Maret 12, 2015

Tukang Pancung Ruyati Berbicara

Berita tentang hukuman pancung di Arab berdasarkan ajaran agama Islam. Video eksklusif wawancara wartawan LBC TV dengan tukang pancung terkenal Abdallah al-Bishi. “Mahabesar Allah, eksekusi hukuman mati ini sesuai hukum dalam Islam, jadi saya tidak pernah merasa kasihan pada setiap orang yang saya pancung,” kata algojo ini, menunjukkan pedang panjang dengan bentuk melengkung bernama Sultan. Dia sering memancung temannya sendiri. Dulu ayahnya pun seorang tukang pancung. Kini anaknya juga telah dipersiapkan menjadi algojo.
Dalam video eksklusif yang direkam televisi ini, Abdallah al-Bishi, algojo yang mendapat tugas dari pemerintah Arab Saudi, juga mendemonstrasikan tips bagaimana cara memenggal kepala terhukum supaya berhasil dalam sekali tebas.
Pertanyaan wartawan: Inilah tukang pancung yang paling terkenal di Arab Saudi, Abdallah Bin Said al-Bishi. Tidak ada negosiasi dengan dia kalau kepala-kepala manusia sudah siap untuk dipenggal.
Jawaban narasumber: Saya memulai pekerjaan eksekusi ini setelah ayah saya meninggal di tahun 1992. Saya awalnya terkejut dipanggil untuk tugas ini. Saya tidak memiliki pedang, jadi saya memakai pedang milik ayah saya untuk melakukan eksekusi. Hari pertama bertugas, saya memancung tiga orang.
Pertanyaan wartawan: Pedangnya telah memenggal ratusan kepala orang. Anak tertuanya, Badr, juga sedang dilatih untuk nantinya menjalankan pekerjaan sebagai algojo. Dia meneruskan profesi ini dari sang ayah, Said Al-Bishi. Dia ingat bagaimana ketika masih kanak-kanak dia menemani ayahnya saat melakukan eksekusi mati seorang penjahat di Mekah. Apa yang disaksikannya itu kemudian menjadi awal kehidupan yang baru baginya.
Jawaban narasumber: Ya, waktu itu saya masih bersekolah. Hukum pancung tersebut dilakukan di depan Gerbang Raja Abdul Aziz. Sebelumnya eksekusi hukuman digelar di kompleks Masjid Al-Haram. Yang pertama muncul di pikiran saya kala itu adalah terkejut. Saya menyaksikan kepala seorang pria melayang, darah muncrat dari leher yang terpenggal. Saya tidak tahan melihatnya. Malam harinya saya susah tidur, bermimpi buruk. Hingga kemudian saya bisa melewatinya. Terpujilah Allah. Inilah pedang saya, namanya Sultan, dulu saya pakai ketika pertama kali melaksanakan hukum pancung. Ini pedang yang sudah tua. Ini pedang “Jowhar.” Semua pedang saya adalah Jowhar, kata yang paling tepat untuk menunjukkan bahwa pedang tersebut sangat kuat. Terbuat dari besi yang kuat, tidak mudah patah.
Dr. Turki Al-Atyan, psikologi dari Kantor Menteri Dalam Negeri Saudi: Hukum dalam Islam mengatakan bahwa hukuman mati yang diperintahkan Allah adalah dengan cara dipancung, bukan hukum gantung atau tembakan senjata api. Dulu memang sempat dilakukan eksekusi mati dengan tembakan.
Wartawan televisi: Pemirsa, untuk sesaat narasumber kami, tukang pancung Abdallah al-Bishi, akan meninggalkan wawancara ini, karena dia mesti menjalankan tugasnya melakukan eksekusi mati. Nanti begitu selesai bertugas, dia akan kembali lagi dengan kita. Terdapat beberapa orang petugas algojo di Arab Saudi, namun tidak ada angka yang pasti. Ada informasi yang menyebutkan enam orang tukang pancung. Mereka bertugas di beberapa provinsi.
Pertanyaan wartawan: Apakah anda juga memancung tangan penjahat, atau hanya penggal kepala?
Jawaban narasumber Abdallah Al-Bishi: Ya, ya, saya juga terkadang memenggal tangan pencuri atau kakinya, sebagaimana tertulis dalam Al-Quran.
Pertanyaan wartawan: Tuan Abdallah, ketika anda memotong tangan penjahat, apakah lebih dulu dia dibius? Ataukah tanpa bius seperti hukum pancung kepala?
Jawaban narasumber: Untuk eksekusi potong tangan atau kaki, dilakukan dengan bius lokal.
Pertanyaan wartawan: Tetapi penjahat yang dipancung kepalanya tidak dibius sama sekali, benarkah demikian?
Jawaban narasumber: Ya, sama sekali tanpa bius.
Pertanyaan wartawan: Apakah anda masih ingat eksekusi pancung pertama anda? Berapa usia anda ketika itu?
Jawaban narasumber: Saya masih mengingatnya sampai hari ini. Saya terkejut saat pejabat pemerintah menunjuk saya untuk menjalankan hukuman sesuai ajaran Allah. Umur saya kala itu sekitar 32 atau 35 tahun, saya lupa persisnya. Pertama kali mengeksekusi pancung, saya sedikit grogi, takut jangan sampai gagal.
Pertanyaan wartawan: Apakah anda pernah memancung kepala orang yang anda kenal?
Jawaban narasumber: Ya, saya telah memancung kepala beberapa teman saya sendiri. Tetapi setiap orang mesti bertanggung jawab atas perbuatannya.
Pertanyaan wartawan: Apakah anda memenggal kepala wanita? Apakah anda merasakan sesuatu yang berbeda saat memancung wanita dan pria?
Jawaban narasumber: Hukuman adalah hukuman. Jika saya merasa kasihan pada orang yang saya eksekusi, maka dia akan menderita. Kalau saya kasihan, bisa jadi tangan saya gagal melakukan pancung.
Pertanyaan wartawan: Ketika anda mendapat tugas untuk memancung tiga atau empat orang sekaligus, apakah itu berpengaruh? Apakah anda memerlukan waktu istirahat sebelum melakukan eksekusi berikutnya?
Jawaban narasumber: Terpujilah Allah, tidak perlu beristirahat. Tiga, empat, atau enam, saya tidak perlu jeda waktu. Semuanya saya jalankan secara normal. Selama orang itu berdiri tegak, maka tugas kami akan lebih mudah.
Pertanyaan wartawan: Kami mendengar, anda pernah memancung beberapa orang dalam satu hari, lalu pedang anda patah, benarkah kabar itu?
Jawaban narasumber: Bukan pedang itu yang patah, tapi pegangannya.
Pertanyaan wartawan: Apakah benar anda sedang melatih anak tertua anda untuk mengikuti jejak anda menjadi algojo?
Jawaban narasumber: Terpujilah Allah, ya, benar, anak saya Badr akan ditugaskan di Riyadh.
Pertanyaan wartawan: Jam berapa anda bangun di pagi hari? Apakah anda memakan menu sarapan yang khusus?
Jawaban narasumber: Saya hidup normal saja seperti kebanyakan orang. Begitu bangun pagi, saya menjalankan salat subuh. Sarapan sudah tersedia di meja, terpujilah Allah. Lalu saya menunggu mobil polisi untuk menjemput saya ke tempat bertugas. Sesudah bekerja, saya pulang ke rumah. Jadi normal-normal saja.
Pertanyaan wartawan: Apakah benar terkadang ada keluarga terhukum yang memohon ampunan supaya tidak dihukum pancung? Apakah anda bisa berbicara dengan keluarga terpancung?
Jawaban narasumber: Untuk dimaafkan…? Ya, saya bisa berbicara dengan keluarga mereka, tidak ada masalah. Semoga Allah mengampuni mereka.
Blog Jarar Siahaan: Kutipan transkrip wawancara di atas saya terjemahkan dari berita Our Jerusalem berdasarkan teks berbahasa Inggris yang tampil dalam video eksklusif tersebut.
Saya pernah membaca pertanyaan, apakah tukang pancung alias algojo eksekusi hukuman mati seperti Abdallah al-Bishi akan berdosa karena membunuh orang lain? Tuhanlah yang menilai. Tapi menurut opini saya, dia “tidak berdosa,” karena hanya menjalankan tugas sesuai hukum dalam Islam yang diberlakukan negaranya. Sama halnya dengan polisi yang menembak mati penjahat di jalan raya. (http://setyaportal.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar