Perseteruan antara bangsa Palestina dan bangsa
Israel terus berlangsung sepanjang waktu. Keduanya saling mempertahankan tempat
suci agama yang diyakininya.
===============
Bentrok antara warga dan pejuang Palestina dengan warga dan
aparat Israel nyaris tiada henti. Baik di Jalur Gaza, Tepi Barat, maupun
kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur. Rabu (14/10) pekan lalu sebanyak 40
warga Palestina dilaporkan terluka dalam konfrontasi terbaru. Puluhan warga
Palestina ini bentrok dengan pasukan Israel di gerbang utara kota Betlehem di
wilayah selatan Tepi Barat.
Menurut keterangan sumber-sumber medis Palestina, di antara
korban ada 12 orang yang terluka terkena peluru karet dan selebihnya mengalami
sesak nafas. Rata-rata korban luka ringan dan bisa diobati di lapangan.
Sebelumnya, massa dalam jumlah besar, mengiringi jenazah
Mu’taz Ibrahim Zawahirah, 27, asal kamp pengungsi Dahisyah di kota Betlehem.
Zawahirah gugur syahid pada Selasa (13/10/2015) dalam konfrontasi dengan
pasukan penjajah Israel di gerbang utara kota.
Radio Israel melaporkan, Rabu (14/10/2015), Israel telah
mengumumkan rencana untuk membangun sebuah “tembok keamanan” di sepanjang
perbatasan dengan Jalur Gaza. dilansir Worldbulletin
Menurut penyiar, tentara Israel berencana untuk mendirikan
penghalang sepanjang 65 kilometer dengan tujuan nyata untuk mencegah penyusupan
warga Palestina di Jalur Gaza ke permukiman Yahudi yang terletak di sisi Israel
dari perbatasan.
Langkah ini muncul di tengah serentetan kekerasan terbaru
yang dimulai pada bulan lalu ketika pemerintah Israel menutup Masjid Al-Aqsa
kompleks Yerusalem Timur, situs ketiga paling suci Islam, dengan melarang
laki-laki Muslim di bawah 50 tahun memasuki Masjid Al-Aqsa, sementara
memungkinkan bagi kelompok ekstremis pemukim Yahudi untuk memasuki situs dalam
jumlah besar.
Dalam gelombang kekerasan berikutnya yang masih berlangsung,
32 warga Palestina tewas oleh pasukan keamanan Israel, dengan 21 orang di Tepi
Barat dan 11 orang di Jalur Gaza. Ini terjadi hanya dalam jangka waktu satu
bulan saja.
Selama periode yang sama, sekitar 1.700 warga Palestina
telah terluka oleh tembakan Israel, menurut angka yang dirilis oleh Departemen
Kesehatan Palestina.
Israel terus berusaha memanaskan suasana dengan memberi
polisi kewenangan untuk menutup wilayah Yerusalem pada Rabu (14/10/15).
Pemerintah Israel mengerahkan tentara di jalan-jalan untuk melakukan penjagaan
terhadap protes yang dilakukan warga Palestina.
Setelah pertemuan kabinet, Perdana Mentri Benjamin Nethanyu
mengatakan, adanya penggusuran rumah terhadap warga Palestina yang melakukan
intifada pada pasukan Israel.
Tujuh warga Israel dan 30 warga Palestina, termasuk
anak-anak, jadi korban bentrokan selama dua pekan terakhir. Hal ini memicu
kemarahan warga Palestina, akibat dugaan adanya perluasan wilayah di kompleks
Al-Aqsa oleh umat Yahudi.
Israel mengklaim wilayah Yerusalem sebagai kekuasaan mereka,
sehingga mereka mengeluarkan peraturan untuk menutup kawasan tersebut.
Menurut Human Rights Wacth , hal ini dapat mengancam
kebebasan warga Palestina. Dikutip dari SaudiGazette pada Kamis
(15/10/15), sejak awal Oktober ini banyak bentrokan terjadi di kawasan
Palestina --khususnya di Yerusalem.
Clash yang terjadi sejak medio September lalu itu
memperlihatkan sesuatu yang lain. Akankah Intifada Ketiga meletus? Bahwa ada
yang lain pada peristiwa bentrok di Al Aqsa kali ini, disampaikan oleh pemimpin
perundingan damai Palestina, Saeb Erekat. "Rangkaian peristiwa ini
membangkitkan kenangan saya pada September 2000 lalu," katanya dalam
wawancara dengan sebuah stasiun radio Palestina, sebagaimana dikutip the
Guardian.
September 2000 adalah saat pecahnya Intifada Kedua. Intifada
Kedua dipicu kunjungan provokatif Ariel Sharon ke kawasan Masjid Al Aqsa (Haram
al-Sharif), tempat di mana Masjid al-Aqsa dan Masjid Kubah Batu (Domeof Rock)
berdiri, dan mendeklarasikan bahwa situs suci ketiga umat Islam —setelah Makkah
dan Madinah— akan berada di bawah kendali Israel untuk selama-lamanya.
Pernyataan itu memicu protes massif, bentrok berkepanjangan, hingga lima tahun
lamanya.
Kali ini, juga di bulan September, pecah bentrokan di Al
Aqsa. Bentrokan dipicu serangan polisi Israel ke kompleks Al Aqsa, pada Ahad
pagi, 13 September, pukul 06.45 waktu setempat, dengan alasan mengaman kan
kompleks tersebut. Sebab, warga Yahudi akan memasuki kompleks itu dalam
perayaan tahun baru (Rosh Hashnah), yang dimulai Ahad petang.
Selama ini, para pemimpin (rabi) Yahudi melarang orang-orang
Yahudi mengunjungi kompleks Al Aqsa, yang mereka klaim sebagai Kuil Gunung
(Temple Mount). Yaitu, tempat dulu berdiri Haikal Sulaiman, yang lokasinya
berada antara Masjid Al Aqsa dan Masjid Kubah Batu. Namun, kalangan garis keras
Yahudi, menentang larangan itu, dan pada Ahad pagi itu, mereka berencana masuk
kompleks Al Aqsa dengan kawalan ketat polisi.
Micky Rosenfeld, juru bicara polisi Israel, mengatakan
mereka menerima infor masi intelijen bahwa pada Ahad pagi itu ada kemungkinan
gangguan di Masjid Al-Aqsa yang akan melibatkan alat peledak serta lemparan
batu terhadap pengunjung Yahudi. Kehadiran para polisi Israel yang hendak
mengawal rombongan garis keras Yahudi itu membuat khawatir warga Palestina,
terhadap kemungkinan kompleks tersebut diambil alih.
Selama ini, orang Yahudi sebenarnya mendapat tempat
beribadah di kawasan Tembok Barat, yang juga dikenal dengan Tembok Ratapan.
Alhasil, masuknya mereka ke kompleks Baitul Maqdis untuk berdoa, merupakan
sebuah pelanggaran. Dan, kendati Yerusalem Timur telah dicaplok Israel sejak
1967, namun dunia internasional tak mengakuinya, dan sampai saat ini kompleks
Masjid Al Aqsa berada dalam status quo, dan dikelola Yayasan Wakaf milik
pemerintah Yordania.
Kehadiran para polisi Israel sejak pagi di sana, dan
kekhawatiran pengambilalihan kompleks suci tersebut, direspons oleh warga
Palestina yang berada di dalam masjid dan yang tinggal di sekitar Kota Tua
dengan demonstrasi, membakar ban, dan lemparan batu. Polisi Israel kemudian
menembakkan peluru karet, gas air mata, granat asap/kejut, hingga mengejar
mereka mengejar para pemuda Palestina ke dalam situs suci itu.
Mustafa Barghouti, sekretaris jenderal Palestine National
Initiative, mengatakan polisi Israel tidak jujur. "Polisi Israel berbohong,
dan mereka berbohong lagi. Saya pikir apa yang terjadi hari ini adalah tindakan
agresi dari tentara Israel," katanya seperti dikutip Aljazeera.
Polisi Israel kemudian membersihkan kawasan tersebut dari
Muslim, bahkan termasuk dari anggota Yayasan Wakaf yang mengelola Masjid Al
Aqsa, serta melarang Muslim memasukinya. "Ini pertama kalinya mereka
mengevakuasi semua penjaga," kata juru bicara Yayasan Wakaf, Firas
al-Dibs, kepada kantor berita AFP. Dia menambahkan dua orang terluka akibat peluru
karet. "Direktur Masjid Al Aqsa, Omar Kaswani, terluka dan ditahan,"
katanya.
Akibat peristiwa kekerasan di kompleks Al Aqsa ini, kawasan
Tepi Barat dan Yerusalem Timur, juga Jalur Gaza, menjadi tegang. Di kompleks
Masjid Al Aqsa, hingga pekan kedua Oktober, terjadi beberapa kali bentrok warga
dengan polisi, yang membuat ratusan warga Palestina terluka. Sementara di
kawasan lain di Yerusalem Timur dan Tepi Barat, bentrok terjadi antara warga
Palestina dengan polisi dan tentara Israel maupun warga sipil, yang diwarnai
rangkaian peristiwa penikaman.
Penikaman ini adalah peristiwa yang sangat menonjol.
Sejumlah warga sipil Israel tewas dan terluka akibat tikaman pisau, dan
sejumlah warga Palestina pun tewas ditembak dengan peluru tajam.
"Intifada Ketiga telah dimulai. Apa yang terjadi dengan
tempat suci kita? Apa yang terjadi dengan perempuan-perempuan di Al Aqsa,
kepada ibu dan saudari-saudari kita? Saya tidak percaya kita akan pasrah
dinista. Kita akan bangkit'." Demikian status facebook Muhammad Halabi,
beberapa jam sebelum melakukan penikaman, seperti dikutip Palwatch, sebuah LSM
yang khusus memantau media-media Palestina. Muhammad Halabi, pelajar Palestina
berusia 19 tahun, itu, menikam mati dua warga Yahudi di kawasan Kota Tua pada Sabtu
pekan lalu.
Apakah ini benar-benar telah mengarah ke Intifada Ketiga?
Banyak kalangan masih memperdebatkannya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar