Berita tentang hukuman pancung di Arab berdasarkan ajaran agama Islam. Video eksklusif wawancara wartawan LBC TV dengan tukang
pancung terkenal Abdallah al-Bishi. “Mahabesar Allah, eksekusi hukuman
mati ini sesuai hukum dalam Islam, jadi saya tidak pernah merasa kasihan
pada setiap orang yang saya pancung,” kata algojo ini, menunjukkan pedang panjang dengan bentuk melengkung bernama Sultan. Dia sering
memancung temannya sendiri. Dulu ayahnya pun seorang tukang pancung.
Kini anaknya juga telah dipersiapkan menjadi algojo.
Dalam video eksklusif yang direkam televisi ini, Abdallah al-Bishi, algojo yang mendapat tugas dari pemerintah Arab Saudi, juga mendemonstrasikan tips bagaimana cara memenggal kepala terhukum supaya berhasil dalam sekali tebas.
Pertanyaan
wartawan: Inilah tukang pancung yang paling terkenal di Arab Saudi,
Abdallah Bin Said al-Bishi. Tidak ada negosiasi dengan dia kalau
kepala-kepala manusia sudah siap untuk dipenggal.
Jawaban
narasumber: Saya memulai pekerjaan eksekusi ini setelah ayah saya
meninggal di tahun 1992. Saya awalnya terkejut dipanggil untuk tugas
ini. Saya tidak memiliki pedang, jadi saya memakai pedang milik ayah
saya untuk melakukan eksekusi. Hari pertama bertugas, saya memancung
tiga orang.
Pertanyaan wartawan: Pedangnya telah memenggal ratusan kepala orang. Anak tertuanya,
Badr, juga sedang dilatih untuk nantinya menjalankan pekerjaan sebagai
algojo. Dia meneruskan profesi ini dari sang ayah, Said Al-Bishi. Dia
ingat bagaimana ketika masih kanak-kanak dia menemani ayahnya saat
melakukan eksekusi mati seorang penjahat di Mekah. Apa yang disaksikannya itu kemudian menjadi awal kehidupan yang baru baginya.
Jawaban
narasumber: Ya, waktu itu saya masih bersekolah. Hukum pancung tersebut
dilakukan di depan Gerbang Raja Abdul Aziz. Sebelumnya eksekusi hukuman
digelar di kompleks Masjid Al-Haram. Yang pertama muncul di pikiran
saya kala itu adalah terkejut. Saya menyaksikan kepala seorang pria
melayang, darah muncrat dari leher yang terpenggal. Saya tidak tahan
melihatnya. Malam harinya saya susah tidur, bermimpi buruk. Hingga
kemudian saya bisa melewatinya. Terpujilah Allah. Inilah pedang saya,
namanya Sultan, dulu saya pakai ketika pertama kali melaksanakan hukum
pancung. Ini pedang yang sudah tua. Ini pedang “Jowhar.” Semua pedang
saya adalah Jowhar, kata yang paling tepat untuk menunjukkan bahwa
pedang tersebut sangat kuat. Terbuat dari besi yang kuat, tidak mudah
patah.
Dr. Turki Al-Atyan, psikologi dari Kantor Menteri Dalam Negeri Saudi: Hukum dalam Islam mengatakan bahwa hukuman mati yang diperintahkan Allah adalah dengan cara dipancung, bukan hukum gantung atau tembakan senjata api. Dulu memang sempat dilakukan eksekusi mati dengan tembakan.
Dr. Turki Al-Atyan, psikologi dari Kantor Menteri Dalam Negeri Saudi: Hukum dalam Islam mengatakan bahwa hukuman mati yang diperintahkan Allah adalah dengan cara dipancung, bukan hukum gantung atau tembakan senjata api. Dulu memang sempat dilakukan eksekusi mati dengan tembakan.
Wartawan
televisi: Pemirsa, untuk sesaat narasumber kami, tukang pancung
Abdallah al-Bishi, akan meninggalkan wawancara ini, karena dia mesti
menjalankan tugasnya melakukan eksekusi mati. Nanti begitu selesai
bertugas, dia akan kembali lagi dengan kita. Terdapat beberapa orang
petugas algojo di Arab Saudi, namun tidak ada angka yang pasti. Ada
informasi yang menyebutkan enam orang tukang pancung. Mereka bertugas di
beberapa provinsi.
Pertanyaan wartawan: Apakah anda juga memancung tangan penjahat, atau hanya penggal kepala?
Jawaban
narasumber Abdallah Al-Bishi: Ya, ya, saya juga terkadang memenggal
tangan pencuri atau kakinya, sebagaimana tertulis dalam Al-Quran.
Pertanyaan
wartawan: Tuan Abdallah, ketika anda memotong tangan penjahat, apakah
lebih dulu dia dibius? Ataukah tanpa bius seperti hukum pancung kepala?
Jawaban narasumber: Untuk eksekusi potong tangan atau kaki, dilakukan dengan bius lokal.
Pertanyaan wartawan: Tetapi penjahat yang dipancung kepalanya tidak dibius sama sekali, benarkah demikian?
Jawaban narasumber: Ya, sama sekali tanpa bius.
Pertanyaan wartawan: Apakah anda masih ingat eksekusi pancung pertama anda? Berapa usia anda ketika itu?
Jawaban
narasumber: Saya masih mengingatnya sampai hari ini. Saya terkejut saat
pejabat pemerintah menunjuk saya untuk menjalankan hukuman sesuai
ajaran Allah. Umur saya kala itu sekitar 32 atau 35 tahun, saya lupa
persisnya. Pertama kali mengeksekusi pancung, saya sedikit grogi, takut
jangan sampai gagal.
Pertanyaan wartawan: Apakah anda pernah memancung kepala orang yang anda kenal?
Jawaban
narasumber: Ya, saya telah memancung kepala beberapa teman saya
sendiri. Tetapi setiap orang mesti bertanggung jawab atas perbuatannya.
Pertanyaan
wartawan: Apakah anda memenggal kepala wanita? Apakah anda merasakan
sesuatu yang berbeda saat memancung wanita dan pria?
Jawaban
narasumber: Hukuman adalah hukuman. Jika saya merasa kasihan pada orang
yang saya eksekusi, maka dia akan menderita. Kalau saya kasihan, bisa
jadi tangan saya gagal melakukan pancung.
Pertanyaan
wartawan: Ketika anda mendapat tugas untuk memancung tiga atau empat
orang sekaligus, apakah itu berpengaruh? Apakah anda memerlukan waktu
istirahat sebelum melakukan eksekusi berikutnya?
Jawaban
narasumber: Terpujilah Allah, tidak perlu beristirahat. Tiga, empat,
atau enam, saya tidak perlu jeda waktu. Semuanya saya jalankan secara
normal. Selama orang itu berdiri tegak, maka tugas kami akan lebih
mudah.
Pertanyaan
wartawan: Kami mendengar, anda pernah memancung beberapa orang dalam
satu hari, lalu pedang anda patah, benarkah kabar itu?
Jawaban narasumber: Bukan pedang itu yang patah, tapi pegangannya.
Pertanyaan wartawan: Apakah benar anda sedang melatih anak tertua anda untuk mengikuti jejak anda menjadi algojo?
Jawaban narasumber: Terpujilah Allah, ya, benar, anak saya Badr akan ditugaskan di Riyadh.
Pertanyaan wartawan: Jam berapa anda bangun di pagi hari? Apakah anda memakan menu sarapan yang khusus?
Jawaban
narasumber: Saya hidup normal saja seperti kebanyakan orang. Begitu
bangun pagi, saya menjalankan salat subuh. Sarapan sudah tersedia di
meja, terpujilah Allah. Lalu saya menunggu mobil polisi untuk menjemput
saya ke tempat bertugas. Sesudah bekerja, saya pulang ke rumah. Jadi
normal-normal saja.
Pertanyaan
wartawan: Apakah benar terkadang ada keluarga terhukum yang memohon
ampunan supaya tidak dihukum pancung? Apakah anda bisa berbicara dengan
keluarga terpancung?
Jawaban
narasumber: Untuk dimaafkan…? Ya, saya bisa berbicara dengan keluarga
mereka, tidak ada masalah. Semoga Allah mengampuni mereka.
Blog Jarar
Siahaan: Kutipan transkrip wawancara di atas saya terjemahkan dari
berita Our Jerusalem berdasarkan teks berbahasa Inggris yang tampil
dalam video eksklusif tersebut.
Saya
pernah membaca pertanyaan, apakah tukang pancung alias algojo eksekusi
hukuman mati seperti Abdallah al-Bishi akan berdosa karena membunuh
orang lain? Tuhanlah yang menilai. Tapi menurut opini saya, dia “tidak
berdosa,” karena hanya menjalankan tugas sesuai hukum dalam Islam yang
diberlakukan negaranya. Sama halnya dengan polisi yang menembak mati
penjahat di jalan raya. (http://setyaportal.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar