——-
America continued its experiment
with lethal injection drugs in 2014. The first four executions were
carried out using four different drug combinations. At least three of
the executions in 2014 were badly mishandled, with prisoners gasping for
air or struggling over prolonged time periods. In almost all of the
executions in 2014, states withheld critical information about the
process from both the inmates and the public. (Botched Executions Result in Outcry and Delay. The Death Penalty in 2014: Year End Report, DPIC. page-4-5).
——-
Kisah horor ini terjadi di ruang
eksekusi saat eksekusi hukuman mati berlangsung di beberapa negara
bagian di Amerika Serikat. Alasan unsur manusiawi, terpidana mati yang
seharusnya dieksekusi mati secara cepat dan kilat, dengan meminimalkan
rasa sakit justru berubah menjadi jeritan memilukan, mengubah hening
menjadi horor serta siksaan yang mengerikan, menggetarkan dan mengiris
sanubari. Pemerintah AS menjadikan terpidana mati sebagai kelinci
percobaan formula obat baru. Memorakporandakan dan menghinakan sisi
kemanusiaan dengan tak terkirakan.
Sadis dan kejamnya AS terhadap warga
negaranya sendiri saat eksekusi berlangsung tercermin dalam laporan DPIC
yang dikutip di atas. Terpidana mati dijadikan sebagai kelinci
percobaan terhadap penerapan formula obat kimia dalam salah satu cara
eksekusi: SUNTIK MATI. Dan anehnya hal ini sedikit pun tidak menyentuh
rasa kemanusiaan aktivis HAM, UNHR atau bahkan negara-negara pegiat HAM.
Mereka seolah menutup mata terhadap fakta ini. Tak ada protes, tak ada
kecaman, bahkan tak ada sindiran sekalipun secara spesifik. Sepi dan
sunyi. Bagai tak terjadi apa-apa.
Pada peristiwa itu, sedikit sekali
bahkan nyaris tak terdengar ungkapan rasa kemanusiaan yang menyentuh
hati dari para pegiat itu sebagaimana yang mereka teriakkan dengan
lantang dan heboh jika negara lain yang melakukan eksekusi hukuman mati
yang bahkan dilakukan dengan cepat-kilat, padahal lembaga non-profit Death Penalty Information Center (DPIC) di AS secara jelas dan gamblang menuliskan kisah-kisah tersebut dalam laporan akhir tahunannya: The Death Penalty in 2014: Year End Report.
Entah Pemerintah AS yang pandai menyembunyikan peristiwa horor tersebut
atau para pegiat HAM yang tidak bisa mengetahui hal ini. Atau mereka
para pegiat itu sebenarnya tahu, tapi mereka diam-diam menyelinap pergi
dari peristiwa itu dan pura-pura tidak tahu, karena itu terjadi di
negara AS negara kiblat pelaksaanaan HAM dunia.
Sebagaimana kita ketahui Amerika Serikat
menerapkan 5 macam cara eksekusi pada hukuman mati, yaitu suntik mati
sebagai cara hukuman mati yang paling banyak digunakan oleh 35 negara
bagian dan Pemerintah Amerika Serikat, disusul kursi listrik, kamar gas,
gantung dan tembak mati. Suntik mati telah dilakukan pada terpidana
sebanyak 1187 orang, kursi listrik 158 orang, kamar gas 11 orang,
gantung 3 orang, dan tembak mati sebanyak 3 orang per November 2014.
Lihat infografis sebagai berikut.
Sumber data dokumen pribadi
Eksekusi suntik mati ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1977. Pada waktu itu obat bius yang digunakan adalah thiopental yang dikombinasikan dengan obat lain. Pada tahun 2010, karena suplai thiopental
kurang padahal obat mematikan itu sangat dibutuhkan oleh semua negara
bagian. Adalah reporter Arizona Republic Michael Kiefer — melalui
catatan resmi yang terdokumentasi penggunaannya oleh masyarakat dan
banyak laporan– mencatat bahwa Arizona dan negara bagian lainnya yang
selama ini memperoleh pasokan obat mematikan itu dari sumber yang tepat
ternyata telah terputus, dan kemudian beralih ke pentobarbital barbiturat. Namun, produksi pentobarbital
pun segera dikontrol dan dibatasi penjualannya demi menghindari
penyalahgunaan eksekusi. Beberapa tempat penjualannya malah dihentikan
sama sekali karena dianggap mendukung eksekusi mati yang dilarang oleh
hukum Eropa. Dan beberapa perusahaan yang memproduksi obat-obatan tak
ingin dianggap sebagai penjual yang membantu untuk membunuh manusia.
Pada akhir tahun 2013, pentobarbital juga menjadi tidak tersedia lagi untuk kepentingan eksekusi.
Oleh karena itu, negara-negara bagian
yang menerapkan hukuman mati berebut menggunakan obat yang mematikan
untuk keperluan eksekusi terpidana mati. Inilah awal kisah-kisah horor
mengerikan yang tak kurang dari 30 kali itu terjadi di Amerika Serikat.
Berikut sebagian kecil kisah horor itu.
Di Negara Bagian Ohio
Pada 16 Januari 2014,
Ohio menggunakan kombinasi obat mematikan baru yang belum pernah dicoba
sebelumnya di AS, yaitu midazolam (obat penenang) dan hydromorphone
(turunan morfin). Ada peringatan bahwa kombinasi obat tersebut bisa jadi
cukup untuk menyebabkan kematian cepat dan manusiawi, tapi tidak ada
kesempatan untuk penyelidikan ilmiah yang lengkap tentang apa yang
mungkin terjadi.
Terpidana mati Dennis McGuire (53 tahun)
setelah disuntik formula obat baru tersebut pada 10:29 am, sekitar
empat menit kemudian ia mulai berusaha dan terengah-engah keras untuk
menghirup udara. Upaya itu membuatnya mengeluarkan suara dengusan dan
seperti suara tersedak yang keras yang berlangsung selama setidaknya 10
menit. Dadanya terlihat turun naik dan tinju kirinya mencengkeram, suara
dengusan keras terlontar dari mulutnya. Hal itu berlangsung
terus-menerus sebelum ia dinyatakan meninggal pada jam 10:53 am.
McGuire berbaring meregang nyawa dengan
cara yang mengerikan selama hampir setengah jam di ruang eksekusi di
mana di ruang lain tanpa jendela kedua anak dan istrinya saling
berpelukan menangis histeris menyaksikan dengan wajah ngeri saat ayah
mereka McGuire menegang tersentak dan berjuang keras melawan pengaruh
obat-obatan hingga saat meregang nyawa. Demikian juga, semua saksi
eksekusi saat itu menahan napas dengan wajah ngeri tegang
menyaksikannya. Tontonan horor nyata yang tak terkirakan dilalui setiap
detiknya waktu sampai 24 menit berlangsung.
Tidak ada eksekusi telah dilakukan di
Ohio sejak saat itu. Parlemen negara bagian itu akhirnya
mempertimbangkan undang-undang baru untuk menyembunyikan sumber obat
yang diterapkan dan identitas tenaga medis yang ikut andil
menerapkannya.
Di Negara Bagian Oklahoma
Pada 29 April 2014, Oklahoma melakukan
kesalahan yang sama dengan apa yang terjadi di Ohio. Negara bagian AS
ini mengeksekusi terpidana mati Clayton Lockett (38 tahun) di Penjara
Negara Bagian Oklahoma di McAlester, Oklahoma. Eksekusi dilakukan dengan
menggunakan salah satu obat yang sama yang gagal di Ohio.
Petugas medis berusaha memasukkan IV (Intra Venous)
untuk menyalurkan obat mematikan itu, namun ia tak dapat menempatkan
pada vena yang tepat di lengan Lockett si terpidana mati. Walaupun usaha
telah dilakukan untuk mencari dan memasukkan IV dalam vena femoralis,
tapi rupanya penyisipan itu malah menembus pembuluh darah, sehingga obat
tersalur ke dalam jaringan sekitarnya. Apa yang terjadi pada McGuire
pun terjadi pada Lockett. Ia merasakan penderitaan selama 43 menit,
lebih lama dari McGuire. Dalam keadaan sadar selama itu, ia menggeliat,
mengerang, mengejang, dan berteriak selama proses eksekusi itu. Juga, ia
tampak berusaha keras untuk bangkit dari meja eksekusi selama empat
belas menit batas waktu melewati prosedur seharusnya, meskipun telah
dinyatakan tidak sadar. Akhirnya, sipir membubarkan eksekusi itu dan
segera menutup tirai ruang eksekusi tersebut agar para saksi tak
menyaksikan adegan yang mengerikan tersebut.
Setelah itu Lockett tak sadar, beberapa
saat kemudian kematian Lockett itu diumumkan akibat serangan jantung
yang dideritanya, bukan karena obat yang disuntikkannya. Tragis.
Oklahoma pun menghentikan eksekusi yang
tersisa pada tahun 2014 itu. Dan kemudian mempersiapkan eksekusi
selanjutnya dengan merenovasi ruang eksekusi dan membatasi jumlah saksi
di ruang eksekusi tersebut.
Di Negara Bagian Arizona
Ada dengusan napas
berat yang terengah-engah sebanyak 640 kali selama dua jam, demikian
salah satu saksi yang sempat menghitung jumlah napas yang dilakukan oleh
Joseph Rudolph Wood saat suntikan obat mematikan itu memasuki tubuhnya
melalui saluran IV saat ia dieksekusi mati di Arizona pada 23 Juli 2014.
Joseph Rudolph Wood diikat ke tempat tidur beroda. Petugas medis penjara berpakaian jumpsuit oranye
siap untuk mengatur infus di tangannya. Saat itu pukul 1:30 sore di
Perumahan Unit 9, ruangan kecil berlantai satu berupa sebuah bangunan
yang terbuat dari semen itu berdiri bebas. Tempat itulah eksekusi
dilakukan di Penjara Arizona Complex-Florence. Ruang seluas 15 x 12 ft
persegi itu dicat biru yang menenangkan, dengan tiga baris anak tangga
ke atas, dari jendela besar yang tampak tembus sampai ke ruang injeksi
mematikan injeksi di depannya ada jendela-jendela yang terhubung kamar
gas di bagian ruang belakang. Undang-undang Federal mengharuskan saksi
melihat setiap tahap eksekusi mati, termasuk pemasangan IV. Tapi di
Arizona, hal itu dilakukan melalui kamera.
Menurut reporter Arizona Republic
yang telah sekian kali menyaksikan eksekusi mati, biasanya terpidana
mati ekspresi wajahnya memperlihatkan rasa malu dan menatap ke arah
langit-langit. Kemudian, matanya menutup perlahan dan ia berhenti
bergerak, kecuali bagian dada terlihat ada gerakan hirupan napas yang
lambat dan kemudian berhenti. Wajahnya mengendur, mulutnya tertutup
rapat. Tak kurang dan tak lebih antara 10 sampai 11 menit. Eksekusi Wood
tidak berbeda pada awalnya. Mungkin dia tersenyum, tapi hanya sedikit.
Dia mengambil beberapa teguk air dan menutup matanya. Pendeta pun
berhenti berdoa.
Reporter Arizona Republic
Michael Kiefer melaporkan bahwa Wood tidak sadarkan diri pada 01:57
siang. Namun sekitar 02:05, ia mulai terengah-engah. Wood memutar
kepalanya dan memandang penasaran pada 20 atau lebih saksi di dalam
ruangan. Dia menatap keluarga korbannya, para suster dan saudara ipar
dari Debra Dietz, pacarnya yang dia bunuh, berada bersama dengan
ayahnya, Eugene, di Tucson pada tahun 1989. Wood tersenyum bahkan
tertawa, lalu kepalanya tersentak kembali menatap langit-langit. Di
sebelah saya, pendeta untuk Wood, mulai menghitung manik-manik pada
rosario. Bibirnya bergerak diam-diam dalam doa. Tiga pengacara Wood
duduk di belakangnya.
Wood mengucapkan kata-kata terakhirnya:
tidak ada permintaan maaf untuk keluarganya, hanya pernyataan tentang
bagaimana dia telah menemukan Yesus, yang ia berharap akan mengampuni
mereka semua. “Itukah kata-kata terakhir Anda?” tanya sipir. “Iya Pak.”
Itu 01:54. Obat-obatan sudah mulai mengalir melalui infus. Eksekusi
telah dimulai.
Empat menit lewat dari waktu prosedur
seharusnya, dokter muncul dari sisi lain jendela. Wood diperiksa, mata
dan denyut nadinya. Dokter itu berkata lewat mikrofon, “Ini pasti bahwa
dia sudah terbius.” Tampaknya telah terjadi kekhawatiran tentang obat
yang digunakan dalam eksekusi ini, koktail dari midazolam yang mirip
valium dan narkotika yang disebut hydromorphone. Saksi-saksi
eksekusi di Florida, di mana obat itu digunakan pada Oktober lalu,
mencatat bahwa formula obat itu membutuhkan waktu lebih lama dari
biasanya. Eksekusi Ohio pada bulan Januari pun memerlukan lebih dari 20
menit dan pengacara hukuman mati pun mengklaim bahwa itu waktu yang
terlalu lama.
Pengacara Wood mengajukan mosi di
pengadilan negara bagian dan federal mengungkapkan kekhawatirannya atas
obat itu, sayangnya departemen yang berwenang menolak memberikan
informasi tentang batch tertentu obat-obatan yang telah
diperoleh. Pelaksanaan eksekusi tertunda dua kali, pertama ditunda pada
hari Selasa oleh Mahkamah Agung AS. Penundaan kedua pada Rabu pagi,
akhirnya Mahkamah Agung Arizona menyetujui eksekusi dijadwalkan kembali
dari 10:00 pagi - pukul 13:00 menjadi setelah siang hari Rabu. Pada awal
eksekusi Wood tak muncul rasa kekhawatiran itu.
Kemudian pada 02:05, mulut Wood terbuka.
Tiga menit kemudian terbuka lagi, dan dadanya bergerak seolah-olah dia
bersendawa. Kemudian dua menit lagi, dan lagi, mulutnya terbuka kali ini
lebih lebar. Tidak berhenti di situ, lalu ia menelan ludah seperti ikan
di darat. Gerakan itu seperti gerakan piston: Mulut terbuka, dada naik,
perut mengejang. Dan ketika dokter datang untuk memeriksa kesadarannya
dan menyalakan mikrofon mengumumkan bahwa Wood masih terbius, kami bisa
mendengar Wood bersuara: mendengkur, mengisap, mirip dengan ketika
filter kolam renang mulai mengambil di udara, suara yang lebih keras
dibanding suara saya yang bisa tiru, meskipun saya telah mencoba. Ia
mati suri. Dan itu berlangsung selama satu jam setengah.
Kiefer mengisahkan, “Saya membuat
coretan pensil pada kertas catatan setiap kali mulutnya terbuka, dan
menandai lebih dari 640 coretan, bahkan tidak semua tercatat, karena
dokter menjenguknya setidaknya empat kali dan menghalangi pandangan
saya.” Saya berpaling ke teman saya Troy Hayden, “si jangkar” dan
reporter dari Fox 10 News, yang duduk di sebelah saya. Troy dan saya
menyaksikan eksekusi lain bersama-sama pada tahun 2007, dan ia telah
melihat sekali sebelum eksekusi itu, jadi dia juga tahu apa yang akan
terlihat. “Saya tidak berpikir dia akan mati,” kata saya. Sesaat
kemudian, Troy berpaling kepada saya dan berbisik, “Saya pikir kau
benar.”
Si Pendeta meletakkan salib di akhir
rosario di bangku dan menatap wajah Yesus. Saya bertanya-tanya apakah
ada rencana B, beberapa dosis obat lain, sesuatu untuk mempercepat
kematian itu. Atau seseorang untuk menghentikannya. Tampak Wood seperti
sedang mengambang, malah dua pengacaranya meninggalkan ruangan. Saya
kemudian mengetahui bahwa mereka telah mencoba mengajukan mosi untuk
mengentikan eksekusi itu. Akhirnya, Wood mulai terkesiap lebih jarang.
Sekali, dua kali, terpisah oleh menit; ia berhenti di 03:36. Pada 03:40
dan 03:48, dokter memeriksanya dan berucap dia “masih terbius.”
Semenit kemudian, Department of Corrections
Arizona Direktur Charles Ryan muncul di jendela berdampingan dengan
brankar Wood, seperti seorang narator. Itu seperti sebuah adegan yang
menampilkan manajer panggung dalam bermain Thornton Wilder, “Our Town.” Atau mungkin seperti Rod Serling di “Twilight Zone.”
Eksekusi telah selesai, katanya. Tirai ditutup. Para saksi yang hadir
keluar. Salah satu pengacara Wood mengatakan, “Percobaan (obat mematikan
untuk eksekusi mati yang) gagal.”
——-mw——-
*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia.**) Sumber bacaan
1. http://murderpedia.org/male.M/m1/mcguire-dennis.htm
2. http://murderpedia.org/male.L/l1/lockett-clayton.htm
3. http://murderpedia.org/male.W/w/wood-joseph.htm
4. The Death Penalty in 2014: Year End Report. DPIC. PDF. 2014. Web. 18 Januari 2015
(http://hukum.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar