Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda eksekusi mati terhadap
terpidana narkoba asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso. Alasannya,
Jokowi menunggu proses hukum yang sedang berjalan di Filipina.
Mary diketahui hanya sebagai kurir dalam kasus penyelundupan narkoba
ke Indonesia. Sementara pelaku utamanya telah menyerahkan diri kepada
kepolisian Filipina.
Penundaan eksekusi tersebut dimaksudkan memberikan keadilan bagi
Mary. Ia diperlukan pemerintah Filipina untuk memberikan keterangan
mengingat dia disinyalir hanya kurir dan korban human traficking. Karena jika tidak, eksekusi tersebut bisa berakibat fatal.
Kasus kesalahan eksekusi mati ternyata pernah terjadi di dunia,
terutama di Amerika dan Inggris. Bahkan di Inggris, kesalahan eksekusi
ini mendorong dihapuskannya hukuman mati.
Berikut lima kasus kesalahan eksekusi mati tersebut.
16 Tahun Setelah Dieksekusi Mati
Timothy Evans dieksekusi mati pada 1950 atas
tuduhan membunuh istri dan anaknya yang masih bayi. Setelah 16 tahun
kemudian, sebuah penyelidikan resmi menyatakan pelaku pembunuhan itu
bukanlah Evans, melainkan pembunuh berantai John Reginald Halliday
Christie.
Selain istri Evans, Christie juga membunuh istrinya sendiri dan lima
wanita lain. Christie sendiri mati di tangan wanita lain. Tetapi, kasus
itu tidak ditangani oleh kepolisian.
Kasus Evans mendorong dihapuskannya hukuman mati di Inggris pada
1965. Setahun sesudahnya, tahun 1966, Evans mendapat pengampunan meski
sudah tiada.
46 Tahun Kemudian
Mahmood Hussein Mattan didakwa melakukan
pembunuhan terhadap Lily Volpert. Atas tuduhan itu, Mahmood mendapat
hukuman mati dan dieksekusi pada 1952.
Tahun 1998, Pengadilan Tingkat Banding yang dipimpin Hakim Rose menyatakan kasus tersebut cacat hukum.
Alhasil, nama baik Mahmood dipulihkan dan keluarganya mendapat
kompensasi sebesar 725.000 Poundsterling, setara Rp 14,4 miliar, yang
dibagikan kepada istri dan dua anaknya. Kompensasi tersebut pertama kali
dilakukan di Inggris.
Di Bawah Umur
Derek Bentley merupakan pemuda cacat mental
yang dieksekusi mati tahun 1953. Dia dituduh membunuh seorang perwira
polisi dengan cara menembak dalam percobaan perampokan.
Pada kenyataannya, penembakan itu dilakukan oleh temannya sementara
Bentley sudah berada dalam tahanan ketika penembakan itu terjadi.
Tetapi, pelaku sebenarnya tidak bisa dihukum lantaran masih di bawah
umur.
Dijebak Komplotan
Claude Jones dieksekusi mati tahun 2000,
lantaran dituduh menembak mati pemilik kedai minuman Allen Hilzendager
di San Jacinto County, Texas. Pembunuhan itu terjadi pada 14 November
1989.
Saat kejadian, Claude sebenarnya berada di dalam mobil yang terparkir
di dekat lokasi pembunuhan. Tetapi, lantaran tidak ada seorang pun yang
melihat wajah pembunuh sebenarnya, polisi menangkap Claude.
Keterangan dari tiga anggota komplotan pelaku perampokan, Jones,
Kerry Dixon, dan Timothy Jordan mengarah pada Claude. Ketiganya bebas
dari dakwaan mati dan justru Claude yang mendapat hukuman itu.
Belakangan, sebuah penyidikan resmi menunjukkan pelaku penembakan itu
bukan Claude. Hal itu didasarkan pada temuan berupa sehelai rambut yang
terjatuh di lokasi kejadian.
Tetapi, pihak pengadilan Texas tidak mau merevisi keputusan tersebut.
(Bukan) Balas Dendam
Larry Griffin dieksekusi mati di tahun 1995
atas tuduhan menembak bandar narkoba berusia 19 tahun, Quintin Moss di
St Louis. Larry segera ditetapkan sebagai tersangka karena diduga ia
balas dendam atas kematian kakaknya, Dennis Griffin yang terkenal
sebagai pengedar narkoba.
Seluruh keterangan saksi mengarah pada Larry. Padahal, terdapat banyak tersangka dalam kasus pembunuhan itu.
Kasus ini mendapat perhatian dari lembaga NAACP. Mereka mendorong kasus ini diluruskan dan nama baik Larry dipulihkan.
sumber: http://www.dream.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar