
Ilustrasi: Agung Kurniawan/Jawa Pos
PADA saat semua media mengikuti jam
demi jam persiapan terakhir eksekusi mati, kabar mengejutkan datang dari
Makassar tadi malam (28/4). Abraham Samad, ketua nonaktif Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), dinyatakan ditahan oleh Polda Sulselbar setelah menjalani
pemeriksaan di direktorat reserse kriminal umum.
Penahanan
laki-laki asal Makassar itu disampaikan langsung Direktur Reserse Kriminal Umum
Polda Sulselbar Kombespol Joko Hartanto kepada awak media seusai pemeriksaan
Samad sekitar pukul 19.30 Wita. Joko menerangkan, Samad ditahan sehubungan dengan
kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan seorang perempuan asal Singkawang,
Kalimantan Tengah, Feriyani Lim, 29, pada 2009. Dikhawatirkan melarikan diri,
mengulangi perbuatan, atau merusak barang bukti, Samad akhirnya ditahan.
Penahanan
Samad seakan kian meneguhkan penilaian publik atas apa yang dicapai
pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla
(Jokowi-JK) setelah enam bulan berkuasa. Sejumlah hal memang telah dicapai. Namun,
ada juga hal yang masih jauh dari cita-cita dan janji kampanyenya.
Dijebloskannya
Samad ke bui tahanan –padahal dia selama ini patuh memenuhi panggilan proses
hukum– menunjukkan hal yang dicapai pemerintahan Jokowi-JK, yakni memberangus
KPK. Niat pemerintah melakukan reformasi agar hukum makin bermartabat dan tidak
ada yang bersikap sewenang-wenang dengan mengatasnamakan hukum justru
mengundang ketidakpercayaan publik. Sebab, tujuan mulia itu ternyata
diimplementasikan dengan pengangkatan Kapolri yang bermasalah dengan hukum,
kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, dan konflik antar penegak hukum yang
berkepanjangan.
Bagi
publik, apa yang berlangsung dalam kurun waktu enam bulan ini tampaknya lebih banyak
mengecewakan. Jarak persepsi yang terbangun antara publik dan pemerintah dalam
memandang persoalan penegakan hukum serta keadilan semakin lebar.
Jokowi sebagai
figur yang bersih ternyata tidak cukup. Mendapat amanah dari rakyat, Jokowi
sebagai presiden ternyata tidak bisa menangkis dengan tegas intervensi dari
kekuatan politik di sekitarnya. Dampaknya, pergunjingan di pemerintahan terjadi
berlarut-larut.
Akibatnya,
kesempatan Jokowi untuk bekerja menjalankan agenda-agenda strategis terus
dihambat. Kepemimpinan Jokowi belum terlihat sesungguhnya, yakni berani membuat
gebrakan demi perbaikan untuk kepentingan rakyat.
Terhadap
kasus yang menimpa Samad, Jokowi harus mendorong proses hukum yang transparan
dan adil. Bukan rahasia umum, pemalsuan dokumen kependudukan adalah kasus yang
lazim dan biasa –meski tidak bisa dibiarkan juga.
Jangan
sampai tindakan hukum berlebihan kepada Samad malah menciptakan persoalan baru
yang melebar. Cukup sudah drama hukum kasus mantan calon Kapolri Budi Gunawan yang
telah memperuncing kecurigaan publik tentang temali erat antara kekuasaan,
arogansi kelembagaan, dan hukum pada enam bulan pemerintahan Jokowi-JK. Masih
ada waktu agar ketidakselarasan –yang sesungguhnya kerap terjadi dalam
pemerintahan baru– bisa dicegah supaya tidak menjadi batu sandungan yang sangat
keras bagi pemerintahan Jokowi-JK. (http://www.jawapos.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar