenteng saksi Bambang. Setelahnya, Peter dan tersangka lainnya menuju Pakuwon," tandas jaksa.
 
Tidak Ditahan
Oleh jaksa, Peter dijerat dengan Pasal 368 ayat 2, pasal 363 ayat (1) ke 4 dan pasal 335 ke (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.‬ Namun, meski ancaman hukumannya 9 tahun penjara, terdakwa tidak ditahan. Pada hakim, Peter beralasan sedang sakit sehingga penangguhan penahanan yang sebelumnya dikeluarkan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya juga diamini oleh hakim.
 
Kasi Pidum Kejari Surabaya Joko Dharmawan sebelumnya menyatakan menangguhkan penahanan tersangka karena terdakwa sakit. "Penahanan tersangka Peter, kami tangguhkan karena alasan sakit," kata Joko saat dikonfirmasi.
 
Menanggapi dakwaan jaksa penuntut umum di hadapan Hakim Ketua Zainur, Peter menolak ajukan keberatan. "Kami tidak ajukan eksepsi," jelas penasihat hukum Peter, Sutomo.
 
Menurut Sutomo, kliennya membenarkan dakwaan jaksa. Dengan begitu, eksepsi dirasa tidak perlu lagi dilakukan. Dia pesimis jika keberatan diajukan, kemudian akan diterima oleh majelis. "Percuma (eksepsi) toh ujungnya masuk pokok perkara, jadi langsung pembuktian saja," tegasnya. (http://www.beritametro.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar