Februari 14, 2016

Penculikan Anak Berujung Pembunuhan



Modusnya relatif sederhana, dengan mengimingi-imingi duit atau permen, untuk menarik anak yang sasaran penculikan. Ketika terendus dan digerebek polisi, tersangka tak segan-segan menghabisi si korban.
==================
Kasus penculikan dan tewasnya Jamaludin, bocah 7 tahun, tersingkap. Bocah asal Beji, Depok, itu hilang dan akhirnya ditemukan tewas di kamar mandi di sebuah rumah di Jalan Al Baidho RT 014/09 Nomor 62, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu (7/2) sekitar pukul 9.30. Tersangka mengarah pada JA alias Begeng, sang penghuni rumah.
Peristiwa hilang dan tewasnya Jamaludin bermula saat korban pulang sekolah. Sabtu, (6/2) sekira pukul 12.00 WIB. Menurut Kapolres Depok, Kombes Pol Dwiyono, tersangka mengiming-imingi korban uang Rp2 ribu agar mau diajak main ke rumahnya.
Orangtua korban lantas melaporkan hilangnya Jamaludin ke Polres Depok lantaran korban tidak kunjung pulang. Setelah mendapat laporan, aparat Polres Depok melakukan pencarian terhadap korban. Setelah ditelusuri, pencarian mengerucut ke rumah yang dihuni tersangka JA di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Korban ditemukan sudah tewas di rumah tersangka JA, Minggu (7/2) pagi. Tersangka JA alias Begeng membantah telah membunuh korban. "Saya hanya dititipin sama orang dan saya nggak kenal," aku Begeng, Minggu (7/2), sebagaimana dikutip Merdeka.com.
Begeng mengaku, pada hari Sabtu (6/2/2016) dia ditelepon orang tidak dikenal. Si penelepon mengaku tahu di mana Begeng berada. Bila tidak mengikuti keinginannya, Begeng mengaku diancam akan dibunuh.
Sabtu siang Begeng mengaku diminta menemui seseorang di belakang Kampus UI Depok. Kemudian dia membawa korban ke rumahnya di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Di rumah itu hanya ada dia dan korban. "Pas mendekati tengah malam, ada dua orang masuk dan saya nggak tahu dia (korban) diapain," ujar Begeng.
Begeng mengaku tidak begitu kenal dua orang itu. Dia membiarkan dua orang itu masuk ke dalam rumahnya. "Yang satu tinggi. Saya nggak tahu anak itu diapain di kamar saya," ujarnya menggambarkan.
Belakangan, kepada Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, tersangka Begeng mengaku menyekap kepala korban dengan bantal gara-gara panik didatangi polisi sekitar pukul 04.00, Minggu (7/2). "Tersangka panik saat polisi menggerebek rumahnya," kata Arist seperti dikutip Tempo.co.
Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda menilai Begeng telah berbohong. "Dia menutupi suatu rangkaian cerita," kata dia, Senin (8/2), seperti dilansir Merdeka.com.
Erlinda menduga motif pembunuhan ini lantaran tersangka merupakan seorang paedofil. Karena modus yang dilakukan sama dengan tersangka paedofil lainnya. Yakni dengan mengiming-iming uang dan mendekati korban secara perlahan. Namun untuk kepastian motifnya, tetap memang perlu dari laboratorium forensik dan visum. "Dari situ kelihatan apakah ada perilaku menyimpang atau tidak," kata dia.
Keluarga korban, Tuti Ningsih, meminta tersangka dihukum berat. "Hukuman mati. Nyawa dibayar nyawa," ucapnya sebagaimana dinukil dari Tempo.co.
Erlinda mendukung sanksi berat buat tersangka. Kejahatan berat seperti paedofilia, pelaku layak dihukum berat seperti kebiri dan hukuman mati. Menurutnya, hukuman kebiri itu bisa mencegah para paedofil memangsa anak-anak. Selain itu, hukuman mati pun bisa diberikan bagi mereka yang tega menghilangkan nyawa anak-anak.
"Hukuman mati dan kebiri bisa diberikan. KPAI mendukung itu," tuturnya sepeti dikutip Tempo.co. Menurut Erlinda, wacana hukuman berat ini berhasil menekan kasus paedofilia. KPAI mencatat, pada 2013, jumlah kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak mencapai 566 kasus. Tahun berikutnya jumlahnya melonjak hingga 1.267 kasus. Setelah ada wacana kebiri, kasus pelecehan seksual terhadap anak menurun drastis pada 2015, yakni 900 kasus.
Kepolisian Resor Kota Depok telah menangkap tersangka JA alias Begeng (35). Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal mengatakan JA ditangkap di rumahnya di kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.
Iqbal mengatakan, saat dilakukan penggeledahan, polisi mendapati korban J tergeletak di dalam kamar mandi rumah JA dalam kondisi tidak bernyawa. Dia menduga, J tewas usai di sodomi oleh tersangka setelah sebelumnya diculik di Beji, Depok. "Korbannya disodomi lalu dibunuh," ujarnya.
Lebih lanjut, Iqbal mengatakan polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara dan memeriksa barang bukti yang ditemukan di TKP. Selain itu, tersangka JA terus diperiksa secara intensif oleh penyidik untuk mengetahui motif di balik penculikan dan pembunuhan tersebut.
Setelah diotopsi di RS Polri Kramat Jati, jenazah  Jamaludin (7 tahun) dimakamkan di tempat pemakaman umum Tanjung Kamuning, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu (7/2) malam. Jenazah yang diantar menggunakan mobil ambulance itu disambut isak tangis oleh sanak-keluarganya. Bibi almarhum, Sumiati, mengatakan dirinya pernah mengurus korban di Garut sebelum masuk SD. Lalu Jamaludin dibawa orang-tuanya yang tinggal di Kota Depok.
Menurut Sumiati, semasa kecilnya Jamaludin merupakan anak yang baik, berbeda dengan anak-anak lain seusianya. "Anak itu lucu, anak yang baik, tidak seperti anak-anak lain," katanya.
Paman almarhum, Oding (54) mengatakan baru mengetahui keponakannya meninggal, Ahad siang dari media massa. Selanjutnya dia menanyakan kepada keluarga korban di Depok terkait kebenaran informasi di media massa, namun tidak ada kabarnya.  "Keluarga di Depok tidak memberi kabar kalau korban diculik," ujar dia.
Polisi terus mendalami motif penculikan yang berujung pada pembunuhan yang menimpang anak kelas SD, Jamaludin, ini. Apapun motifnya, anak-anak mesti dilindungi dari berbagai tindak kriminal yang terus mengintai sewaktu-waktu. (BN)

