Januari 19, 2015

Ini 10 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Eksekusi Hukuman Mati

Bagaimana bila terpidana tidak mati dalam sekali tembak? Atau terpidana punya ilmu kebal?

Ini 10 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Eksekusi Hukuman Mati
Jaksa Agung HM Prasetyo saat mengumumkan akan mengeksekusi mati 6 terpidana mati kasus narkotika pada saat menggelar konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Kamis (15/1). Foto: RES
Kejaksaan Republik Indonesia akhirnya mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba di dua tempat, Nusa Kambangan dan Boyolali, Minggu (16/1). Pro kontra memang masih menghiasi setiap terpidana mati akan dieksekusi, tetapi hukuman mati terus dilaksanakan karena masih diakui dalam hukum positif Indonesia.
Bila merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ketentuan Pasal 10 tegas menyatakan bahwa hukuman mati merupakan salah satu dari hukuman pokok.
Sedangkan, pelaksanaan eksekusi hukuman mati diatur dalam Undang-Undang No.2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer dan tata pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Hukumonline.com berhasil menghimpun sepuluh hal yang perlu diketahui mengenai eksekusi hukuman mati. Berikut adalah sepuluh hal tersebut:
1. Pemberitahuan Tiga Hari Sebelum Eksekusi
Sebelum dilaksanakannya eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepada terpidana, terpidana wajib mengetahui mengenai rencana pelaksanaan tersebut. Terpidana harus diberitahu tiga hari sebelum hari H pelaksanaan eksekusi. Ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No.2/PNPS/1964.
Ketentuan itu berbunyi“Tiga kali dua puluh empat jam sebelum pelaksanaan pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati tersebut.
Jaksa Agung HM Prasetyo juga menegaskan pihaknya sudah memenuhi aturan ini dengan memberikan notifikasi kepada enam terpidana mati yang telah dieksekusi pada 18 Januari 2014.
2. Bila Terpidana Banyak
Eksekusi mati terhadap terpidana mati yang lebih dari satu dalam satu putusan harus dilaksanakan secara serempak. Ini diatur dalam UU No.2/PNPS/1964.
Pasal 2 ayat (2) menyatakan, “Pidana mati yang dijatuhkan atas diri beberapa orang di dalam satu putusan dilaksanakan serempak pada wkatu dan tempat yang sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan pelaksanaan demikian itu.”
Dalil ini yang digunakan oleh Prasetyo ketika ditanya belum mengeksekusi mati salah satu sindikat narkoba Bali Nine, Myuran Sukumaran yang grasinya sudah ditolak oleh Presiden Jokowi. Pasalnya, permohonan grasi salah satu terpidana Bali Nine lainnya, Andrew Chan belum diputus oleh Presiden Jokowi.
“Dia (Myuran,-red) adalah salah seorang sindikat Bali Nine. Ada di LP Grobogan Bali. Grasinya sudah ditolak, tetapi kami masih menunggu grasi Andrew Chan yang belum turun. Kalau kejahatan dilakukan lebih dari satu orang dalam satu perkara, eksekusi dilaksanakan bersamaan. Dia tunggu giliran. Tunggu grasi kawannya,” jelasnya, beberapa waktu lalu.
3. Bila Terpidana adalah Perempuan Hamil
Dua dari enam terpidana yang akan dieksekusi mati adalah perempuan. Lalu bagaimana bila salah seorang di antara mereka dalam keadaan hamil? Bila ada perempuan hamil yang akan dieksekusi mati maka dia baru bisa dieksekusi 40 hari setelah anaknya dilahirkan. Ini diatur dalam Pasal 7 UU No.2/PNPS/1964.
Ulasan lebih lengkapnya dapat disimak di tautan ini.
4. Pasukan Penembak
Siapa yang akan menjadi “algojo” hukuman mati? Hukum positif Indonesia menegaskan bahwa hukuman mati dilakukan oleh pasukan penembak. Kepala Polisi Komisariat Daerah tempat kedudukan pengadilan tingkat pertama menjatuhkan hukuman kepada terpidana mati membentuk sebuah regu penembak.
Regu penembak tersebut terdiri atas seorang Bintara, dua belas orang Tamtama, dan dipimpin oleh seroang Perwira. Regu penembak ini berada di bawah perintah Jaksa Tingi/Jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ekseksusi sampai selesainya pelaksanaan pidana mati.
5. Permintaan Terakhir
Setiap terpidana mati diberikan hak untuk mengemukakan sesuatu (permintaan terakhir) kepada jaksa agung atau jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU No.2/PNPS/1964. Permintaan itu diterima oleh Jaksa Agung/jaksa.
Basrief Arief, Jaksa Agung pada periode pemerintahan SBY, pernah menyampaikan bahwa permintaan terakhir terpidana ini bermacam-macam, diantaranya ada yang minta bertemu keluarga, sementara keluarganya di luar sana sakit sehingga minta waktu dan permintaan ini harus dipenuhi.
6. Siapa yang Boleh Menyaksikan?
Dalam eksekusi, selain Regu Penembak, yang diperbolehkan hadir dalam ekseksusi hukuman mati berdasar Pasal 8 UU 2/PNPS/1964 adalah pembela terpidana. Atas permintaan pembela atau atas permintaan terpidana, pembela dapat hadir dalam pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan kepada kliennya.
Selain itu, terpidana juga dapat meminta untuk didampingi oleh rohaniawan.
7. Lokasi Eksekusi
Undang-undang tidak mengatur secara khusus di mana lokasi dilaksanakannya eksekusi hukuman mati. UU No.2/PNPS/1964 hanya menyebutkan jika tidak ditentukan lain oleh Menteri, maka pidana mati dilaksanakan di suatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama.
Dilihat dalam ketentuan yang menyebutkan lokasi eksekusi hukuman mati tidak dilaksanakan di muka umum, dapat ditafsirkan bahwa lokasi dirahasiakan agar jauh dari jangkauan orang-orang yang tidak termasuk dalam daftar yang boleh hadir dalam eksekusi. Pada hari H, untuk mengelabui lokasi eksekusi, biasanya regu akan mengecoh orang dengan iring-iringan mobil.
Sebelum menentukan lokasi eksekusi, berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Perkapolri 12/2010, regu penembak akan melakukan survey bersama dengan instansi terkait. Regu yang melakukan survey juga akan memberikan rekomendasi beberapa alternatif lokasi dengan memperhatikan faktor kemanan lingkungan di sekitarnya.
8. Kalau Tidak Mati Sekali Tembak
Terpidana mati akan ditembak di lokasi dimana dirinya telah ditentukan akan dieksekusi. Regu penembak dengan jarak antara lima hingga sepuluh meter akan membidik pada jantung terpidana.
Apabila setelah penembakan tersebut pidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa dirinya masih hidup, Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya tepat di atas telinganya.
9. Terpidana Miliki Ilmu Kebal
Pada dasarnya terhadap terpidana yang memiliki ilmu kebal sama saja dengan terpidana lainnya yang tidak mati dalam sekali tembak. Pertanyaan ini mampir ke Klinik Hukumonline.
Melihat pada frasa yang mengatur tata pelaksanaan hukuman mati, eksekusi “ditembak sampai mati” maka dapat kita simpulkan bahwa dalam pelaksanaan pidana mati, pemidanaan akan dilakukan sampai terpidana dalam kondisi mati.
Pasal 15 ayat (25) dan ayat (26) Perkapolri 12/2010 mengatur penembakan pengakhir dapat diulangi sampai dokter menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan.
10. Penguburan
Setelah dilakukan eksekusi, pelaksanaan penguburan terpidana mati diserahkan kepada keluarga atau sahabat terpidana. Jika tidak ada kemungkinan pelaksanaan penguburan oleh keluarga atau sahabat, maka penguburan diselenggarakan oleh negara dengan cara yang diatur dalam kepercayaan yang dianut oleh terpidana. (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar