Agustus 22, 2015

5 Kasus Salah Eksekusi Mati yang Pernah Terjadi

Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda eksekusi mati terhadap terpidana narkoba asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso. Alasannya, Jokowi menunggu proses hukum yang sedang berjalan di Filipina.
Mary diketahui hanya sebagai kurir dalam kasus penyelundupan narkoba ke Indonesia. Sementara pelaku utamanya telah menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina.
Penundaan eksekusi tersebut dimaksudkan memberikan keadilan bagi Mary. Ia diperlukan pemerintah Filipina untuk memberikan keterangan mengingat dia disinyalir hanya kurir dan korban human traficking. Karena jika tidak, eksekusi tersebut bisa berakibat fatal.
Kasus kesalahan eksekusi mati ternyata pernah terjadi di dunia, terutama di Amerika dan Inggris. Bahkan di Inggris, kesalahan eksekusi ini mendorong dihapuskannya hukuman mati.
Berikut lima kasus kesalahan eksekusi mati tersebut.
16 Tahun Setelah Dieksekusi Mati
Timothy Evans dieksekusi mati pada 1950 atas tuduhan membunuh istri dan anaknya yang masih bayi. Setelah 16 tahun kemudian, sebuah penyelidikan resmi menyatakan pelaku pembunuhan itu bukanlah Evans, melainkan pembunuh berantai John Reginald Halliday Christie.
Selain istri Evans, Christie juga membunuh istrinya sendiri dan lima wanita lain. Christie sendiri mati di tangan wanita lain. Tetapi, kasus itu tidak ditangani oleh kepolisian.
Kasus Evans mendorong dihapuskannya hukuman mati di Inggris pada 1965. Setahun sesudahnya, tahun 1966, Evans mendapat pengampunan meski sudah tiada.
46 Tahun Kemudian
Mahmood Hussein Mattan didakwa melakukan pembunuhan terhadap Lily Volpert. Atas tuduhan itu, Mahmood mendapat hukuman mati dan dieksekusi pada 1952.
Tahun 1998, Pengadilan Tingkat Banding yang dipimpin Hakim Rose menyatakan kasus tersebut cacat hukum.
Alhasil, nama baik Mahmood dipulihkan dan keluarganya mendapat kompensasi sebesar 725.000 Poundsterling, setara Rp 14,4 miliar, yang dibagikan kepada istri dan dua anaknya. Kompensasi tersebut pertama kali dilakukan di Inggris.
Di Bawah Umur
 Derek Bentley merupakan pemuda cacat mental yang dieksekusi mati tahun 1953. Dia dituduh membunuh seorang perwira polisi dengan cara menembak dalam percobaan perampokan.
Pada kenyataannya, penembakan itu dilakukan oleh temannya sementara Bentley sudah berada dalam tahanan ketika penembakan itu terjadi. Tetapi, pelaku sebenarnya tidak bisa dihukum lantaran masih di bawah umur.
Dijebak Komplotan
 Claude Jones dieksekusi mati tahun 2000, lantaran dituduh menembak mati pemilik kedai minuman Allen Hilzendager di San Jacinto County, Texas. Pembunuhan itu terjadi pada 14 November 1989.
Saat kejadian, Claude sebenarnya berada di dalam mobil yang terparkir di dekat lokasi pembunuhan. Tetapi, lantaran tidak ada seorang pun yang melihat wajah pembunuh sebenarnya, polisi menangkap Claude.
Keterangan dari tiga anggota komplotan pelaku perampokan, Jones, Kerry Dixon, dan Timothy Jordan mengarah pada Claude. Ketiganya bebas dari dakwaan mati dan justru Claude yang mendapat hukuman itu.
Belakangan, sebuah penyidikan resmi menunjukkan pelaku penembakan itu bukan Claude. Hal itu didasarkan pada temuan berupa sehelai rambut yang terjatuh di lokasi kejadian.
Tetapi, pihak pengadilan Texas tidak mau merevisi keputusan tersebut.
(Bukan) Balas Dendam
Larry Griffin dieksekusi mati di tahun 1995 atas tuduhan menembak bandar narkoba berusia 19 tahun, Quintin Moss di St Louis. Larry segera ditetapkan sebagai tersangka karena diduga ia balas dendam atas kematian kakaknya, Dennis Griffin yang terkenal sebagai pengedar narkoba.
Seluruh keterangan saksi mengarah pada Larry. Padahal, terdapat banyak tersangka dalam kasus pembunuhan itu.
Kasus ini mendapat perhatian dari lembaga NAACP. Mereka mendorong kasus ini diluruskan dan nama baik Larry dipulihkan.
sumber: http://www.dream.co.id




Tidak ada komentar:

Posting Komentar