Ke enam terpidana kasus narkoba akhirnya dieksekusi mati oleh Kejaksaan Agung di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan dan Boyolali Jawa Tengah, Minggu (18/1) dini hari. Hal tersebut dilakukan setelah permohonan grasinya ditolak Jokowi tertanggal 30 Desember 2014 lalu.
Mereka dipastikan meregang nyawa sesaat setelah dieksekusi oleh regu penembak. Terpidana narkoba tersebut dipastikan tak mengalami proses kematian yang diduga akan berlangsung lama dan menyakitkan.
Tak hanya itu, Kejaksaan Agung pun telah memenuhi segala hak para terpidana mati tersebut. Setelah dilakukan eksekusi mati, jenazah mereka pun telah diurus menurut agama dan kepercayaannya. Tiga jenazah dikremasi dan tiga lainnya dikubur.
"Ada enam (yang dieksekusi). Tiga (jenazah) dikremasi dan tiga dikubur," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Minggu (18/1).
1.
Seketika ditembak terpidana mati langsung meninggal
Jaksa Agung HM Prasetyo
menyatakan enam terpidana kasus narkoba yang dieksekusi mati langsung
meninggal seketika. Hal tersebut telah dipastikan lewat pemeriksaan tim
dokter."Sebenarnya seketika ditembak para terpidana mati langsung meninggal dunia. Tim dokter kita menunggu 10 menit (memeriksa) untuk meyakinkan," kata HM Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Minggu (18/1).
Ke enam terpidana yang dieksekusi mati itu dieksekusi di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan dan Boyolali Jawa Tengah. Berikut nama-nama ke enam terpidana mati tersebut:
Pertama, Namaona Dennis (48) WN Malawi. Pekerjaan swasta. Diputus oleh Pengadilan Negeri di tahun 2001, oleh Mahkamah Agung di tahun 2002, mengajukan Peninjauan Kembali di tahun 2009. Kedua, Marco Arthur Cardoso Muriera (53) WN Brazil. Pekerjaan Pilot. Diputus oleh Pengadilan Negeri di tahun 2004.
Ketiga, Daniel Inemo (38) WN Nigeria. Diputus oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di tahun 2004, Kasasi di tahun 2005, dan Peninjauan Kembali di tahun 2009. Keempat, Ang Kim Sui a.k.a Kim Ho a.k.a Ance Taher (62), kewarganegaraan Belanda. Diputus oleh Pengadilan Negeri di tahun 2003, oleh Pengadilan Tinggi di tahun 2003, Mahkamah Agung di tahun 2003, Peninjauan Kembali di tahun 2006.
Lalu, Tran Ti Bic a.k.a Tran Din Huang (37) WN Vietnam, pekerjaan Wiraswasta. Diputus oleh Pengadilan Negeri di tahun 2011, oleh Pengadilan Tinggi di tahun 2012. Tidak mengajukan Kasasi, mengakui kesalahan dan minta ampun. Lalu terakhir, Rani Andriani a.k.a Melisa Aprilia asal Cianjur. Diputus oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di tahun 2000, Mahkamah Agung di tahun 2001, dan mengajukan Peninjauan Kembali 2002.
2.
Terpidana dipastikan mati setelah diperiksa tim dokter
"Saya mendapatkan laporan dari tim di Nusa Kambangan pukul 00.41 Wib. Jadi setelah dilaksanakan eksekusinya untuk meyakinkan para terpidana sudah meninggal, dokter memeriksanya pada pukul 00.40 Wib," terang dia.
Lanjut dia, terpidana mati yang dieksekusi di Boyolali diperiksa dokter pukul 1.20 Wib. Namun, menurutnya sesaat setelah ditembak sudah meninggal dunia.
"Sementara dari tim dokter di Boyolali pukul 1.20 Wib, karena tim dokter di sana untuk meyakinkan terpidana mati untuk betul-betul baru diperiksa pukul 1.20 Wib. Saat diturunkan dari tiang dan memang sudah meninggal dunia," pungkas dia.
3.
Cuaca sempat bikin molor waktu eksekusi mati
Jaksa Agung HM Prasetyo
menyatakan eksekusi mati atas enam terpidana kasus narkoba telah
dilaksanakan. Hal itu dinilainya berjalan dengan baik sesuai rencana."Kali ini saya akan menyampaikan bahwa eksekusi pidana mati para terpidana mati perkara kejahatan narkotika sudah dilaksanakan. Semuanya berjalan baik, aman, dan lancar," kata HM Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Minggu (18/1).
Menurutnya ada sedikit gangguan saat proses eksekusi mati. Hambatan itu datang dari cuaca yang tak mendukung sehingga waktu pelaksanaan eksekusi sempat molor.
"Yang sedikit agak berubah adalah waktu pelaksanaannya. Semula kedua tim lapangan dan eksekutor merencanakan serentak di kedua tempat pukul 00.10 WIB tapi karena hal cuaca dan sebagainya untuk Nusa Kambangan dilaksanakan pukul 00.30 WIB sementara di Boyolali pukul 00.46 WIB," pungkas dia.
4.
Eksekusi mati bukan hal gembira tapi keprihatinan
"Eksekusi mati bukan sesuatu hal yang menggembirakan dan menyenangkan tapi suatu keprihatinan. Tapi harus dilaksanakan dan hukum harus ditegakkan," kata HM Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Minggu (18/1).
Menurutnya, eksekusi mati adalah proses terakhir dari penanganan sebuah perkara. Semua hak terpidana mati pun telah diberikan sesuai dengan hak-haknya.
"Tidak ada satu pun yang terlewati dan eksekusi pidana mati adalah proses terakhir dalam penanganan perkara. Semua hak diberikan, wujud dari sisi kemanusiaan yang harus kita junjung tinggi, termasuk permintaan terakhir dari terpidana mati sudah kita penuhi seluruhnya," terang dia. (www.merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar