April 03, 2016

Bawa 44 Kg Sabu, Cukup Penjara Seumur Hidup




 Sungguh tak terbayangkan bila 44 kilogram sabu lolos dan masuk pasar gelap narkoba. Ribuan anak muda akan kena jerat narkoba dan bisa jadi mati sia-sia. Hukuman berat pantas buat pengedar dan bandar.
==========

Jelas terasa, narkotika telah membawa kerusakan di muka bumi. Setidaknya membawa kerusakan generasi muda yang kehilangan harapan. Banyak orang berharap pengedara,  apalagi sekelas Bandar, dijatuhi hukuman mati. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat punya pertimbangan tersendiri mengapa menjatuhkan vonis penjara seumur hidup warga negara Nigeria bernama Ikechukwu Vitus yang terbukti terlibat peredaran narkotika jenis sabu 44 kilogram.

Pada sidang putusan yang digelar di PN Jakarta Pusat, Selasa (29/3), Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan menyatakan WN Nigeria melakukan perbuatan melawan hukum serta melawan program pemerintahan Republik Indonesia dalam pemberantasan narkotika.

Selain itu, masih menurut pertimbangan putusan, Ikechukwu juga dianggap merusak generasi muda Indonesia. Pertimbangan memberatkan lainnya, Ikechukwu juga memberikan keterangan berbelit dan tidak jujur selama persidangan. Tidak ada pertimbangan meringankan dalam putusan yang diketok Majelis Hakim.

Vonis kepada terdakwa lebih rendah dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Pada sidang tanggal 15 Maret lalu,  jaksa penuntut umum berkeyakinan Ikechukwu menjadi otak dalam penyelundupan sabu seberat 44 Kg dan pantas dijerat dengan pasal 114 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan alasan itu, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman mati. 

Mendengar tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa, Ikechukwu merasa keberatan. Sedangkan dua rekan Ikechukwu, yakni Karyati dan Lianah, dituntut seumur hidup.

"Tuntutan hukuman yang diajukan oleh terlalu berat," kata kuasa hukum Vitus bernama Rotua Monica membacakan pembelaan (pledoi) dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa (15/3) malam.

Rotua merasa keberatan hidup Ikechukwu harus diakhiri dengan hukuman mati di hadapan regu tembak setelah putusan tersebut berkekuatan tetap. Penyesalan juga diungkapkan oleh Ikechukwu dalam persidangan. 

"Saya minta maaf perbuatan saya melawan hukum. Saya awalnya datang ke sini untuk berbisnis tapi berubah. Saya meminta ampunan atas tindakan saya. Saya mohon agar dikurangi hukumannya," ujar Ikechukwu memohon kepada majelis hakim yang diketuai Sinung Hermawan. Sepanjang sidang, Ikechukwu terus menundukan kepalanya.

Selain Ikechukwu, Lianah juga meminta majelis hakim untuk memberikan keringanan hukuman. Pertimbangannya, Lianah tidak menikmati uang hasil kejahatan seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan memiliki tanggungan keluarga. "Terdakwa adalah korban dari salah dalam pergaulan dan pertemanan dalam menjalani hidup dan kehidupan ini," pinta Rotua.

Tuntutan mati itu diberikan karena Ikechukwu dianggap sebagai otak dari penyelundupan sabu 44 Kg. Sedangkan dua rekan Ikechukwu, yakni Karyati dan Lianah, dituntut seumur hidup karena keduanya dianggap hanya menerima barang sabu dan dijanjikan mendapatkan Rp 15 juta bila transaksi berhasil.

Dua orang itu juga membantu mengungkap peredaran narkoba kelompok Ikechukwu. Alhasil, jaksa menjerat WN Nigeria tersebut dan Lianah dengan Pasal 114 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sidang selanjutnya dengan agenda putusan pada Selasa (29/3) mendatang.

Permintaan Ikechukwu pun direspon majelis hakim. Dalam siding putusan yang digelar Selasa (29/3), majelis hakim menjatuhkan putusan penjara seumur umur buat warga negara Nigeria tersebut. Ikechukwu masih bisa bernafas lega dan menimbang untuk mengajukan banding. 

Kasus ini bermula pada Juni 2015, saat Ikechukwu mendapat perintah dari seseorang bernama Ekbere (DPO) di Johar Baru, Jakarta Pusat. Setelah itu Ikechukwu meminta Lianah untuk mencari kendaraan. Selanjutnya, kedua orang itu disuruh menuju Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat, untuk mengambil sabu seberat 44 Kg. Sedangkan peranan Karyati adalah mengatur keuangan.

Upaya Ikechukwu membawa sabu seberat 44 kilogram langsung terhenti karena petugas Polda Metro Jaya sudah membuntuti kartel tersebut. Ikechukwu ditangkap di tempat kosnya dan dua rekannya ditangkap di tempat terpisah.

Nasib Ikechukwu masih lebih baik dibandingkan dengan rekannnya sesama warga Nigeria Eze Chebastine Chibueze alias Morris. Dalam sidang putusan di PN Jaksel pada 15 Maret 2016, Morris divonis dengan hukuman mati. Masih dari kasus Morris, satu terdakwa lainnya, Debora yang WNI, divonis dengan hukuman penjara seumur hidup.

Kasus ini terjadi sekitar Juni 2015. Keduanya ditangkap di ekspedisi cls-cargo rumah kano Bandengan Megah No.B49, Jalan Bandengan Utara, Penjaringan Jakarta Utara, sekitar pukul 10.00 WIB, Selasa, 16 Juni 2015.

Kedua pelaku, Morris dan Debora, ditangkap karena diduga mengedarkan narkotika jenis sabu. Keduanya mempunyai peran penting dalam penerimaan paket kiriman alat refleksi sebanyak 27 buah yang masing-masing diisi sabu dengan berat 1 kilogram, sehingga total berat narkotik jenis sabu semuanya 27 kilogram. Kedua tedakwa tersebut divonis karena telah secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 114 ayat 2 juncto pasal 132 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 / 2009 tentang Narkotika.

Tak mudah melihat mengapa pengedar 44 kilogram sabu divonis lebih ringan dibandingkan pengedar 27 kilogram sabu. Hanya sang hakim yang tahu pertimbangannya. (BN)



Boks:
Sulitnya Bongkar Narkoba Jaringan Nigeria


Kepolisian Metro Kota Tangerang mengejar pengedar Narkoba jaringan Nigeria. Polisi tinggal menangkap seseorang yang bekerja sebagai operasional dan pelaku utama dari jaringan tersebut.

"Sedikit banyak kita sudah ketahui tentang jaringan tersebut," terang Kapolrestro Kota Tangerang Kombes Agus Pranoto melalui Kasat Narkoba Polrestro Tangerang, AKBP Juang Andi Prianto, di Tangerang, akhir Januari lalu.

Meski demikian Juang mengaku sulit untuk membongkar jaringan asal negara bekulit gelap tersebut. Akunya, jaringan tersebut kini semakin rapih dalam beroperasi.

Jelasnya, mereka kerap datang ke Indonesia sebagai pedagang ataupun berkedok pelajar. Bahkan, aku Juang, ada yang sampai mendapat gelar doktor di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.

"Dia paham hukum di sini dan itu yang membuat kami sulit untuk menangkapnya selain karena kurang barang bukti," aku Juang seperti dilansir www.republika.co.id.

Selain itu, terang Juang, kebanyakan dari bandar ataupun pengedar narkoba jaringan Nigeria itu kerap menggunakan warga negara Indonesia untuk melancarkan aksi mereka. "Alasannya beragam, tapi kebanyakan faktor ekonomi," terang Juang.

Juang mengatakan wanita asal Indonesia tersebut kerap beroperasi sebagai kurir dan pengedar. Katanya, mereka juga berasal dari beragam kalangan.

Memanfaatkan faktor ekonomi tersebut, kata Juang, WN Nigeria kerap menyasar janda, TKW hingga ibu-ibu rumah tangga. Modusnya beragam, ada yang mulai dari meacari, hingga memberikan upah kepada janda, TKW atau ibu rumah tangga.

"Sampe pacaran itu juga ekonomi. masa ama orang item aja mau kalo gak karena duit apa lagi?" terangnya sambil tertawa. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar