oleh: Dino Gobel's
Selasa, 26 September 2006
PALU
- Sungguh mengenaskan sekaligus mengharukan! Detik-detik akhir Tibo cs
menjemput ajal di ujung bedil eksekusi mati pada Jumat (22/9) pukul
01:35wita lalu, ternyata menyimpan kisah mengharukan. Uskup Manado Mgr
Yoseph Suwatan MSC kepada koran ini tadi malam menuturkan sejumlah kisah
terakhir ketiga terpidana mati itu, masing-masing Fabianus Tibo,
Marinus Riwu dan Dominggus da Silva. “Saya mau kisahkan ini dengan
tujuan agar masyarakat mengetahui persis bahwa mereka bertiga sudah
sangat siap batin,'” tutur Suwatan yang juga pemimpin umat Katolik
hingga ke wilayah Sulteng dan Gorontalo itu. “Yang tak kalah penting,”
lanjut Suwatan yang jelang eksekusi intens mendampingi Tibo cs itu,
“Saya mau meluruskan banyaknya isu yang menyebutkan kalau Om Tibo dan
teman-temannya itu dianiaya atau malah mati lebih dulu sebelum
dieksekusi. Itu isu tidak benar,” tegasnya. Sebab, berdasarkan laporan
resmi yang diterima pihaknya, ketiganya sebelum diekskusi diperlakukan
baik hingga ditembak mati. “Meski yang kami sesalkan adalah prosedur
pemakaman Dominggus serta jelang eksekusi jenazah mereka tak diijinkan
dimisakan sesuai trasidi gereja,” tutur Uskup.
Menyinggung
kisah terkait detik-detik akhir ketiganya, Suwatan dengan nada bergetar
menyatakan kalau, baik Tibo, Marinus dan Dominggus, punya cerita
menyentuh. Tibo misalnya. Ketika mengikuti Misa khusus yang digelar di
Lapas Palu pada pukul 11:00 wita, sekalian menanti eksekusi malam,
berulangkali memeluk istri dan anak-anaknya. Dengan nada bijak dan tanpa
tekanan, kisah Suwatan, Tibo berpesan panjang lebar, “Jangan ada dendam
setelah eksekusi papa. Biarkan papa pergi dengan tenang dan damai. Papa
sudah sangat siap. Sudah begini jalan hidup papa. Mari diimani saja,”
tutur Suwatan mengutip kisah ketiganya. Perayaan Misa khusus dipenjara
dipimpin langsung tiga pastor dari Manado yang bertugas di Palu. Yakni,
Pastor Melky Toreh MSC dan Pastor Jemmy Tumbelaka MSC. Usai misa dan
ditinggal keluarga, ketiga terpidana mati memilih berada di ruangan
mereka. Ketiganya secara khusuk memilih berdoa dan terus berdoa serta
bernyanyi. Ini dilakukan hingga menjelang sore. Yang menyedihkan, kisah
Suwatan, menjelang persiapan eksekusi sore, suasana Lembaga
Pemasyarakatan diwarnai isak tangis dari para petugas Lapas. “Semua
minta maaf kepada Om Tibo, Dominggus dan Marinus,'” kisahnya. Saat itu,
ketiganya menolak tawaran makan malam. “Kecuali minta dibuatkan gorengan
buah sukun campur gula aren.'” Setelah itu? Ketiganya kian khusuk
berdoa hingga kemudian dijemput petugas. “Saat itu, Marinus mendadak
minta sisir dan parfum.” Ketika ditanya kenapa harus berpakaian rapi,
Marinus dengan tenang menjawab. “Ya, saya ini orang Katolik. Saya harus
rapi dan harum karena sedikit lagi mau menghadap Tuhan saya.” Sedangkan
Dominggus, sebelum naik ke kendaraan yang akan membawa mereka
dieksekusi, mendadak turun dari mobil dan menemui salah seorang pegawai
Lapas yang ternyata berteman baik dengannya. “Heh, kau lihat baik-baik
ya kau punya anak. Kau harus rawat dia,' kisah Suwatan. Dominggus
ternyata selama bertahun-tahun tinggal di Lapas dekat dengan anak-anak
para pegawai Lapas.
Teriak Ampuni
Sementara,
sumber lain koran ini di Polda Sulteng di Palu menyebutkan, jelang
dieksekusi, ketiga terpidana tidak langsung menempati posisi penembakan.
Sebaliknya, mereka ditanya apakah akan ditembak dengan berdiri atau
duduk. “Mereka serempak menjawab memilih ditembak saat duduk saja,”
tutur sumber. Uskup Suwatan membenarkan keterangan sumber ini. “Memang
benar saat sebelum ditembak, mereka memilih duduk saat ditanya petugas,”
kata Uskup. Lalu, saat mata ketiganya akan ditutup, mendadak Marinus
menolak, “Saya ingin mata tetap terbuka. Ijinkan saya menyaksikan
langsung.” Permintaan Marinus dikabulkan. Sedangkan Tibo dan Dominggus
tetap ditutup matanya.
Tepat
pukul 01:50 wita, bunyi bedil dari tim eksekutor terdengar. Hanya dalam
hitungan detik, begitu prosesi maut selesai, tiga anggota tim dokter
yang sudah berada di lokasi, salah satunya adalah dokter asal Langowan,
Minahasa yang bertugas di Palu, langsung diminta untuk memeriksa mereka.
“Menurut dokter perempuan itu yang asal Langowan kepada saya, eksekusi
ketiganya memang sesuai. Ketiganya langsung diproses dan otopsi,” tambah
Uskup. Sementara, sumber lain di lokasi kejadian mengisahkan bahwa saat
peluru maut itu menancap di tubuh ketiganya, tubuh ketiganya tersentak
dan kepala mereka sempat terangkat lalu lunglai, ambruk, tewas. Berbeda
dengan Tibo dan Marinus yang tampak tenang dan diam. Tapi, suara yang
diperkirakan dari Dominggus sempat berkata setengah berteriak, “Ya Bapa,
ampunilah mereka!” (http://www.indocell.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar