Agustus 09, 2016

LELANG (SETELAH EKSEKUSI)


          Setelah pengadilan mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi berikut Berita Acara Sita Eksekusi, dan  terhadap pelaksanaan sita eksekusi itu telah berdaya ikat, maka Bank/Kreditur dapat segera mengajukan permohonan lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri.
          Pengertian lelang berdasarkan Pasal 200 ayat(1) HIR dikaitkan dengan Pasal 1 Peraturan Lelang (LN. 1908 No. 189) secara terperinci adalah : Penjualan di muka umum harta kekayaan  termohon yang telah di sita eksekusi atau dengan kata lain menjual di muka umum barang sitaan milik termohon (debitur), yang dilakukan di depan juru lelang atau penjualan lelang dilakukan dengan perantaraan atau bantuan kantor lelang (juru lelang) dan cara penjualannya dengan jalan harga penawaran semakin meningkat, atau semakin menurun melalui penawaran secara tertulis (penawaran dengan pendaftaran).
          Pengadilan Negeri yang hendak melakukan eksekusi pembayaran sejumlah uang harus meminta bantuan kantor lelang untuk menunjuk seorang pejabat juru lelang menjual barang yang disita (Pasal 1 a Peraturan Lelang LN 1908 No. 189), pengecualian

 ketentuan tersebut diatur dalam pasal dan ayat yang sama yaitu “Dengan peraturan pemerintah penjualan lelang dapat dibebaskan dari campur tangan juru lelang”. Pasal 2 LN. 1908 No.189 memberikan hak pada juru lelang untuk menunjuk kuasa menggantikannya, dan perbuatannya itu tidak membuat batal lelang yang dilakukan.[1]
          Penentuan penjual lelang sangat penting sebab penjual lelanglah yang berhak menentukan syarat-syarat penjualan lelang (Pasal 200 ayat(1) HIR dan Pasal 1 b beserta Pasal 21 Peraturan Lelang) yaitu pejabat atau orang yang ditentukan undang-undang dan peraturan yang diberi kuasa mewakili pemilik untuk menjual lelang suatu barang . Pada eksekusi penjualan lelang menurut pasal 195, 196 dan 197 ayat(1), serta 224 HIR  pihak penjual lelang adalah Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Negeri. Dengan kata lain undang-undang memberi kuasa kepada Ketua Pengadilan Negeri menjual lelang barang harta kekayaan termohon, guna memenuhi pembayaran kepada pihak pemohon. Sedang menurut Pasal 4 dan 5 UU No. 49 Prp tahun 1960 PUPN bertindak sebagai penjual mewakili pihak debitur.[2][3]
E.3.2. TATA CARA PENGAJUAN  LELANG
          Pasal 5 kalimat pertama Peraturan lelang menyatakan “Seorang yang bermaksud mengadakan penjualan di muka umum memberitahukan hal itu kepada juru lelang, dan dalam pemberitahuan itu disebutkan kapan hari penjualan ingin dilakukan”. Kalimat kedua pasal 5 diatas menegaskan bahwa permintaan lelang yang diterima kantor lelang ditulis dalam daftar sehingga yang berkepentingan dapat melihat hal-hal sehubungan dengan permintaan lelang, tujuannya selain memenuhi fungsi administratif juga memberi kesempatan bagi pihak yang berkepentingan melihat dan meneliti suratsuratyang bersangkutan. Kalimat ketiga pasal yang sama menyatakan bahwa pada prinsipnya kantor lelang terikat pada hari yang ditentukan oleh peminta lelang sepanjang hal itu sesuai dengan aturan khusus yang dikeluarkan Menteri Keuangan.
          Dokumen yang harus disampaikan ke Kantor Lelang untuk melaksanakan pelelangan berdasarkan grosse akta hak tanggungan adalah :
·         Surat permintaan lelang
·         Sertifikat Hak Tanggungan
·         Somasi(Peringatan) min. 30 hari sebelum pelelangan
·         Syarat penjualan lelang dari penjual
·         Grosse Akta Hak Tanggungan
·         Sertifikat Tanah
·         Pengumuman lelang 2 kali 15 hari di surat kabar
·         Jumlah rincian hutang

          Pasal 7 Peraturan Lelang menegaskan bahwa juru lelang tidak berwenang menolak permintaan lelang sepanjang permintaan masih meliputi kawasan daerah hukum kantor lelang yang bersangkutan.
          Pasal 200 ayat (4) HIR memberikan hak kepada pihak tereksekusi dalam hal ini debitur untuk mengatur urutan penjualan barang yang akan dijual, tetapi hak yang diberikan  hanya sebatas itu saja.
          Yang berhak menentukan syarat-syarat lelang adalah penjual lelang yaitu Pengadilan Negeri tetapi pemberian syarat itu dibatasi oleh Tambahan Lembaran Negara No. 4299 yaitu, harus berpedoman dan tidak boleh menyimpang dari ketentuan Peraturan Lelang. Hak Penjual Lelang selain menentukan syarat penjualan adalah menentukan cara pelelangan dan mengubah cara pelelangan terhadap barang yang telah dilelang, apabila penjual belum meluluskan penjualan lelang yang bersangkutan. Syarat-syarat lelang yang diatur dalam Peraturan Lelang No.189 tahun 1908 antara lain :
a)    Penawaran dilakukan melalui pendaftaran (pasal 9 alinea kedua) dengan menulis nama, pekerjaan dan harga penawaran dengan rupiah dan ditandatangani oleh yang bersangkutan ke kantor lelang setempat, akan tetapi ketentuan ini dapat disimpangi.
b)   Seorang peminat hanya dibolehkan mengajukan satu surat penawaran (pasal 9 alinea ketiga).
c)    Peminat menyetorkan panjar lebih dulu, sebagai tanda kesungguhannya secara lunas tunai dalam jangka waktu tertentu ke tempat penjual atau kantor lelang.
d)   Bila patokan harga terendah tidak tercapai, penjualan lelang ditunda dan akan diadakan pengumuman lelang lanjutan atas biaya debitur.
e)    Bila patokan harga terendah  tidak tercapai lelang dapat  dilanjutkan dengan penawaran langsung (terbuka dan lisan) secara  tawaran meningkat atau menurun dan  menyerahkan penetuan harga yang patut pada pihak penjual.
f)     Pembayaran dengan tunai, sesuai pasal 22 Jo.Pasal 29 Peraturan Lelang, berdasarkan praktek diberi batas waktu 24 jam.
          Agar syarat penjualan lelang yang sah secara materil mengikat dan sah secara formal maka,syarat lelang yang bersangkutan harus dilampirkan padasurat permohonan  lelang ke kantor lelang dan syarat lelang harus terbuka untuk umum.
          Harga patokan terendah adalah harga  yang dianggap sesuai dengan nilai barang yang ditentukan lebih dahulu (minimal 3 hari sebelum lelang) oleh   pengawas Kantor Lelang Negara (Pasal 9 alinea pertama) berdasarkan kepatutan, keadaan atau kondisi  barang yang hendak dilelang, faktor ekonomis. Disamping itu tujuannya adalah sebagai indikator harga penjualan lelang yang dapat disetujui dan dibenarkan. Tidak adanya patokan harga terendah tidak menyebabkan lelang menjadi batal, lelang yang telah dilakukan adalah sah  demi melindungi kepentingan pembeli lelang yang beritikad baik.
          Pembocoran patokan harga terendah kepada pihak lain (Pihak penjual, pemohon atau termohon lelang) dari pengawas kantor lelang mengakibatkan penjualan lelang batal.
          Pengumuman lelang merupakan syarat formal penjualan lelang, tidak terpenuhinya syarat ini menyebabkan lelang batal demi hukum. Kantor lelang terlebih dahulu akan melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan atas dokumen-dokumen tanah yang akan dilelang dengan meminta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), selanjutnya Kantor Lelang mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri mengenai tanggal pelaksanaan lelang.[4]
          Pengumuman lelang benda bergerak diatur dalam Pasal 200 ayat (6) HIR, yaitu jumlah Pengumuman tidak ditentukan, dilakukan pada waktunya maksudnya adalah dapat dilakukan sesaat setelah sita eksekusi atau mulai aanmaning bila benda tersebut sudah disita jaminan, pengumuman dilakukan menurut kebiasaan setempat, akan tetapi perlu diingat bahwa penjualan lelang paling cepat delapan hari dari tanggal penyitaan barang.
          Pengumuman dan penjualan barang yang tidak bergerak diatur dalam Pasal 200 ayat (9) HIR hanya satu kali melalui surat kabar selambat-lambatnya 14 hari sebelum hari penjualan. Sedangkan Pasal 200 ayat (7) dikatakan pengumuman penjualan lelang barang yang bergerak jila bersamaan serentak dengan barang yang tidak bergerak mesti dilakukan 2 kali berturut-turut dengan selang minimum 15 hari.
          tetapi dalam praktek Pengadilan Negeri menghendaki pengumuman lelang untuk benda tidak bergerak dilakukan 2 kali dengan selang 15 hari melalui surat kabar, dan pelaksanaan penjualan lelang sendiri baru bisa dilaksanakan 14  hari setelah pengumuman  kedua.
          Bentuk penawaran lelang yang ada dan biasa digunakan penawaran tertulis, ditulis dalam bahasa Indonesia, dengan huruf latin, memuat dengan jelas identitas  penawar (nama, pekerjaan, tempat tinggal), ditandatangani penawar. Apabila patokan harga terendah belum tercapai penawaran dilanjutkan dengan penawaran lisan dengan syarat yang ditetapkan penjual.[5]
          Lelang dilaksanakan di Kantor Pengadilan Negeri, Kantor Lelang Negera atau di Lokasi tanah dan dipimpin oleh Panitera Kepala Pengadilan Negeri didampingi oleh Pejabat Kantor Lelang.
          Pengaturan risalah lelang terdapat dalam Pasal 35 Peraturan Lelang. Yang dimaksud dengan risalah lelang adalah sama artinya dengan “berita acara’ Lelang, yang merupakan landasan otentik penjualan lelang, tanpa risalah lelang, lelang yang dilakukan dianggap tidak sah. Risalah lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang.
          Yang membuat risalah lelang adalah juru lelang. Pola rincian isi risalah lelang telah diatur dalam pasal 37 Peraturan Lelang, yaitu terdiri dari :
A. Bagian Kepala, yang terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.


6.
7.


8.
Tanggal, bulan dan tahun “dengan huruf”
Nama kecil juru lelang atau  kuasanya
Nama tempat kedudukan juru lelang atau kuasanya
Nama kecil pemohon eksekusi,pekerjaan dan  tempat kediamannya
Nama atau kedudukan pihak penjual,dan atas dasar apa serta atas nama siapa penjualan lelang dilakukan, serta uraian tentang keyakinan juru lelang bahwa pihak penjual memang berhak untuk menjualnya
Tempat di mana penjualan dilangsungkan
Keterangan secara umum sifat barang yang hendak dilelang, khusus untuk benda tidak bergerak disebutkan lokasi, batas, dan status hak kepemilikannya sesuai bukti kepemilikannya
Uraian tentang syarat penjualan lelang yang ditentukan oleh pihak penjual



B.Bagian Badan, terdiri dari :
1.
2.


3.
Uraian jalannya pelelangan
Nama, pekerjaan dan tempat tinggal pembeli lelang (tempat penjualan lelang  apabila pembeli tidak tetap tempat kediamannya)
Besarnya harga penjualan lelang dengan angka dengan penjelsana bahwa harga itu sesuai atau tidak dengan patokan harga yang diatur Pasal 9

C. Bagian Kaki, terdiri dari :
1.
2.
Menyebutkan jumlah barang yang laku (terjual)
Menyebut sisa barang yang ada

          Bila pembeli bertindak untuk dan atas nama kuasa maka surat kuasanya dilampirkan dan dicatat dalam berita acara, sedang bila pemberian kuasa itu secara lisan maka diterangkan dalam berita acara.
          Penandatanganan risalah lelang berdasarkan pasal 38 Peraturan Lelang ada dua cara yaitu :
1.    Penandatanganan setiap lembar oleh juru lelang yang bersangkutan (Pasal 28 ayat(1)), bila tidak dilakukan penjualan lelang dapat dibatalkan.
2.    Agar risalah lelang sempurna sebagai akta otentik, selain ketentuan diatas pada bagian akhir risalah lelang harus ditandatangani oleh  juru lelang dan pihak penjual. Ketidak  hadiran pihak penjual tidak mengakibatkan lelang tertunda, cukup dicatat dalam risalah lelang sebagai ganti tanda tangan pihak penjual yang tidak hadir.[6]
          Pembeli dianggap sungguh-sungguh telah mengetahui apa  yang telah ditawar, beli olehnya. Apabila terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan ia tidak dapat menarik diri kembali setelah pembeliannya disahkan dan melepaskannya semua hak untuk meminta ganti kerugian apapun. Pembeli juga tidak boleh menguasai  barang yang dibelinya sebelum ia melunasi uang pembelian yang terdiri dari harga pokok, bea lelang dan uang miskin.[7]



[1] ibid.,103
[2] ibid.,hal 107
[3] Op.cit., Djazuli Bachar, hal 64
[4] Thomas E. Tampubolon, SH, Masalah Eksekusi Lelang Dalam PraktekBusiness Dinner Meeting AAI, Hotel Grand Hyatt, Jakarta, 3 Juli 1993.
[5] Op.cit. M. Yahya H., hal102-162.
[6] ibid,hal 189
[7] Bahan Rapat KerjaNasional Mahkamah Agung RI, Loc.cit., hal 44

Tidak ada komentar:

Posting Komentar