Februari 07, 2015

Tweeps Heboh Ongkos Eksekusi Mati Penjahat Negara 200 Juta



 


Jaksa Agung Ngaku Permintaan Keluarga Napi Aneh-aneh


Publik media sosial kaget mengetahui Kejaksaan menghabiskan anggaran Rp 200 juta per orang untuk mengeksekusi terpidana mati. Tweeps bergurau, pantas saja Kejaksaan getol menghukum mati orang.

DI jejaring sosial Twitter, account @bigbear_2012201 kaget mendengar Jaksa Agung mengeluarkan biaya Rp 200 juta untuk mengeksekusi terpidana mati.

"Busyet beli kain kafan dan peti sampai Rp 200 juta? Mahal kali bro," kicaunya.

Account @johnlove menilai, nominal anggaran yang dikeluarkan negara untuk mengeksekusi terpidana mati tidak masuk akal.

"Tiket pesawat ke Amerika dan Eropa saja Cuma Rp 15 juta-Rp 20 juta. Kacau-kacau-kacau," katanya.

Account @Small_Stuff_ khawatir, pelaksanaan eksekusi mati dijadikan lahan korupsi oleh oknum aparat penegak hukum.

"Jangan-jangan ini diproyekin," kicaunya.

Account @thom007 berkelakar, pantas Kejaksaan getol mengeksekusi mati warga negara asing. Sebab, biaya eksekusi sangat menggiurkan.

"Pantas getol menghukum mati. Ternyata sabetannya gede, hehe," sindirnya.

Account @akbarbayu_perd menganggap, nilai anggaran eksekusi mati per orang tidak masuk akal. Menurutnya, paling besar jumlah biaya yang diperlukan Rp 60 juta.

"Buat 5 orang= Rp 1 miliar itu mark up gila-gilaan," tudingnya.

Account @irya2003 mengatakan, negara akan tekor, jika Kejaksaan setiap bulan rutin melakukan eksekusi mati.

"Kemaren enam orang sudah dieksekusi. Terus masih ngantri 60-an lagi. Habis uang negara, ckckck," kicaunya.

Account @saripudin182 kesal, mengetahui biaya hukuman untuk gembong narkoba, mencapai ratusan juta. "Mau mati aja nyusahin negara. Mending itu uang untuk rakyat," katanya.

Account @unyinyuyit bilang, anggaran transportasi sebesar Rp 100 juta untuk memberangkatkan napi dari Banten ke Nusakambangan terlalu besar. "Wooww, fantastic sekali itu," sindirnya.

Account @ardianmilanisti menyarankan, biaya eksekusi mati dialihkan untuk membangun fasilitas umum yang dibutuhkan oleh rakyat.

"Eksekusi mati jangan jadi sumber mata air aparat," kicaunya.

Account @abangsunarya mengusulkan, cara murah dan efektif untuk mengakekusi terpidana mati.

"Digantung saja, paling cuma keluar biaya Rp 5 juta," sarannya.

Account @pulebaas bergurau, anggaran eksekusi mati yang besar hanya dinikmati oleh oknum Kejaksaan.

"Kok besar ya. Kemarin gw tanya yang mandiin mayat gak dapat duit. Tuh duit siapa yang makan, hehe," ledeknya.

Account @abidin_dzakaria menilai, biaya eksekusi mati sebesar Rp 200 juta per orang tidak masuk logika. Biaya sebesar itu, kata dia, setara dengan biaya liburan empat orang selama dua minggu di Bali. Dengan fasilitas hotel bintang lima, night club dan lengkap dengan lady escort. "Nggak masuk akal," klaimnya.

Berbeda, Tweeps @heruroso menilai, jumlah sebesar Rp 200 juta untuk pelaksanaan eksekusi mati wajar.

"Demi menyelamatkan generasi penerus dari bahaya narkoba, dana Rp 200 juta tidak ada gunanya," kicaunya.

Tweeps @cikem05 menganggap, jumlah anggaran yang dikeluarkan Kejaksaan untuk melakukan eksekusi mati tidak terlalu besar.

"Terpidana itu permintaannya banyak sebelum mati. Bisa saja Rp 200 juta itu kurang," belanya.

Di jejaring Facebook, account Asy-Satrianiez menganggap, pengeluaran negara untuk eksekusi mati sebesar Rp 200 juta berlebihan. Dia mengusulkan, agar menghemat anggaran eksekusi mati tidak lagi dilakukan di Lapas Nusakambangan.

"Nggak harus di Nusakambangan. Cukup di Cipinang saja," usulnya.

Facebooker Sanubari Budiman mengatakan, biaya proses eksekusi mati memang mahal.

"Di luar negeri denda buang sampah sembarang aja Rp 5 juta. Apalagi mau hilangkan nyawa orang, ya harus mahal," ujarnya.

Facebooker Bangijul22 bersikap netral. Dia tak mempermasalahkan besarnya anggaran. Asalkan, Kejaksaan bisa mempertanggunjawabkan.

"Tolong transparans dipaparkan, itu untuk apa aja. Jika bisa dipertanggungjawabkan, silakan," katanya.

Jaksa Agung Prasetyo menyebut biaya untuk eksekusi mati sebesar Rp 200 juta per orang. Eksekusi mati bagi para gembong narkoba gelombang pertama telah dilaksanakan pada pertengahan Januari 2015 lalu.

"Setiap orang ada jatah biaya Rp 200 juta. Termasuk seluruh kebutuhan yang diperlukan dari awal sampai pelaksanaan," kata Prasetyo saat Raker dengan Komisi III di Gedung DPR, Senayan, kemarin.

Eksekusi mati gelombang I dilakukan di Nusakambangan dan Boyolali. Sebenarnya, sempat ada rencana eksekusi itu dilakukan di Kepulauan Seribu namun ada ketidakcocokan masalah biaya.

"Awalnya terpikir dieksekusi di Pulau Seribu. Tapi proposal diajukan Rp 258 juta per orang jadi melebihi anggaran yang ada," ujar bekas politikus NasDem ini.

Selain itu biaya membawa terpidana dari Banten ke Nusakambangan sebesar Rp 100 juta. Prasetyo juga memaparkan kendala yang dialami di lapangan, antara lain tentang permintaan terakhir terpidana dan cuaca saat eksekusi.

"Cuaca yang jadi kendala sehingga yang menyebabkan eksekusi molor. Kendala lain melayani permintaan dari napi dan keluarga napi. Misalnya yang di Boyolali minta disiapkan baju Vietnam," ungkap Prasetyo. *** (www.rmol.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar