Pertanyaan
Bagaimanakah pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba di Indonesia ?
Jawaban
Tata cara pelaksanaan hukuman mati atau pidana mati sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan peraturan perundang-undangan lain setingkat undang-undang diatur dalam UU
No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang
Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer (“UU 2/PNPS/1964”).
Dalam Pasal 1 UU 2/PNPS/1964
disebutkan antara lain bahwa pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan
oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer,
dilakukan dengan ditembak sampai mati.
Eksekusi
pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob)
yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan
pengadilan yang menjatuhkan pidana mati. Regu tembak tersebut terdiri
dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang
Perwira (lihat Pasal 10 ayat [1] UU 2/PNPS/1964). Dalam UU 2/PNPS/1964 itu juga diatur bahwa jika terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan (lihat Pasal 7).
Pengaturan yang lebih teknis mengenai eksekusi pidana mati diatur dalam Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati (“Perkapolri 12/2010”). Dalam Pasal 1 angka 3 Perkapolri 12/2010 disebutkan
antara lain bahwa hukuman mati/pidana mati adalah salah satu hukuman
pokok yang dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Kemudian, dalam Pasal 4 Perkapolri 12/2010 ditentukan tata cara pelaksanaan pidana mati yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. persiapan;
b. pengorganisasian;
c. pelaksanaan; dan
d. pengakhiran.
Boks: Proses Pelaksanaan Hukuman Mati
Proses pelaksanaan pidana mati secara lebih spesifik diatur dalam Pasal 15 Perkapolri 12/2010 sebagai berikut:
1) terpidana
diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum
dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati;
2) pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan;
3) regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati;
4) regu
penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam
sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan;
5) regu
penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata
api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada
jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke
daerah persiapan;
6) Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan ”LAPOR, PELAKSANAAN PIDANA MATI SIAP”;
7) Jaksa
Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan
persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati;
8) setelah
pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan
memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan ”LAKSANAKAN”
kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan ”LAKSANAKAN”;
9) Komandan
Pelaksana memerintahkan Komandan Regu penembak untuk mengisi amunisi
dan mengunci senjata ke dalam 12 (dua belas) pucuk senjata api laras
panjang dengan 3 (tiga) butir peluru tajam dan 9 (sembilan) butir
peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 (satu) butir
peluru, disaksikan oleh Jaksa Eksekutor;
10) Jaksa
Eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk
membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu
mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga
pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut,
kecuali ditentukan lain oleh Jaksa;
11) Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 (tiga) menit dengan didampingi seorang rohaniawan;
12) Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak;
13) Dokter
memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi
jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian Dokter dan Regu 2
menjauhkan diri dari terpidana;
14) Komandan Regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati;
15) Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana;
16) Komandan
Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu penembak
untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata
dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana;
17) Komandan
Pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak
dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak; dan mengambil
sikap istirahat di tempat;
18) Pada saat Komandan Pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak mengambil sikap salvo ke atas;
19) Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana;
20) Komandan
Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat
kepada Regu penembak untuk membuka kunci senjata;
21) Komandan
Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang
sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara
serentak;
22) Setelah
penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai
isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata;
23) Komandan
Pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan Dokter memeriksa kondisi terpidana
dan apabila menurut Dokter bahwa terpidana masih menunjukkan
tanda-tanda kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan
Pelaksana melakukan penembakan pengakhir;
24) Komandan
Pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan
penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam
pada pelipis terpidana tepat di atas telinga;
25) Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan Dokter masih ada tanda-tanda kehidupan;
26) Pelaksanaan
pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa
tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana;
27) Selesai
pelaksanaan penembakan, Komandan regu penembak memerintahkan
anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya; dan
28) Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan ”PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”.
Dalam
hal pelaksanaan pidana mati ini dijatuhkan kepada beberapa orang
terpidana dalam satu putusan, pidana mati dilaksanakan serempak pada
waktu dan tempat yang sama namun dilaksanakan oleh regu penembak yang
berbeda (lihat Pasal 16 Perkapolri 12/2010).
|
Tujuan
utama diterapkannya hukuman mati di Indonesia, termasuk untuk kejahatan
narkotika, adalah untuk menimbulkan efek jera. Mengenai efektifitas
hukuman mati dalam menimbulkan efek jera telah lama menjadi perdebatan
di antara para ahli hukum serta pegiat hak asasi manusia.
Perdebatan
tersebut antara lain dapat kita simak dalam kasus pengujian pasal
tentang hukuman mati dalam UU Narkotika yang lama yaitu UU No. 22 Tahun
1997 di Mahkamah Konstitusi (“MK”) pada 2007. MK dalam putusan perkara
tersebut akhirnya mempertahankan hukuman mati karena kejahatan narkotika
termasuk “kejahatan luar biasa serius terhadap kemanusiaan (extra ordinary) sehingga penegakannya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal”. Salah
satu perlakuan khusus itu, menurut MK, antara lain dengan cara
menerapkan hukuman berat yakni pidana mati. Lebih jauh mengenai
perdebatan seputar hukuman mati dalam kasus narkotika, simak
artikel-artikel berikut:
Selain itu simak juga Kolom dari Heru Susetyo yang berjudul Legitimasi dan Manajemen Eksekusi Mati di Indonesia.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
3. Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar