April 09, 2015

30 Tahun Menanti Eksekusi, Terpidana Mati Akhirnya Bebas

Anthony Ray Hinton akhirnya bebas. Sudah hampir 30 tahun ia meringkuk di balik sel penjara, menanti eksekusi mati, atas pembunuhan yang ternyata tak pernah ia lakukan.

Hinton yang kini berusia 58 tahun, melangkah ke luar dari Penjara Birmingham, Alabama, Amerikan Serikat Jumat pagi. Tubuhnya bermandikan cahaya matahari,  kepalanya menengadah ke langit, mengucap syukur. Hinton pun memeluk seluruh anggota keluarga yang menjemputnya.
Dia lalu berbicara soal ketidakadilan yang ia alami selama 30 tahun, sejak 1985. Tak hanya hidup terpenjara, Hinton juga kerap dibayangi kematian, atas apa yang tak pernah ia lakukan.

"Mereka yang berperan menjatuhkan hukuman mati kepadaku, akan bertanggung jawab pada Tuhan," kata dia seperti dikutip dari CNN, Sabtu (4/4/2015)
Warga Alabama, AS itu dijatuhi hukuman mati tahun 1985 atas dakwaan membunuh dua orang manajer restoran. Tahun lalu, kasusnya disidang ulang. Sebab, berdasarkan uji laboratorium terhadap peluru yang ditemukan di lokasi kejadian, ternyata hasilnya sama sekali tak terkait dengan senjata revolver yang ditemukan di rumah Hinton. Peluru di TKP adalah satu-satunya bukti yang mempersalahkan Hinton.
"Adanya bukti baru membuat jaksa kemudian mencabut kasusnya, dan Hinton pun bebas," demikian diberitakan BBC, Sabtu (4/4/2015).

Pengacaranya, Bryan Stevenson meyakini bahwa dulu Hinton divonis karena tak mampu memperoleh bantuan hukum yang semestinya. Saat itu, kliennya hanya memiliki uang sebanyak $1.000 atau sekitar Rp 10 juta untuk menyewa ahli yang untuk meringankan kasusnya.
Dengan uang itu, pengacara Hinton membayar ahli yang diharap bisa meloloskannya dari jerat hukum. Namun, alih-alih membantu, ahli yang disewanya justru membuat juri tertawa karena kerepotan menjawab pertanyaan yang dilontarkan sepanjang persidangan.

Setelah dibui hampir 30 tahun, tahun lalu Mahkamah Agung AS baru-baru ini mengeluarkan putusan bahwa Hinton tak memperoleh bantuan hukum yang memadai saat diadili tahun 1985 itu. Lalu diputuskan agar kasusnya disidangkan lagi. Hingga akhirnya berujung dengan pembebasannya.
"Waktu berharga milik Hinton, hari, bulan, tahun, terampas," kata Stevenson. "Yang tak akan mungkin bisa dikembalikan."
Kisah serupa pernah dialami oleh Ricky Jackson, salah satu dari tiga pria yang dijatuhi hukuman mati di tahun 1975 setelah dinyatakan bersalah membunuh seorang pria di depan sebuah toko di Cleveland.
Belakangan terungkap, kesaksian saksi Vernon -- yang kala itu berusia 13 tahun -- palsu.
Setelah menandatangani pernyataan, Vernon lalu mengungkap di bawah sumpah, bahwa polisi saat itu memaksa ia untuk memberikan kesaksian tersebut. Ia menuturkan bahwa dirinya tak menyaksikan pembunuhan itu, karena sebenarnya berada di dalam bus sekolah dengan anak-anak lainnya yang berjarak satu blok dari lokasi.
Jackson and Kwame Ajamu akhirnya ditahan selama 39 tahun. Ia baru menghirup udara bebas pada 2014, saat ia berusia 57 tahun -- setelah menjalani hukuman atas kesalahan yang tak pernah dilakukannya. (http://news.liputan6.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar