Maret 26, 2015

DAMAIKAN ANAK & SUAMI MENJELANG MATI

* Hari-hari Akhir Astini


Terpidana mati Astini menanti saat-saat dieksekusi di hadapan regu tembak. Ia pun sudah bertemu keluarganya menjelang akhir hidupnya. Reuni keluarga itu ternyata membawa makna.
KLIK - Detail
Perjalanan hidup Astini, sepertinya tak bakal lama lagi. Ibu berusia 50 tahun tersebut akan dieksekusi mati di hadapan regu tembak dari Polda Jatim. Eksekusi Astini itu merupakan kelanjutan setelah grasinya ditolak oleh Presiden Megawati.

Astini divonis hukuman mati setelah terbukti melakukan pembunuhan terhadap tiga wanita, Rahayu, Sri Astutik dan Puji Astutik. Oleh masyarakat, Astini sempat dijuluki jagal Kampung Malang. Sebab, setelah melakukan pembunuhan, mayat ketiga korbannya dipotong-potong dan dibuang secara terpisah.

Tanda-tanda akan dilakukannya eksekusi sudah terasa sejak Selasa (15/3), ketika ibu tiga anak ini dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita (LPW) Sukun Malang yang dihuni sejak delapan tahun silam, ke Rutan kelas I Medaeng, Surabaya.

TABAH DAN TEGAR
Sejak di rutan Medaeng, Astini dijenguk oleh orang-orang dekatnya sesuai dengan permintaan terakhirnya. Yaitu suaminya, Supilin, ketiga anaknya, Lastri, Tedy Maryono, serta Pandu Vidyarto, serta kedua cucunya. Kepala LPW Malang beserta staf dan guru ngajinya juga sudah menjenguknya.

KLIK - Detail Pada Jumat (18/3) siang hingga Sabtu dinihari, suasana di rutan Medaeng, menunjukkan kegiatan yang lebih tinggi dari biasanya. Pada pagi hari, Supilin, Tedy, dan Pandu sudah datang di rutan. Saat keluar rutan, mereka tampak membawa barang-barang Astini yang sudah dipak dalam beberapa kardus. Barang-barang itu dinaikkan taksi untuk dibawa pulang.

Tak lama setelah kepergian keluarganya, para jaksa dari Kejari Surabaya serta beberapa petugas rutan maupun polisi berpakaian preman datang silih berganti. Tanda-tanda pelaksanaan eksekusi semakin dekat ketika selepas isya, Achmad Sya'roni, Kepala Kantor Departemen Agama Surabaya, keluar dari Rutan.

Saat dicegat wartawan Sya'roni menjelaskan bahwa dirinya baru saja memberikan siraman rohani. Ia mengingatkan agar Astini lebih mendekatkan diri kepada Tuhan mengingat saat ini merupakan hari-hari terakhirnya. "Saya baru saja mengajak Bu Astini membaca surat Yassin. Kebetulan Bu Astini mengajinya cukup bagus. Dia juga tampak tabah dan tegar," puji Sya'roni.

Sepulang Sya'roni, kegiatan di rutan semakin meningkat. Petugas berpakaian preman terlihat makin sibuk keluar masuk rutan. Setelah itu, wartawan media cetak maupun elektronik yang sudah menunggu sejak dua hari sebelumnya, semakin bertambah. Malam itu, sekitar 100 wartawan meyakini bahwa Sabtu dinihari itu merupakan hari terakhir Astini. Namun, dugaan itu meleset.

Ketika dihubungi NOVA, Sabtu (19/3), Kajari Surabaya, AF. Dharmawan, menjelaskan bahwa eksekusi belum dilaksanakan. "Itu rahasia, atas perintah Undang-Undang saya tak boleh menyampaikan kepada umum," paparnya.

IBARAT REUNI KELUARGA

Saat Astini pertama kali masuk Rutan, siang harinya ia dipertemukan dengan suami dan anak bungsunya. Pertemuan itu menurut drg. Syaiful, petugas kesehatan Rutan, memang cukup mengharukan. Mereka saling berangkulan dan bertangis-tangisan. "Tapi suasana itu tak berlangsung lama. Setelah itu mencair. Bahkan, suasana keluarga berubah menjadi hangat," jelas Syaiful.

KLIK - Detail Astini yang ditempatkan di tahanan isolasi itu belum puas. Ia ingin dikunjungi Lastri, anak sulungnya, yang kebetulan dua minggu lalu baru saja melahirkan anak keduanya. Kamis (17/3), Lastri datang bersama dua anaknya dan diantar ayah dan adiknya. Saat datang dan pulang, mereka enggan memberi komentar. Mereka juga menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Lagi-lagi Astini belum puas karena anak keduanya, Tedy, belum datang. Jumat pagi, Tedy pun datang ke rutan. Seperti keluarganya, lelaki bertubuh kurus ini menghindar dari pertanyaan wartawan. Lelaki yang sudah menikah ini hanya berkomentar pendek, "Saya sudah lama tak ketemu ibu. Terakhir kali saya ketemu waktu dulu masih di Malang," katanya sambil mengusap air matanya.

Menurut Nunuk Hari Mardiyati, salah seorang petugas keamanan LPW Malang, yang menjenguk bersamaan dengan kedatangan Tedy dan keluarganya, acara itu dijadikan semacam reuni keluarga. Sebab, hubungan Tedy dengan keluarganya yang lain tidak harmonis. "Pemicunya karena ayahnya kawin lagi. Dia tidak setuju, sementara saudara lain enggak mempermasalahkan. Hubungan mereka pun tak akur. Bahkan dia tak bertegur sapa dengan Pandu, adiknya," papar Nunuk.

Saat pertemuan itu, Astini berusaha menasihati Tedy agar rukun dengan ayah dan adiknya. "Semula Tedy enggan, tapi lama kelamaan dia sadar.Ia menuruti mungkin karena itulah petuah terakhir ibunya. Bahkan, Tedy mencium kedua kaki ayahnya sambil menangis. Tedy dan Pandu juga saling bermaaf-maafan," cerita Nunuk.
(http://nostalgia.tabloidnova.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar