Mei 26, 2015

Kejagung Rekap Uang Pengganti Korupsi, Eksekusi dalam Waktu Dekat


Ilustrasi: Agung K./Jawa Pos
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengebut rekapitulasi keseluruhan jumlah uang pengganti perkara korupsi yang masih nyandet (tertahan) sebanyak Rp 13 triliun. Untuk bisa mengembalikan ganti rugi dan denda korupsi tersebut, Kejagung telah membentuk tim verifikasi dan klarifikasi. Dalam waktu dekat rekapitulasi dijadwalkan selesai. Dengan demikian, uang pengganti yang masih di kantor para koruptor bisa diserahkan kepada negara.
Jaksa Agung M. Prasetyo menjelaskan, rekapitulasi uang pengganti tersebut kini sedang dilakukan jaksa. Rekap itu diperlukan karena uang ganti rugi berpencar dalam berbagai kasus. ”Satu per satu dilihat lagi,” ujarnya.
Kesulitannya, uang pengganti Rp 13 triliun tersebut berasal dari berbagai lembaga, tidak hanya Kejagung, tapi juga dari 31 kejaksaan tinggi di daerah. ”Tim ini tentu akan meminta data dari daerah,” kata Prasetyo.
Bukan hanya itu, ada pula kasus korupsi yang terjadi puluhan tahun lalu. Sehingga ada kesulitan untuk bisa melakukan eksekusi terhadap uang pengganti tersebut. ”Kalau sudah lama kasusnya, mungkin pelakunya juga sudah tidak ada,” ucapnya.
Soal apa saja kasus yang uang penggantinya belum dibayarkan, Prasetyo mengaku belum mengetahui secara pasti. ”Kasusnya banyak sekali, tidak hafal satu per satu. Nanti semua diumumkan kalau sudah beres,” ujar dia.
Yang jelas, Kejagung menargetkan bisa mengeksekusi uang pengganti kasus korupsi yang dinilai masih memungkinkan. Untuk kasus yang pelakunya masih ada, tentu eksekusi akan dilakukan secepatnya. ”Kami usahakan secepatnya,” tegas Prasetyo.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menjelaskan, memang ada kasus korupsi yang pelaku dan ahli warisnya sudah tidak diketahui. Sebab, mungkin kasus tersebut kasus yang sudah lama. ”Untuk itu, tentu sangat sulit dieksekusi,” ujarnya.
Lalu, ada juga pelaku korupsi yang ternyata tidak ingin membayar uang pengganti, namun menggantinya dengan hukuman badan enam bulan. Kasus semacam itu banyak terjadi. ”Saya belum dapat data sebanyak apa, tapi seingat saya banyak,” kata dia.
Menurut Tony, penyebab belasan triliun uang pengganti tak bisa dieksekusi Kejagung adalah aturannya belum ada. ”Penyebab utamanya itu karena regulasi Undang-Undang 3/1971 tentang Tindak Pidana Korupsi yang tidak mengakomodasi upaya paksa pembayaran uang pengganti,” terang Tony. (http://www.jawapos.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar