Hati-hatilah ketika memilih alternatif pengobatan.
Jangan hanya sepenuhnya mengambil pendapat dari satu sumber. Ada baiknya
mencari pendapat lain agar jelas betul alternatif pengobatan yang dapat
ditempuh.
============
Mimpi Allya Siska Nadya untuk kuliah di Perancis pupus
sudah. Anak keempat dari keluarga Alfian Helmy ini menghembuskan nafas
terakhirnya pada Agustus 2015 lalu di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan,
setelah mendapatkan sebuah terapi di klinik chiropractic Pondok Indah.
Alfian menceritakan, awalnya Siska mengeluhkan nyeri pada
leher dan tulang belakang. Menurutnya, keluhan itu mungkin saja muncul lantaran
Siska selalu menenteng bawaan berat, yakni tas berisi laptop. Siska pun sempat
menjalani fisioterapi atau sekadar pijat.
Setelah sembuh, ia kembali bekerja seperti biasa. Namun,
keluhan pada bagian tulang belakang muncul lagi setelah beberapa bulan
kemudian.
Siska berencana pergi ke Perancis pada 18 Agustus 2015 untuk
meneruskan pendidikan S-2. Sebelum berangkat, ia ingin mengatasi masalah pada
tulang belakangnya terlebih dulu.
“Lalu dia bilang ke mamanya, kepengin kalau ke sana
(Perancis) sudah nggak punya keluhan lagi. Jadi dia mau pengobatan dulu
di sini (Jakarta) biar bisa fokus belajar nanti,” terang Alfian seperti dikutip
Kompas.com, Rabu (6/1/2016).
Pilihan pengobatan pun jatuh pada terapi chiropractic. Lalu
pada tanggal 5 Agustus 2015, Siska mendatangi klinik terapi chiropractic yang
ada di kawasan Pondok Indah sebab berada tidak jauh dari tempat-tinggalnya.
Siska menjalani konsultasi terlebih dulu dan bertemu dengan terapis asing,
Randall Caferty.
Setelah dirasa cukup konsultasi itu, menurut Randall, Siska
perlu menjalani terapi sebanyak 40 kali dengan membayar Rp17 juta. Namun, Siska
menolak karena ia harus berangkat ke Perancis pada 18 Agustus 2015. Akhirnya,
Randall menawarkan paket terapi 40 kali menjadi dilakukan dua kali sehari.
Dengan anggapan Randall adalah dokter yang ahli, Siska pun
percaya dan menyetujui untuk menjalani terapi.
Esok harinya, pada 6 Agustus 2015, Siska kembali ke klinik
pada pukul 13.00 untuk menjalani terapi chiropractic dan juga langsung membayar
lunas biaya terapi sebesar Rp17 juta. Sore harinya, Siska kembali menjalani
terapi dengan ditemani ibunya.
Alfian mengatakan, terapi itu dikerjakan secara langsung
oleh Randall. Sang ibu pun sempat terkejut melihat bagaimana cara terapi
dilakukan dengan sangat singkat.
“Mamanya waktu lihat pengerjaannya sudah terkejut. Dia
(Siska) ditengkurepin, terus datang si Randall ngangkat dia punya kepala lalu
putar ke kiri, ke kanan, kretek, kretek. Selanjutnya diambil dipinggulnya,
putar ke kiri, ke kanan. Prosesnya paling lima menit saja,” terang Alfian.
Waktu itu Alfian menjemput istri dan anaknya di klinik.
Sekitar pukul 20.00, mereka tiba di rumah. Alfian melihat sedikit perubahan
pada diri Siska saat itu.
“Dia diam nggak seperti biasanya, seperti ada
sesuatu. Dia karakter anaknya, selagi dia bisa tahan, dia tahan (sakit). Dia nggak
mau ngerepotin orang,” lanjut Alfian.
Sekitar pukul 23.00, Siska meringis kesakitan pada bagian
lehernya. Baru kali ini Alfian melihat putri bungsunya terlihat kesakitan luar
biasa. Siska pun langsung dilarikan ke unit gawat darurat di RSPI pada tengah
malam itu.
Alfian mengungkapkan, berdasarkan catatan medis tim dokter
di RSPI, Siska juga mengalami kesemutan pada bagian leher hingga lengan dan
bagian belakang lehernya membengkak. Diduga ada pembuluh darah yang pecah.
Untuk memastikan hal itu, harus segera dilakukan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) -- gambaran pencitraan bagian badan yang diambil dengan
menggunakan daya magnet yang kuat mengelilingi anggota badan. Sayangnya, Siska
sempat kehilangan kesadaran dan denyut jantungnya melemah sehingga MRI tak bisa
segera dilakukan bilamana kondisi tidak stabil.
Dalam kondisi seperti itu, sekitar pukul 06.00, dokter
menyatakan bahwa Siska telah tiada. Keluarga pun harus merelakan kepergian
Siska yang telah pergi dalam waktu relatif singkat.
Alfian tak pernah menyangka bahwa Siska meninggal dunia
karena awalnya hanya masalah keluhan di tulang belakang. Keluarga pun
melaporkan kasus dugaan malapraktik oleh dokter asing ke Polda Metro Jaya pada
12 Agustus 2015.
Saat itu, Randall sudah dua kali dipanggil untuk dimintai
keterangannya oleh pihak kepolisian. Namun, dia tak pernah memenuhi panggilan
dan diketahui sudah kembali ke negara asalnya, Amerika Serikat. Randall diduga
tak memiliki izin praktik di Indonesia.
Alfian berharap pihak berwenang bisa memberikan pengawasan
dan peraturan yang lebih ketat mengenai kompetensi dokter ataupun terapis yang
berpraktik. Alfian mengingatkan pula warga masyarakat untuk lebih berhati-hati
dalam memilih pengobatan.
Dia berharap tak ada “Siska-Siska” lainnya yang menjadi
korban. Ini sebuah pelajaran agar kita tidak sembarang melakukan pengobatan. Pilih
klinik atau rumah sakit yang memang telah memiliki reputasi bagus dan angka kematian
fatal pasien relatif kecil. (BN)
Boks:
Terapi Chiropractic, Koreksi Tulang Tanpa Rasa Sakit
Istilah Chiropractic barangkali masih awam bagi telinga kita.
Padahal, terapi ini telah dikenal hingga mendunia. Chiropractic ditemukan pada
tahun 1895, oleh Daniel David Plamer, seorang imigran asal Kanada yang tinggal
di Amerika Serikat.
Kemudian chiropractic berkembang pesat di beberapa negara
seperti Amerika, Australia, Selandia Baru, dan Kanada. Perkembangan Chiropractic
di Indonesia terkesan lambat karena selama ini hanya dapat diklasifikasikan
sebagai terapi pendamping.
Chiropractic adalah metode terapi yang memfokuskan pada
pengkoreksian tulang belakang, otot, dan persendian saraf. Koreksi yang
dimaksud adalah membantu pergerakan sendi tulang belakang menjadi optimal,
sehingga menghilangkan iritasi pada susunan saraf pusat yang terletak di tulang
belakang. Chiropractic percaya susunan pada saraf pusat mempengaruhi semua
elemen kehidupan kita, mulai fungsi dari sel, jaringan, sampai organ. Selain
itu, semua kegiatan tubuh diatur oleh saraf, mulai dari bergerak, merasakan, hingga
mekanisme semua sistem dalam tubuh kita.
Dokter Inez, praktisi chiropractic dari Citralife
Chiropractic, mengatakan, “Terapi utama dalam chiropractic adalah koreksi
terhadap subluksasi, yaitu gangguan pada letak ataupun fungsi tulang belakang.”
Ia menambahkan, setelah melakukan pemeriksaan (terutama motion
palpation), yang dikoreksi itu adalah sendi yang tidak bergerak optimal,
sedangkan untuk sendi yang sudah bergerak tidak dikoreksi, karena dapat
menimbulkan hypermobility. Namun, ranah chiropractic juga memiliki
cakupannya sendiri, bila pasien mengalami dislokasi (geser), maka harus segera
dirujuk ke dokter Ortopedi. Hal tersebut juga berlaku bagi kondisi fraktur
serta malignansi (keganasan).
“Bila pasien dengan disc bulging mengeluh
nyeri atau kesemutan, maka masih bisa diobati dengan chiropractic. Yang harus
diperhatikan bila ada tanda-tanda seperti rasa lemah pada tungkai bawah, tidak
dapat mengontrol buang air kecil dan besar serta ada rasa mati di daerah
kemaluan (saddle anesthesia), harus segera dirujuk karena itu sudah
tidak dapat ditangani chiropractor,” terang Dokter Inez sebagaimana dilansir http://citralife.com. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar