Maret 12, 2015

Nusakambangan, pulau kembang kehidupan sekaligus kematian


Nusakambangan, pulau kembang kehidupan sekaligus kematian
Nusakambangan. ©2014 Merdeka.com

Bagi sebagian orang--khususnya Jawa--Pulau Nusakambangan dianggap angker, seram dan identik dengan penjahat. Hal ini karena pulau di Cilacap ini memang menjadi 'rumah' bagi para penjahat kelas kakap. Tidak sedikit yang menjuluki Pulau Nusakambangan adalah Alcatraz-nya Indonesia.

Namun bukan itu saja yang membuat Nusakambangan begitu angker. Mitos dan legenda yang berkembang menjadikan pulau ini wingit bagi sebagian orang.

Dalam cerita wayang purwa (wayang tua) misalnya, Nusakambangan adalah rumah bagi bangsa lelembut, jin, dan raksasa. Bahkan, Big Bos dari segala angkara murka di mayapada (bumi), Batara Kala adalah penguasa pulau ini. Batara Kala kono dibuang dan menjadi penguasa Pulau Nusakambangan.

Namun meski dimitoskan sebagai tempat angker karena dihuni Batara Kala dan para pengikutnya, Nusakambangan juga merupakan 'pot' besar bagi bunga kehidupan, kembang wijaya kusuma. Kembang wijaya kusuma disebut-sebut hanya hidup di pulau ini. Tak heran Kabupaten Cilacap mengambil kembang wijaya kusuma sebagai lambang kebesaran daerahnya.

Dalam banyak cerita mitos dan legenda, bunga wijaya kusuma konon hanya hidup di Pulau Nusakambangan. Bunga ini sangat sakti karena bisa menyembuhkan berbagai penyakit bahkan menghidupkan orang yang sudah mati.

Dalam cerita wayang Bambang Ekalaya, Arjuna dihidupkan kembali oleh Sri Kresna dengan menggunakan kembang ini. Arjuna yang terkenal sakti pilih tanding itu ternyata kalah oleh Bambang yang hanya belajar memanah dari patung Dorna, guru Arjuna.

Dalam cerita tersebut dikisahkan Arjuna yang memiliki sifat playboy berusaha merayu dan merudapaksa Dewi Anggraeni, istri dari Bambang Ekalaya. Bambang yang tak terima akan hal itu lalu menantang Arjuna untuk bertarung.

Saat itu, Sri Kresna sedang bertamu di Indrapasta dan begitu mendengar tantangan tersebut dirinya segera sadar bahwa Arjuna akan pralaya (tewas apes akibat kesalahannya sendiri) jika bertarung melawan Bambang Ekalaya. Sementara sebagai raja yang adil dan bijaksana, Yudistira, kakak tertua Pandawa menolak untuk melibatkan kerajaan Indrapasta dalam masalah ini. Yudistira dan menyuruh Arjuna untuk mengatasi masalahnya sendiri dengan tidak menyeret-nyeret nama Indrapasta dan juga para Pandawa. Bima yang gagah perkasa pun diam dan malu akan perbuatan sang adik.

Mau tidak mau Arjuna yang telah sadar atas kesalahannya menerima tantangan Bambang Ekalaya. Pertarungan hebat antara kedua jago panah pun pecah. Meski tak memiliki jempol, Bambang Ekalaya mampu meladeni serangan panah Arjuna.

Bambang Ekalaya berkali-kali jatuh dan tertancap panah Arjuna, namun dia tidak mati. Cincin pusaka Ampal di jarinya melindunginya dari segala marabahaya termasuk kematian. Tidak itu saja, pusaka Ampal juga punya kesaktian bisa membunuh musuhnya jika dilemparkan dari jauh.

Saat Bambang Ekalaya menggunakan ajian Ampal, Arjuna pun segera terjatuh dari kudanya tak bernyawa seketika. Sri Kresna segera memunculkan diri untuk mengambil jenasah Arjuna dan membawanya. Sri Kresna lalu mengeluarkan Kembang Wijayakusuma untuk menghidupkan Arjuna.

Namun cerita kembang wijaya kusuma yang bisa menghidupkan orang mati seperti dalam kisah Arjuna tersebut kini seolah berbanding terbalik. Pulau tempat kembang kehidupan itu hidup kini justru menjadi tempat eksekusi mati para terpidana mati.

Dalam waktu dekat, Kejaksaan Agung akan segera mengeksekusi mati 10 terpidana mati di Pulau Nusakambangan. Meski hingga kini waktunya belum dipastikan, tapi eksekusi di pulau penjara itu sepertinya tidak bisa ditawar lagi.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan sampai saat ini persiapan eksekusi mati sudah mencapai 95 persen. Tetapi, pihaknya masih menunggu pemenuhan hak-hak terpidana mati sebelum eksekusi dilaksanakan.

"Kita penuhi dulu hak-hak mereka, jangan sampai nanti setelah eksekusi masih timbul permasalahan," kata Prasetyo setelah melakukan inspeksi mendadak di kantor Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (9/3) lalu.

Sembilan terpidana mati saat ini sudah dibawa ke Nusakambangan. Sementara satu orang lagi, yaitu terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, masih berada di Yogyakarta menunggu hasil Peninjauan Kembali.

"Mary Jane masih menunggu keputusan MA soal PK. Sebenarnya dia sudah mengajukan grasi, artinya mengakui bersalah dan meminta pengampunan, tapi kita penuhi semua hak hukumnya dulu," ujar Prasetyo.

Sembari menunggu proses PK Mary Jane, Prasetyo mengatakan 13 regu tembak saat ini sedang melakukan latihan. Hal itu dilakukan supaya tidak ada kesalahan saat proses eksekusi. "Jangan sampai eksekusi meleset, kita enggak mau itu terjadi. Sekali tembak, sudah, makanya perlu latihan," ucap Prasetyo.

Pro dan kontra pelaksanaan hukuman mati pun hingga kini terus menggema. Meski demikian pemerintah menyatakan tetap akan melakukan eksekusi mati jilid dua itu. Di sisi lain, pihak keluarga terpidana mati tentu berharap hukuman mati itu dibatalkan.

Andai saja kembang wijaya kusuma dalam kisah wayang dan legenda itu ada, mungkin bisa menjadi win-win solution. Pemerintah tetap tidak kehilangan muka dan membuktikan ketegasan dengan mengeksekusi mati para gembong narkoba, tetapi di sisi lain keluarga terpidana mati juga lega, karena orang terdekat mereka bisa kembali dihidupkan dengan kembang sakti itu. (www.merdeka.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar