Maret 29, 2017

Eksekusi Kontroversial Tumiyem, Ini Kata Pihak Bank



Eksekusi Kontroversial Tumiyem, Ini Kata Pihak Bank
Suasana saat eksekusi di rumah Tumiyem (Foto by Fajar Risdiyanto)

Eksekusi penyitaan rumah yang menimpa pasangan Tumiyem dan Kardiyono, warga Padukuhan Gading 3, Desa Gading, Kecamatan Playen yang terjadi beberapa waktu lalu menguak segudang cerita. Di satu sisi, sang pemilik rumah terus memperjuangkan hak yang disebut telah direnggut akibat eksekusi tersebut, namun di sisi lain tentunya hal tersebut merupakan konsekuensi hukum yang harus diterima atas kegagalan kredit yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat terkait proses eksekusi yang dialami oleh Tumiyem dan keluarganya, pihak BPR Ukabima Nindya Raharja selaku pemberi kredit perbankan kepada Tumiyem angkat bicara.

Direktur BPR Ukabima Nindya Raharja, Yanti membantah keluhan adanya pelanggaran prosedur maupun kesewenang-wenangan yang dilakukan perusahaannya terkait eksekusi lahan dan rumah tinggal milik Tumiyem. Pihak bank menurut Yanti sudah melakukan proses mediasi sejak tahun 2010 lalu di saat yang bersangkutan menunggak pembayaran kredit.
“Untuk kreditur atas nama Tumiyem itu baru mengangsur 3 kali dan sudah macet. Tidak pernah melakukan angsuran lagi,” papar Yanti ketika ditemui sorotgunungkidul, Senin (23/01/2017).
Ia beberkan lebih lanjut, upaya pendekatan secara personal sudah seringkali dilakukan. Namun hal tersebut tak juga menggugah pihak Tumiyem untuk melakukan pembayaran angsuran. Berbagai prosedur diungkapkan Yanti sudah ditempuh selama 6 tahun terakhir ini. Pihaknya bahkan sempat memberikan kebijakan kepada Tumiyem untuk hanya membayar pinjaman pokok saja tanpa harus membayarkan bunga pinjaman. Lagi-lagi upaya tersebut mental.
“Kalau kami melihat ini hanya masalah itikad baik saja, berdasarkan pengamatan kami sebenarnya Tumiyem mampu untuk membayar pinjaman namun tidak pernah dilakukan,” keluh dia.
Tak berhenti sampai di situ saja, pihak bank juga kemudian mengajukan gugatan sita ke Pengadilan Negeri Wonosari. Gugatan tersebut akhirnya dikabulkan dan pihak bank pun kemudian melakukan penyitaan pada tahun 2014 silam. Penyegelan dan pemasangan plakat sita sempat dilakukan namun juga langsung dicopot oleh kreditur.
“Upaya pendekatan personal terus kami lakukan, dari memperpanjang masa pinjaman hingga 5 tahun, sampai juga mengusulkan kepada kreditur untuk menjual asetnya agar bisa membayar pinjaman pokok saja sebagai bentuk kebijaksanaan kami,” lanjut Yanti.
Lantaran berbagai upaya mental, pihak bank lantas memutuskan untuk mengajukan permohonan lelang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Provinsi DIY. Berdasarkan appraisal dari lembaga independent yang terdaftar, ditetapkan bahwa nilai pasar lahan Tumiyem ditaksir seharga 221 juta sedangkan untuk nilai jual cepatnya seharga 129 juta. Pada lelang pertama di medio tahun 2015, pihak tanah dan rumah Tumiyem ditawarkan seharga maksimal oleh pihak bank namun taka da yang menawar. Barulah pada kesempatan kedua, ada penawar yang kemudian membeli dengan harga 155 juta.
“Proses lelang sudah kita lakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena memang peraturan di KPKNL cukup ketat,” ujarnya.
Disinggung terkait dengan nilai hutang dari Tumiyem yang membengkak jadi 85 juta, Yanti menjelaskan bahwa nilai tersebut sudah digabungkan dengan biaya proses hukum maupun lelang yang harus ditempuh. Sedangkan untuk biaya hutang plus bunga yang harus ditanggung Tumiyem selama 6 tahun bermasalah hanyalah sekitar 52 juta rupiah.

“Sudah kami peringatkan kalau jangan sampai ada proses hukum karena memakan biaya yang tidak sedikit. Makanya sejak awal kita berikan metode persuasif. Surat peringatan saja kami layangkan sampai 2 kali 3 lho,” tutup dia. (http://www.sorotgunungkidul.com/berita-gunungkidul-91933-eksekusi-kontroversial-tumiyem-ini-kata-pihak-bank.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar