ABSTRACT
05011115 Sektor perbankan berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan
mempunyai peranan yang strategis dalam kegiatan perekonomian yaitu
menghimpun dana dan menyalurkan kredit. Menurut Undang-undang Nomor
7/1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10/1998 tentang
Perbankan menegaskan perlu diperhatikan untuk melindungi dan mengamankan
dana masyarakat yang dikelola oleh Bank dan disalurkan dalam bentuk
kredit, berpedoman pada prinsip kehati-hatian, kreditur mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
utangnya. Apabila debitur tidak melunasi kredit, bank sebagai pemegang
Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual objek jaminan. Undang-undang
menunjuk bahwa lelang merupakan penjualan jaminan yang lebih baik,
karena pelelangan sangat aman dan menguntungkan. Permasalahan timbul
dalam prosedur lelang atas tanah misalnya mengenai pelaksanaan eksekusi
jaminan melalui lelang objek tanah dan upaya penyelesaian apabila
setelah pembelian lelang objek lelang tidak dapat dikosongkan. Untuk
menjawab hal tersebut, maka metode penelitian yang dilakukan adalah
suatu penelitian yang menggabungkan antara penelitian yuridis normatif
dan yuridis sosiologis bercirikan suatu studi kasus, dengan menggunakan
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui studi
lapangan dengan alat pengumpulan data pedoman wawancara dan pengamatan,
sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data
dianalisis secara kualitatif yang ditulis seeara deskriptif analisis.
Pelaksanaan eksekusi jaminan melalui lelang atas tanah memerlukan Surat
Keterangan mengenai status tanah yang hendak dijadikan objek lelang.
Berdasarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang diterbitkan
oleh kantor Pertanahan atas permintaan Kantor Lelang akan dapat
diketahui mengenai keadaan tanah yang dijadikan objek lelang baik data
fisik maupun data yuridis sesuai dengan apa yang tercatat dalam surat
keterangan tersebut. Kesulitan mengenai penguasaan objek lelang eksekusi
dari pihak pembeli sebenarnya kesalahan dari pihak penjual karena
tidak. Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara. Dosen Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara. Banking sector functions as financial
intermediary institution and therefore has a strategic role to play ini
economic activities, that is, to rise funds and lend credits. According
to Law NO.7/1992 as amended by Law No. 10/1998 on Banking it needs to
protect and secure those public funds which banks manage and lend ini
form of credits, based on the principles of caution and on assurance
that the debtor are reliable and capable of repaying their loads. In
case a debtor fails to repay his or her credits, a bank as the holder of
Right of Collateral has a right to sell the collateral object. The Law
stipulate that auction is a preferred collateral selling method, because
it IS highly safe and profitable. A problem arise on a land auction
procedure, as on the execution of a collateral by land collateral
auction and solution in case the land carmot be cleared after being
aucted. To answer those question, this research used the combination of
normative juridical and sociological juridical research with the
characteristic of case study. Furtheremore, this research used the
primary and secondary data. Primary data was obtained through field
study using the interview guidance and observation as data collecting
tools, whereas the secondary data was obtained through library research.
Data was analyzed qualitatively and presented by descriptive analytic.
The implementation of guarantee execution through auction on land calls
for identification papers about the land status that would be made as an
auction object. Based on "Surat Keterangan Pendaftaran Tanah" (SKPT)
(identification paper ofland registration) issued by a land affairs
office for request of Auction Office it can be known about the land
condition made an auction object by both physical andjuridical data
according to registered in the identification papers. The difficulty of
executed auction object authority of buyer party is really a fault of
seller party because it has been not carried out a real surrender from
seller party to buyer party for the auction off item. The form of
responsibility that can be given is by making a request of evacuation
for the auction object to Chairman of First instance court in which the
region the auction object is. Dr. Runtung Sitepu, Sh. MH
sumber: http://www.researchgate.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar