Januari 03, 2016

BBM Turun, Rakyat Bayar Dana Ketahanan Energi



Sepintas rakyat menerima kado tahun baru dari pemerintah berupa penurunan harga presmium dan solar. Tapi, bersamaan dengan itu rakyat ditarik dana ketahanan energi.
==========
Jelang pergantian tahun, pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar. Penurunan harga tersebut didasari berbagai pertimbangan, antara lain harga minyak mentah, kurs rupiah, dan efisiensi mata rantai pasokan. Penurunan harga itu baru berlaku mulai 5 Januari 2016. Sejalan dengan  kebijakan menurunkan harga kedua BBM tersebut, pemerintah juga bijak memungut dana ketahanan engeri dari setiap liter BBM yang dibayar rakyat.
Harga bahan bakar jenis Premium, yang sebelumnya Rp7.300, diturunkan menjadi hanya Rp7.150 per liter. "Itu sudah termasuk pungutan dana untuk ketahanan energi sebesar Rp200 per liter," jelas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said di Jakarta, Rabu (23/12/2015).
Harga tersebut berlaku di luar Jawa, Madura, dan Bali. Sedangkan untuk konsumen wilayah Jawa, Madura dan Bali, harga Premium dijual lebih mahal Rp100 menjadi Rp7.250 per liter.  "Jawa, Madura, dan Bali tambah Rp100. Harga yang sekarang kan juga begitu," tandas Sudirman Said. Ya, hitung-hitung cuma turun Rp150 per liter, apalah artinya.
Adapun harga solar, yang sebelumnya Rp6.700 per liter, turun menjadi hanya Rp5.950 per liter. "Ini berlaku per 5 Januari 2016," terang Sudirman. Kemudian dana ketahanan energi yang diambil dari bahan bakar jenis solar sebesar Rp300 per liter. Harga ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
Dana yang disebut dengan premi ketahanan energi ini disepakati dalam forum Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden Jakarta, Rabu (23/12/2015) petang, yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla dan dihadiri sejumlah menteri dan kepala lembaga negara.
Menurut Sudirman, penurunan harga solar lebih besar dengan pertimbangan bahwa bahan bakar jenis itu lebih banyak digunakan untuk industri. Alasan pemerintah memberlakukan harga baru per 5 Januari 2016 karena memberi kesempatan kepada distributor untuk menghabiskan persediaan. Selain itu, pemerintah memberi kesempatan kepada Pertamina yang sedang melakukan perubahan sistem.
Ihwal adanya ‎pungutan dana ketahanan energi, Sudirman mengatakan, hal itu merupakan implementasi dari Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007.
Sudirman menyatakan bahwa penyesuaian harga bahan bakar minyak seperti yang dilakukan saat ini merupakan hal yang wajar. Semula, peninjauan harga dilakukan setiap bulan. Namun, dengan pertimbangan menghindari gejolak pasar yang terlalu besar, akhirnya peninjauan diputuskan setiap tiga bulan sekali.
Dia berharap perubahan harga tersebut akan menjadi stimulus ekonomi pada awal tahun mendatang.
Rencana pemerintah menarik dana ketahanan energi spontan mendapat kritik dari berbagai pihak, di antaranya Ketua Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Arim Nasim.
“Betul-betul rezim pemalak dan agen kapitalis yang tidak punya empati terhadap kesulitan rakyat,” kata Arim Nasim seperti dilansir www.mediaumat.com, Sabtu (26/12).
Menurut Arim, pemerintah sangat liberal dan terus menerus membebani rakyat. Setelah mencabut subsidi, janjinya BBM diserahkan ke harga pasar tetapi ketika harga pasar turun, tidak mau menurunkan harga dengan berbagai alasan.
Sekarang, lanjutnya, ketika harga minyak turun drastis, baru mau turun. Menurunkan harga namun sangat kecil. Sudah turun terlambat dan penurunan kecil pula. “Ironisnya, SDA milik rakyat seperti Freeport dan yang lainnya diberikan kepada para kapitalis penjajah dengan harga murah dan kontrak yang terus diperpanjang,” pungkasnya.
Sementara itu Analis Energi dari Bower Group Asia Rangga D Fadilla menyambut baik adanya dana ketahanan energi untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai energi alternatif.
"Dana ketahanan energi pada prinsipnya bagus, karena memang pengembangan energi alternatif selalu terkendala dana," kata Rangga sebagaimana dilansir Liputan6.com, Selasa (29/12/2015).
Namun Rangga mengingatkan pemerintah agar memiliki rencana yang jelas dalam menggunakan dana tersebut. Hal itu agar dana yang berasal dari masyarakat tersebut tidak sia-sia. "Dana ketahanan bisa jadi solusi. Masalahnya, harus ada framework yang jelas dulu soal penggunaan dana tersebut, untuk proyek-proyek apa saja, indikator pencapaian juga harus jelas jadi bisa dievaluasi berhasil tidaknya penggunaan dana ketahanan energi tersebut," papar dia.
Lalu Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) Beni Pramula menilai penurunan BBM kali ini penuh drama. Kebijakan tersebut sama saja membuat rakyat kecil tetap terbebani.
“Seolah-olah BBM itu turun, padahal tidak. Kebijakan menurunkan harga BBM menjadi Rp7.150 per liter dari sebelumnya Rp7.300. itu untuk luar Jawa, sementara harga premium misalnya di Jawa, Madura, dan Bali itukan sebesar Rp7.250 per liter dari sebelumnya Rp7.400 per liter,” kata Beni.
Dia mempertanyakan, kenapa sekarang rakyat kecil dibebani lagi dengan kebijakan pungut dana ketahanan energi Rp200 per liter BBM jenis Premium dan Rp300 untuk Solar, yang jelas kebijakan ini tidak pro rakyat, tidak pro wong cilik seperti didengung-dengungkan itu.
“Seharusnya ini tidak dibebankan pada rakyat kecil tapi pada para kontraktor yang melakukan usaha dan mereka yang menikmati keuntungan luar biasa dari harga post production bukan rakyat kecil,” sesal Beni Pramula yang juga Presidium Aliansi Tarik Mandat ini.
Belum lagi kebijakan punggut dana ketahanan energi ini tidak ada dasar hukumnya yang mengatur, belum ada aturanya dana ini di mana disimpan. Siapa yang buat kebijakan dan jalankan, serta aspek tata kelolanya bagaimana. Jangan sampai dana yang cukup besar ini menjadi bulan-bulanan dikorupsi.
“Kami dari Aliansi Tarik Mandat (ATM) tidak akan pernah behenti menyuarakan ketidaksetujuan atas kebijakan ini,” ujar Beni.
Senada dengan Beni, Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, untuk memungut dana dari masyarakat, pemerintah harus terlebih dulu membentuk landasan hukum. ”Arena untuk memungut uang itu hanya bisa dalam dua bentuk berdasar undang-undang, yaitu pajak dan pendapatan negara bukan pajak. Nah, ini (pungutan BBM) dalam bentuk apa,” ujar Kardaya.
Dalam setahun anggaran, dari pungutan tersebut diperkirakan terkumpul dana sekitar Rp15 triliun sampai Rp16 triliun. Kardaya Warnika menuturkan, pungutan tidak bisa hanya berdasarkan kebijakan pemerintah semata.
Untuk memungut dana dari masyarakat, jelas Kardaya, landasan hukumnya harus UU sehingga perlu dibahas bersama dengan DPR. ”Pemerintah seharusnya membentuk dulu dasar hukumnya dalam UU yang bisa menjadikan dasar hukum untuk melakukan pemungutan itu,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai kebijakan pemerintah menarik pungutan dari penjualan premium dan solar sebenarnya merupakan hal bagus. Pasalnya, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. ”Kita butuh dana yang cukup besar untuk mengembangkan energi, khususnya EBT dan investasi efisiensi energi. Dana APBN atau APBD tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” katanya.
Dia menilai pemerintah memiliki target untuk memperbesar porsi penggunaan EBT hingga 23% terhadap total konsumsi BBM pada 2025. Dengan demikian, dana ketahanan energi dibutuhkan untuk mempercepat investasi di sektor energi tersebut. Namun Fabby mengingatkan, konsep dana ketahanan energi pemerintah belum jelas. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjelaskan rencana dan konsep tersebut secara utuh kepada masyarakat.
”Dari mana sumber dananya, bagaimana pengelolaan dananya, dan tata kelola atau governancenya serta peruntukan dan rencananya, itu semua harus jelas,” imbuhnya. Idealnya, Fabby menambahkan, pungutan dikenakan tidak hanya untuk premium dan solar. Namun dia melihat apa yang dilakukan pemerintah sebagai uji coba awal terhadap komponen harga yang bisa dikendalikan pemerintah.
”Idealnya sumber pungutan adalah seluruh bahan bakar fosil yang sumber dayanya akan habis dalam waktu tertentu. Di masa depan, pungutan ini harus mencakup BBM yang harganya tidak diatur oleh pemerintah (selain premium dan solar),” ujarnya.
Lagi-lagi rakyat kecil yang ditekan dan dipungut. Dan itu langkah yang relatif mudah, karena BBM merupakan kebutuhan banyak orang. (BN)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar