"(Pelaksanaan KAA) itu juga salah satu yang kita pertimbangkan. Ya masa, ada tamu negara kita mau lakukan (eksekusi mati)," ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (7/4/2015).
Kendati demikian, Prasetyo membantah pelaksanaan eksekusi mati yang dilakukan sebelum perhelatan KAA dapat mempengaruhi suasana forum internasional yang digelar setiap 10 tahun sekali di Indonesia itu.
Ia pun menepis anggapan kalau pelaksanaan eksekusi mati itu ditakutkan merusak pandangan Indonesia di hadapan tamu negara yang datang dalam acara KAA. "Jangan katakan istilah 'takut'. Kita tidak ada istilah takut dalam eksekusi ini. Tapi tentunya, masa sedang ada acara kenegaraan yang melibatkan sekian banyak orang, lalu ada eksekusi," papar Jaksa Agung.
Saat ditanya apakah penundaan eksekusi dilakukan atas perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Prasetyo menepis anggapan tersebut. Ia menegaskan, Presiden Jokowi sepenuhnya telah menyerahkan proses eksekusi kepada Kejaksaan Agung.
"Oh nggak, ini diserahkan pada kejaksaan. Jadi setelah presiden ambil keputusan soal grasi, ya itu sepenuhnya jadi tanggung jawab dan tugas kejaksaan," pungkas HM Prasetyo.
Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan 10 terpidana mati yang akan menjalankan eksekusi mati dalam waktu dekat. Satu dari 10 orang tersebut yakni Mary Jane, terpidana mati asal Filipina yang tertangkap menyelundupkan narkoba. Lainnya yakni duo terpidana mati asal Australia yang dikenal dengan sebutan Bali Nine. Keduanya adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang ditangkap karena menyelundupkan heroin.
Upaya Hukum Terpidana Mati
Walau kandas di persidangan, beberapa di antara terpidana mati itu sempat mengupayakan langkah hukum seperti mengajukan Peninjauan Kembali ke pengadilan. Upaya yang ditempuh duo Bali Nine, misalnya.
Namun Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyatakan menolak permohonan gugatan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Ketua Majelis Hakim Ujang Abdulah mengatakan penolakan grasi Presiden sudah tepat, benar, dan agar diteruskan.
Kuasa hukum terpidana mati Bali Nine, Todung Mulya Lubis pun kecewa atas putusan PTUN tersebut. Meski demikian, Todung mengaku akan terus mengupayakan pengampunan bagi Myuran dan Andrew.
"Putusan PTUN tentu jauh dari harapan kami, tapi ini bukanlah akhir dari upaya kami dalam memperjuangkan hak asasi kedua terpidana," ujar Todung di Jakarta, Senin 6 April 2015. (http://news.liputan6.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar