Sungguh tak terbayangkan bila 44 kilogram sabu
lolos dan masuk pasar gelap narkoba. Ribuan anak muda akan kena jerat narkoba
dan bisa jadi mati sia-sia. Hukuman berat pantas buat pengedar dan bandar.
==========
Jelas terasa, narkotika telah membawa kerusakan di muka
bumi. Setidaknya membawa kerusakan generasi muda yang kehilangan harapan.
Banyak orang berharap pengedara, apalagi
sekelas Bandar, dijatuhi hukuman mati. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat punya pertimbangan tersendiri mengapa menjatuhkan vonis penjara seumur
hidup warga negara Nigeria bernama Ikechukwu Vitus yang terbukti terlibat
peredaran narkotika jenis sabu 44 kilogram.
Pada sidang putusan yang digelar di PN Jakarta Pusat, Selasa
(29/3), Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan menyatakan WN Nigeria melakukan
perbuatan melawan hukum serta melawan program pemerintahan Republik Indonesia
dalam pemberantasan narkotika.
Selain itu, masih menurut pertimbangan putusan, Ikechukwu
juga dianggap merusak generasi muda Indonesia. Pertimbangan memberatkan
lainnya, Ikechukwu juga memberikan keterangan berbelit dan tidak jujur selama
persidangan. Tidak ada pertimbangan meringankan dalam putusan yang diketok
Majelis Hakim.
Vonis kepada terdakwa lebih rendah dengan tuntutan jaksa
penuntut umum. Pada sidang tanggal 15 Maret lalu, jaksa penuntut umum berkeyakinan Ikechukwu
menjadi otak dalam penyelundupan sabu seberat 44 Kg dan pantas dijerat dengan
pasal 114 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan alasan itu, jaksa
meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman mati.
Mendengar tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa, Ikechukwu
merasa keberatan. Sedangkan dua rekan Ikechukwu, yakni Karyati dan Lianah, dituntut
seumur hidup.
"Tuntutan hukuman yang diajukan oleh terlalu
berat," kata kuasa hukum Vitus bernama Rotua Monica membacakan pembelaan
(pledoi) dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa (15/3) malam.
Rotua merasa keberatan hidup Ikechukwu harus diakhiri dengan
hukuman mati di hadapan regu tembak setelah putusan tersebut berkekuatan tetap.
Penyesalan juga diungkapkan oleh Ikechukwu dalam persidangan.
"Saya minta maaf perbuatan saya melawan hukum. Saya
awalnya datang ke sini untuk berbisnis tapi berubah. Saya meminta ampunan atas
tindakan saya. Saya mohon agar dikurangi hukumannya," ujar Ikechukwu
memohon kepada majelis hakim yang diketuai Sinung Hermawan. Sepanjang sidang, Ikechukwu
terus menundukan kepalanya.
Selain Ikechukwu, Lianah juga meminta majelis hakim untuk
memberikan keringanan hukuman. Pertimbangannya, Lianah tidak menikmati uang
hasil kejahatan seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan memiliki
tanggungan keluarga. "Terdakwa adalah korban dari salah dalam pergaulan
dan pertemanan dalam menjalani hidup dan kehidupan ini," pinta Rotua.
Tuntutan mati itu diberikan karena Ikechukwu dianggap
sebagai otak dari penyelundupan sabu 44 Kg. Sedangkan dua rekan Ikechukwu,
yakni Karyati dan Lianah, dituntut seumur hidup karena keduanya dianggap hanya
menerima barang sabu dan dijanjikan mendapatkan Rp 15 juta bila transaksi
berhasil.
Dua orang itu juga membantu mengungkap peredaran narkoba
kelompok Ikechukwu. Alhasil, jaksa menjerat WN Nigeria tersebut dan Lianah
dengan Pasal 114 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sidang selanjutnya
dengan agenda putusan pada Selasa (29/3) mendatang.
Permintaan Ikechukwu pun direspon majelis hakim. Dalam
siding putusan yang digelar Selasa (29/3), majelis hakim menjatuhkan putusan
penjara seumur umur buat warga negara Nigeria tersebut. Ikechukwu masih bisa
bernafas lega dan menimbang untuk mengajukan banding.
Kasus ini bermula pada Juni 2015, saat Ikechukwu mendapat
perintah dari seseorang bernama Ekbere (DPO) di Johar Baru, Jakarta Pusat.
Setelah itu Ikechukwu meminta Lianah untuk mencari kendaraan. Selanjutnya,
kedua orang itu disuruh menuju Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat, untuk
mengambil sabu seberat 44 Kg. Sedangkan peranan Karyati adalah mengatur
keuangan.
Upaya Ikechukwu membawa sabu seberat 44 kilogram langsung terhenti
karena petugas Polda Metro Jaya sudah membuntuti kartel tersebut. Ikechukwu
ditangkap di tempat kosnya dan dua rekannya ditangkap di tempat terpisah.
Nasib Ikechukwu masih lebih baik dibandingkan dengan
rekannnya sesama warga Nigeria Eze Chebastine Chibueze alias Morris. Dalam
sidang putusan di PN Jaksel pada 15 Maret 2016, Morris divonis dengan hukuman
mati. Masih dari kasus Morris, satu terdakwa lainnya, Debora yang WNI, divonis
dengan hukuman penjara seumur hidup.
Kasus ini terjadi sekitar Juni 2015. Keduanya ditangkap di ekspedisi
cls-cargo rumah kano Bandengan Megah No.B49, Jalan Bandengan Utara, Penjaringan
Jakarta Utara, sekitar pukul 10.00 WIB, Selasa, 16 Juni 2015.
Kedua pelaku, Morris dan Debora, ditangkap karena diduga
mengedarkan narkotika jenis sabu. Keduanya mempunyai peran penting dalam
penerimaan paket kiriman alat refleksi sebanyak 27 buah yang masing-masing diisi
sabu dengan berat 1 kilogram, sehingga total berat narkotik jenis sabu semuanya
27 kilogram. Kedua tedakwa tersebut divonis karena telah secara sah dan
meyakinkan melanggar pasal 114 ayat 2 juncto pasal 132 ayat 1 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 35 / 2009 tentang Narkotika.
Tak mudah melihat mengapa pengedar 44 kilogram sabu divonis
lebih ringan dibandingkan pengedar 27 kilogram sabu. Hanya sang hakim yang tahu
pertimbangannya. (BN)
Boks:
Sulitnya Bongkar Narkoba Jaringan Nigeria
Kepolisian Metro Kota Tangerang mengejar pengedar Narkoba
jaringan Nigeria. Polisi tinggal menangkap seseorang yang bekerja sebagai
operasional dan pelaku utama dari jaringan tersebut.
"Sedikit banyak kita sudah ketahui tentang jaringan
tersebut," terang Kapolrestro Kota Tangerang Kombes Agus Pranoto melalui
Kasat Narkoba Polrestro Tangerang, AKBP Juang Andi Prianto, di Tangerang, akhir
Januari lalu.
Meski demikian Juang mengaku sulit untuk membongkar jaringan
asal negara bekulit gelap tersebut. Akunya, jaringan tersebut kini semakin
rapih dalam beroperasi.
Jelasnya, mereka kerap datang ke Indonesia sebagai pedagang
ataupun berkedok pelajar. Bahkan, aku Juang, ada yang sampai mendapat gelar doktor
di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
"Dia paham hukum di sini dan itu yang membuat kami
sulit untuk menangkapnya selain karena kurang barang bukti," aku Juang
seperti dilansir www.republika.co.id.
Selain itu, terang Juang, kebanyakan dari bandar ataupun
pengedar narkoba jaringan Nigeria itu kerap menggunakan warga negara Indonesia
untuk melancarkan aksi mereka. "Alasannya beragam, tapi kebanyakan faktor
ekonomi," terang Juang.
Juang mengatakan wanita asal Indonesia tersebut kerap
beroperasi sebagai kurir dan pengedar. Katanya, mereka juga berasal dari
beragam kalangan.
Memanfaatkan faktor ekonomi tersebut, kata Juang, WN Nigeria
kerap menyasar janda, TKW hingga ibu-ibu rumah tangga. Modusnya beragam, ada
yang mulai dari meacari, hingga memberikan upah kepada janda, TKW atau ibu
rumah tangga.
"Sampe pacaran itu juga ekonomi. masa ama orang item
aja mau kalo gak karena duit apa lagi?" terangnya sambil tertawa. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar