Saat jarum jam menunjuk ke pukul 08.00, ia menapaki tangga batu yang mengarah ke bawah. Langkahnya goyah, matanya yang lebar melihat sekeliling dengan gugup.
Anna tak melawan saat digiring ke panggung kayu yang disiapkan khusus untuknya. Sambil terisak, perempuan 48 tahun itu berlutut, matanya menatap ke arah algojo yang menyembunyikan kapak di balik punggung. Sesaat kemudian, nyawa terpisah dari raganya.
Kamis, 7 Agustus 1890, Anna Mansdotter tewas dipancung. Seperti dikutip dari murderpedia.org, ia adalah perempuan terakhir yang dieksekusi mati di Swedia.
Semua berawal di Yngsjo, sebuah kotamadya yang tak terlalu penting di pelosok selatan. Berkat Anna, kampung halamannya jadi terkenal seantero dunia. Sebagai tempat kejadian perkara sebuah pembunuhan dan kisah kasih terlarang yang melatarbelakangi aksi kriminal itu.
Anna Mansdotter menikah dengan Nils Nilsson, yang 13 tahun lebih tua darinya sekitar 1860. Perkawinan keduanya tak berjalan sesuai yang diharapkan. Hubungan suami-istri itu hambar, bahkan diwarnai ketegangan.
Entah bagaimana ceritanya, perempuan itu akhirnya mencari kenyamanan pada diri putranya, Per Nilsson.
Incest
Mungkin sejak Per Nilsson kecil, ia menjadi objek pelecehan seksual perempuan yang melahirkannya. Makin dewasa, pria itu kian tergantung pada ibunya.
Setelah kepala keluarga meninggal pada 1883, saat Per berusia 21 tahun, hubungan tak wajar ibu dan anak itu makin menjadi, tanpa pengawasan.
Namun, tak ada hal yang bisa dirahasiakan di komunitas kecil itu. Orang-orang mulai mempergunjingkan kedekatan mencurigakan keduanya. Anna pun akhirnya mendesak putranya itu untuk menikah pada 1888.
Mempelainya adalah Hanna Johansdotter, gadis 21 tahun, putri tokoh terkemuka dalam masyarakat, Johan Olsson.
Setelah menikah, Hanna pun tinggal bersama dengan suami dan ibu mertuanya. Namun, bukannya bulan madu. Hari-harinya terasa bak di neraka.
Anna membencinya, menganggap menantunya sebagai saingan. Ia tak mau berbagi kasih sayang putranya. Sementara, Per berjiwa lemah. Ia tak melakukan apa pun untuk membela istrinya.
Hanna yang benar-benar menyukai Per mengeluhkan perlakuan suami dan mertuanya. Ia bahkan meminta agar ayahnya ikut campur memaksa Anna tinggal terpisah dari pengantin baru itu. Demi kebahagiaan mereka.
Menurut saksi, Hanna pernah mengaku bahwa ia dan Per tak pernah seranjang. Ia juga merasa takut pada ibu mertuanya. Sehari sebelum meninggal, Hanna mengadu ke tetangganya.
"Saya takut pada Anna Mansdotter. Rasanya seperti seseorang menusukkan pisau ke dada, setiap aku melihatnya," kata dia sambil menangis, demikian menurut buku Yngsjomordet karya Yngve Lyttkens.
Perempuan malang itu kerap melihat suami dan ibunya berdua di kandang. Membicarakan sesuatu. "Aku merasa mereka berkonspirasi melawanku. Aku bahkan tak berani pulang. Rasanya ingin berteriak keras-keras."
Surat terakhir Hanna pada orangtuanya, 7 hari sebelum kematiannya berbunyi, "Aku akan pergi dari Yngsjo. Aku juga akan mengajak Per."
sumber: Liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar