WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Menteri
Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelum rapat koordinasi pembahasan batas
waktu Peninjauan Kembali (PK) di Kantor Kemenkumham, Jalan Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (09/01/2015). Rakor Rapat
eksekutif-yudikatif-ahli hukum ini, memutuskan PK hanya sekali bukan
berkali-kali seperti yang diputuskan MK agar ada kepastian hukum untuk
pelaksanaan eksekusi terhadap narapidana hukuman mati agar tidak
berlarut-larut. WARTA KOTA / HENRY LOPULALAN
Pelaksanaan hukuman mati baru berlaku untuk terpidana mati kasus narkoba. Presiden Joko Widodo dan sebagian besar publik menyutujui hukuman mati. Tapi akankah hukuman mati juga berlaku untuk terpidana korupsi?
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly
menyatakan eksekusi mati para koruptor belum bisa diterapkan di
Indonesia. Tapi ancaman hukuman bagi mereka baru bisa diterapkan jika
terkait beberapa hal dan harus melalui proses.
"Undang-undangnya belum, kalau ada ancaman hukuman mati bagi koruptor. Bisa kalau dia korupsi dana bencana alam dan bencana perang dan lain-lain. Sekarang ini belum ada,"kata Yasonna di Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Yasonna menuturkan, dorongan untuk diterapkannya hukuman mati bagi para koruptor harus melihat dorongan dari masyarakat. Dorongan tersebut juga harus melalui tahapan untuk merevisi undang-undang.
Sementara eksekusi mati bagi terpidana narkoba di Indonesia, menurut Yasonna, sebagai upaya memerangi peredaran narkoba. Kendati para pegiat HAM menolak peraturan tersebut. Bahkan Pemerintah Malaysia keras menindak pengguna narkoba.
"Ini bukan soal hukuman mati tapi perang terhadap narkoba. Rakyat kita sendiri 40-50 orang bervariasi setiap hari," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menembak mati enam terpidana kasus narkotika, Minggu 18 Januari 2015 lalu. Eksekusi tahap pertama ini terdiri satu napi warga negara Indonesia dan lima napi dari warga negara asing. (http://www.tribunnews.com)
"Undang-undangnya belum, kalau ada ancaman hukuman mati bagi koruptor. Bisa kalau dia korupsi dana bencana alam dan bencana perang dan lain-lain. Sekarang ini belum ada,"kata Yasonna di Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Yasonna menuturkan, dorongan untuk diterapkannya hukuman mati bagi para koruptor harus melihat dorongan dari masyarakat. Dorongan tersebut juga harus melalui tahapan untuk merevisi undang-undang.
Sementara eksekusi mati bagi terpidana narkoba di Indonesia, menurut Yasonna, sebagai upaya memerangi peredaran narkoba. Kendati para pegiat HAM menolak peraturan tersebut. Bahkan Pemerintah Malaysia keras menindak pengguna narkoba.
"Ini bukan soal hukuman mati tapi perang terhadap narkoba. Rakyat kita sendiri 40-50 orang bervariasi setiap hari," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menembak mati enam terpidana kasus narkotika, Minggu 18 Januari 2015 lalu. Eksekusi tahap pertama ini terdiri satu napi warga negara Indonesia dan lima napi dari warga negara asing. (http://www.tribunnews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar