Praktek
hukuman mati bagi pelaku kejahatan dihampir semua negara sudah banyak yang
ditinggalkan. Hanya tinggal beberapa saja yang masih memberlakukan hukuman mati
untuk kasus-kasus kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran berat.
Cina
misalnya masih memberlakukan hukuman mati dengan menembak para koruptor. Karena
koruptor dianggap kejahatan berat yang telah merugikan negara dan rakyat. Di
Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama untuk kejahatan yang tak diampuni,
walau dengan cara suntik mati, tidak lagi dengan listrik.
Praktek
hukum mati di Indonesia sendiri belum ditinggalkan sepenuhnya. Misalnya hukuman
mati dengan cara ditembak seperti yang dialami tiga serangkai teroris, Amrozi,
Ali Gufron dan Imam Samudera. Tibo pelaku kerusuhan di Palu dan Sumiarti,
pelaku pembunuhan keluarga anggota TNI AL di Surabaya. Dan, dalam beberapa
persidangan dalam kasus tertentu, jaksa masih kerap memberlakukan tuntutan
maksimal sampai hukuman mati.
Mungkin
Kerajaan Arab Saudi yang masih memberlakukan hukuman mati dengan cara memengal
atau memancung kepala. Inilah dirasakan kurang 'manusiawi' dengan cara hukuman
mati dengan cara ditembak, distrum listrik atau disuntik. Apalagi kebanyakan
yang dihukum mati bukan warga Arab Saudi, tapi lebih banyak para imigran atau
tenaga kerja asing, seperti dari Indonesia seperti yang dialami TKW asal
Bekasi, Jawa Barat, Ruyati (54) yang dihukum pancung, Sabtu (18/6/2011) waktu
Arab Saudi. Hukum mati di Arab Saudi diberlakukan dengan dalih menjalankan
syriat Islam. Bahwa setiap pembunuh harus dihukum dengan dibunuh pula atau
Qisas. "Makanya di sini hukum pancung lebih dikenal dengan hukum
qisas," kata Muhamad Tio, warga negara Indonesia yang tinggal di Makkah al
Mukaramah kepada detikcom, Minggu (19/6/2011).
Pasca
pemancungan terhadap Ruyati sendiri menurut Tio, menjadi perbincangan dari
mulut ke mulut di antara sesama TKI. "Di sini takut membicarakannya,
karena takut fitnah juga, karena di sini sangat serius juga bagi pelaku
fitnah," jelas Tio yang sudah 10 tahun tinggal dan bekerja di kota Makkah
ini. Tio sendiri mengaku selama di tinggal di Arab Saudi sudah menyaksikan
langsung proses hukuman pancung. "Saya pernah lihat orang dipancung dua
kali dengan mata kepala sendiri. Saat itu di Jeddah, saat ada tiga orang yang
dipancung," ucapnya sambil mengatakan bahwa orang yang kurang kuat
melihatnya bisa langsung pingsan, menjerit histeris sampai muntah-muntah.
Biasanya
qisas sendiri dilaksanakan setiap hari Jum'at, khususnya sesuai sholat Jum'at.
Setiap pelaksanaan dilakukan dengan begitu ketat penjagaan ratusan tentara dan
polisi. "Orang yang akan dihukum diberdirikan di atas panggung yang dibuat
setinggi setengah meter. Sebelum dipancung akan dibacakan dakwaan, asal kota
dan negaranya.
Setelah itu
dibacakan do'a dan dipenggal dengan pedang khusus yang sangat tajam agar cepat
prosesnya," ungkap Tio. Usai pelaksanaan di tempat itu juga disiapkan
mobil pemadam kebakaran. "Ya itu untuk menyemprotkan air agar ceceran
darah cepat bersih dan memang seperti tidak ada apa-apa, kayak tidak ada
hukuman qisas," terangnya.
Tio juga
menjelasan hampir di semua kota besar di Arab Saudi memberlakukan hukum qisas
untuk kasus pembunuhan dan bandar narkoba. "Kalau pemakai narkoba tidak di
qisas, kecuali pengedarnya saja. Ini diberlakukan di kota Makkah, Madinah,
Jeddah, Damam, Thaif dan kota lainnya," ujarnya.
Di Jeddah
sendiri biasa disiapkan tempat qisas di sebuah lapangan di sekitar daerah Al
Balad. Di Al Balad sendiri merupakan kawasan komersial dan perdagangan yang tak
jauh dari pantai.
"Kalau
dulu di Makkah, Qishos akan dilaksanakn tak jauh dari Masjidil Haram, sekarang
tidak tahu lagi. Kalau kata orang di wilayah Tan'im. Saya dengar ibu Ruyati
juga dihukum di Makkah, tapi saya nggak tahu di mana persisnya," katanya.
Tio dan sejumlah mukimin lainnya menyatakan, justru dengan hukum qisas yang
diberlakukan di Arab Saudi membuat rasa aman penduduknya, termasuk para
pendatang. Karena hampir sebagian besar aman dari pelaku kejahatan, walau tidak
dipungkiri masih ada kasus kriminal kecil lainnya.
"Ya
dalam beberapa hal kita sepakat qisas ini untuk membuat efek jera yang efektif.
Saya setuju hukuman mati seperti di Cina yang diberlakukan terhadap koruptor.
Kalo di Indonesia membunuh itu seperti membunuh ayam. Hampir tiap hari ada pembunuhan
tapi pelakunya tidak jera, karena hukum kurang tegas. Apalagi kasus
korupsi," terangnya.
Tio mengajak
semua orang, khususnya di Indonesia untuk memperhatikan kembali soal pengiriman
TKW ke Arab, apalagi soal ajaran yang menyebutkan larangan perempuan berpergian
jauh dari rumah. "Tentunya ini bukan persoalan larangan perempuan bekerja
atau pesoalan gender. Tapi alangkah baiknya ini diperhatikan lagi, kalau tidak
mau menimbulkan musibah yang lebih besar. Karena resiko wanita lebih besar. Lah
TKI yang laki-laki saja berbahaya, bahkan ada yang disandera kaya di Somalia.
Tapi setidaknya itu resiko seorang lelaki, seorang kepala rumah tangga yang
kewajibannya mencari nafkah," pungkasnya.
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Tidak ada komentar:
Posting Komentar