Boks:
Ada Faktor Psikologis Pelaku Menculik Anak
Merespon kasus penculikan dan pembunuhan yang menimpa Jamaludin, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mendatangi Polres Depok. Dari hasil pertemuannya dengan polisi, Arist menyebut telah melakukan koordinasi dengan Polres Depok untuk membantu mengusut tuntas kasus tersebut.
"Kami telah sepakat agar kasus ini terang benderang masih dibutuhkan tim psikologi forensik dalam kasus ini," ujar Arist di Mapolres Depok, Senin (8/2).
Arist melanjutkan, selain akan mendatangkan tim psikologi forensik, pihaknya juga akan mendatangkan psikolog rumah tangga karena menurut dia dalam kasus ini pelaku melakukan hal tersebut ada latar belakang problem rumah tangga.
"JA (pelaku) sebelumnya sudah menikah, tapi sekarang sudah cerai dan dia juga punya anak satu. Maret besok dia berencana mau nikah lagi," katanya.
Menurut Arist, pihak kepolisian masih membutuhkan waktu untuk mengembangkan penyelidikan kasus penculikan dan pembunuhan yang dilakukan JA (35) terhadap seorang anak di Depok. Sebab itu, Komnas PA akan menerjunkan tenaga ahli dalam penyelidikan kasus ini untuk mencari bukti petunjuk dan melengkapi data-data dari keterangan pelaku.  (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar