Modusnya
relatif sederhana, dengan mengimingi-imingi duit atau permen, untuk menarik
anak yang sasaran penculikan. Ketika terendus dan digerebek polisi, tersangka
tak segan-segan menghabisi si korban.
==================
Kasus penculikan dan tewasnya Jamaludin, bocah
7 tahun, tersingkap. Bocah asal Beji, Depok, itu hilang dan akhirnya ditemukan
tewas di kamar mandi di sebuah rumah di Jalan Al Baidho RT 014/09 Nomor 62,
Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu (7/2) sekitar pukul 9.30. Tersangka
mengarah pada JA alias Begeng, sang penghuni rumah.
Peristiwa hilang dan tewasnya Jamaludin
bermula saat korban pulang sekolah. Sabtu, (6/2) sekira pukul 12.00 WIB.
Menurut Kapolres Depok, Kombes Pol Dwiyono, tersangka mengiming-imingi korban
uang Rp2 ribu agar mau diajak main ke rumahnya.
Orangtua korban lantas melaporkan hilangnya
Jamaludin ke Polres Depok lantaran korban tidak kunjung pulang. Setelah
mendapat laporan, aparat Polres Depok melakukan pencarian terhadap korban.
Setelah ditelusuri, pencarian mengerucut ke rumah yang dihuni tersangka JA di
kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Korban ditemukan sudah tewas di rumah
tersangka JA, Minggu (7/2) pagi. Tersangka JA alias Begeng membantah telah
membunuh korban. "Saya hanya dititipin
sama orang dan saya nggak kenal," aku Begeng, Minggu (7/2), sebagaimana
dikutip Merdeka.com.
Begeng mengaku, pada hari Sabtu (6/2/2016) dia
ditelepon orang tidak dikenal. Si penelepon mengaku tahu di mana Begeng berada.
Bila tidak mengikuti keinginannya, Begeng mengaku diancam akan dibunuh.
Sabtu siang Begeng mengaku diminta menemui
seseorang di belakang Kampus UI Depok. Kemudian dia membawa korban ke rumahnya
di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Di rumah itu hanya ada dia dan korban.
"Pas mendekati tengah malam, ada dua orang masuk dan saya nggak tahu dia
(korban) diapain," ujar Begeng.
Begeng mengaku tidak begitu kenal dua orang
itu. Dia membiarkan dua orang itu masuk ke dalam rumahnya. "Yang satu
tinggi. Saya nggak tahu anak itu diapain di kamar saya," ujarnya
menggambarkan.
Belakangan, kepada Ketua Komisi Nasional
Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, tersangka Begeng mengaku menyekap
kepala korban dengan bantal gara-gara panik didatangi polisi sekitar pukul
04.00, Minggu (7/2). "Tersangka panik saat polisi menggerebek
rumahnya," kata Arist seperti dikutip Tempo.co.
Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) Erlinda menilai Begeng telah berbohong. "Dia menutupi
suatu rangkaian cerita," kata dia, Senin (8/2), seperti dilansir Merdeka.com.
Erlinda menduga motif pembunuhan ini lantaran
tersangka merupakan seorang paedofil. Karena modus yang dilakukan sama dengan
tersangka paedofil lainnya. Yakni dengan mengiming-iming uang dan mendekati
korban secara perlahan. Namun untuk kepastian motifnya, tetap memang perlu dari
laboratorium forensik dan visum. "Dari situ kelihatan apakah ada perilaku
menyimpang atau tidak," kata dia.
Keluarga korban, Tuti Ningsih, meminta
tersangka dihukum berat. "Hukuman mati. Nyawa dibayar nyawa," ucapnya
sebagaimana dinukil dari Tempo.co.
Erlinda mendukung sanksi berat buat tersangka.
Kejahatan berat seperti paedofilia, pelaku layak dihukum berat seperti kebiri
dan hukuman mati. Menurutnya, hukuman kebiri itu bisa mencegah para paedofil
memangsa anak-anak. Selain itu, hukuman mati pun bisa diberikan bagi mereka
yang tega menghilangkan nyawa anak-anak.
"Hukuman mati dan kebiri bisa diberikan.
KPAI mendukung itu," tuturnya sepeti dikutip Tempo.co. Menurut Erlinda, wacana hukuman berat ini berhasil
menekan kasus paedofilia. KPAI mencatat, pada 2013, jumlah kekerasan dan
pelecehan seksual terhadap anak mencapai 566 kasus. Tahun berikutnya jumlahnya
melonjak hingga 1.267 kasus. Setelah ada wacana kebiri, kasus pelecehan seksual
terhadap anak menurun drastis pada 2015, yakni 900 kasus.
Kepolisian Resor Kota Depok telah menangkap
tersangka JA alias Begeng (35). Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro
Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal mengatakan JA ditangkap di rumahnya di
kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.
Iqbal mengatakan, saat dilakukan penggeledahan,
polisi mendapati korban J tergeletak di dalam kamar mandi rumah JA dalam
kondisi tidak bernyawa. Dia menduga, J tewas usai di sodomi oleh tersangka
setelah sebelumnya diculik di Beji, Depok. "Korbannya disodomi lalu
dibunuh," ujarnya.
Lebih lanjut, Iqbal mengatakan polisi telah
melakukan olah tempat kejadian perkara dan memeriksa barang bukti yang
ditemukan di TKP. Selain itu, tersangka JA terus diperiksa secara intensif oleh
penyidik untuk mengetahui motif di balik penculikan dan pembunuhan tersebut.
Setelah diotopsi di RS Polri Kramat Jati,
jenazah Jamaludin (7 tahun) dimakamkan
di tempat pemakaman umum Tanjung Kamuning, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu (7/2)
malam. Jenazah yang diantar menggunakan mobil ambulance itu disambut isak
tangis oleh sanak-keluarganya. Bibi almarhum, Sumiati, mengatakan dirinya pernah
mengurus korban di Garut sebelum masuk SD. Lalu Jamaludin dibawa orang-tuanya
yang tinggal di Kota Depok.
Menurut Sumiati, semasa kecilnya Jamaludin
merupakan anak yang baik, berbeda dengan anak-anak lain seusianya. "Anak
itu lucu, anak yang baik, tidak seperti anak-anak lain," katanya.
Paman almarhum, Oding (54) mengatakan baru
mengetahui keponakannya meninggal, Ahad siang dari media massa. Selanjutnya dia
menanyakan kepada keluarga korban di Depok terkait kebenaran informasi di media
massa, namun tidak ada kabarnya. "Keluarga
di Depok tidak memberi kabar kalau korban diculik," ujar dia.
Polisi terus mendalami motif penculikan yang
berujung pada pembunuhan yang menimpang anak kelas SD, Jamaludin, ini. Apapun
motifnya, anak-anak mesti dilindungi dari berbagai tindak kriminal yang terus
mengintai sewaktu-waktu. (BN)
Boks:
Ada
Faktor Psikologis Pelaku Menculik Anak
Merespon kasus penculikan dan pembunuhan yang
menimpa Jamaludin, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist
Merdeka Sirait mendatangi Polres Depok. Dari hasil pertemuannya dengan polisi,
Arist menyebut telah melakukan koordinasi dengan Polres Depok untuk membantu
mengusut tuntas kasus tersebut.
"Kami telah sepakat agar kasus ini terang
benderang masih dibutuhkan tim psikologi forensik dalam kasus ini," ujar
Arist di Mapolres Depok, Senin (8/2).
Arist melanjutkan, selain akan mendatangkan
tim psikologi forensik, pihaknya juga akan mendatangkan psikolog rumah tangga
karena menurut dia dalam kasus ini pelaku melakukan hal tersebut ada latar
belakang problem rumah tangga.
"JA (pelaku) sebelumnya sudah menikah,
tapi sekarang sudah cerai dan dia juga punya anak satu. Maret besok dia
berencana mau nikah lagi," katanya.
Menurut Arist, pihak kepolisian masih
membutuhkan waktu untuk mengembangkan penyelidikan kasus penculikan dan
pembunuhan yang dilakukan JA (35) terhadap seorang anak di Depok. Sebab itu,
Komnas PA akan menerjunkan tenaga ahli dalam penyelidikan kasus ini untuk
mencari bukti petunjuk dan melengkapi data-data dari keterangan pelaku. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar