Mei 03, 2015

Eksekusi Abraham Samad

Ilustrasi: Agung Kurniawan/Jawa Pos
PADA saat semua media mengikuti jam demi jam persiapan terakhir eksekusi mati, kabar mengejutkan datang dari Makassar tadi malam (28/4). Abraham Samad, ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinyatakan ditahan oleh Polda Sulselbar setelah menjalani pemeriksaan di direktorat reserse kriminal umum.
Penahanan laki-laki asal Makassar itu disampaikan langsung Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulselbar Kombespol Joko Hartanto kepada awak media seusai pemeriksaan Samad sekitar pukul 19.30 Wita. Joko menerangkan, Samad ditahan sehubungan dengan kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan seorang perempuan asal Singkawang, Kalimantan Tengah, Feriyani Lim, 29, pada 2009. Dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatan, atau merusak barang bukti, Samad akhirnya ditahan.
Penahanan Samad seakan kian meneguhkan penilaian publik atas apa yang dicapai pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) setelah enam bulan berkuasa. Sejumlah hal memang telah dicapai. Namun, ada juga hal yang masih jauh dari cita-cita dan janji kampanyenya.
Dijebloskannya Samad ke bui tahanan –padahal dia selama ini patuh memenuhi panggilan proses hukum– menunjukkan hal yang dicapai pemerintahan Jokowi-JK, yakni memberangus KPK. Niat pemerintah melakukan reformasi agar hukum makin bermartabat dan tidak ada yang bersikap sewenang-wenang dengan mengatasnamakan hukum justru mengundang ketidakpercayaan publik. Sebab, tujuan mulia itu ternyata diimplementasikan dengan pengangkatan Kapolri yang bermasalah dengan hukum, kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, dan konflik antar penegak hukum yang berkepanjangan.
Bagi publik, apa yang berlangsung dalam kurun waktu enam bulan ini tampaknya lebih banyak mengecewakan. Jarak persepsi yang terbangun antara publik dan pemerintah dalam memandang persoalan penegakan hukum serta keadilan semakin lebar.
Jokowi sebagai figur yang bersih ternyata tidak cukup. Mendapat amanah dari rakyat, Jokowi sebagai presiden ternyata tidak bisa menangkis dengan tegas intervensi dari kekuatan politik di sekitarnya. Dampaknya, pergunjingan di pemerintahan terjadi berlarut-larut.
Akibatnya, kesempatan Jokowi untuk bekerja menjalankan agenda-agenda strategis terus dihambat. Kepemimpinan Jokowi belum terlihat sesungguhnya, yakni berani membuat gebrakan demi perbaikan untuk kepentingan rakyat.
Terhadap kasus yang menimpa Samad, Jokowi harus mendorong proses hukum yang transparan dan adil. Bukan rahasia umum, pemalsuan dokumen kependudukan adalah kasus yang lazim dan biasa –meski tidak bisa dibiarkan juga.
Jangan sampai tindakan hukum berlebihan kepada Samad malah menciptakan persoalan baru yang melebar. Cukup sudah drama hukum kasus mantan calon Kapolri Budi Gunawan yang telah memperuncing kecurigaan publik tentang temali erat antara kekuasaan, arogansi kelembagaan, dan hukum pada enam bulan pemerintahan Jokowi-JK. Masih ada waktu agar ketidakselarasan –yang sesungguhnya kerap terjadi dalam pemerintahan baru– bisa dicegah supaya tidak menjadi batu sandungan yang sangat keras bagi pemerintahan Jokowi-JK. (http://www.jawapos.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar