Juli 01, 2015

61 Kepala Desa Tolak Eksekusi Lahan Register 40

Sebanyak 61 kepala desa dari tiga luhat terdiri Simangambat, Ujung Batu dan Huristak, meminta Departemen Kehutanan mencari solusi terbaik terkait rencana pemerintah melakukan eksekusi pada lahan seluas 47 ribu hektare di Register 40 di Padang Lawas (Palas) dan Padang Lawas Utara (Paluta).
"Eksekusi bukan solusi terbaik. Kami menolak eksekusi karena lahan 47 ribu hektare itu tanah adat dan ulayat masyarakat tiga luhat," kata Kepala Desa Simangambat Jae Muhammad Najib Hasibuan, Kepala Desa Sionggoton Lappo Hatoguhan Hasibuan dan Kepala Desa Sigagan Hormat Nasution, mewakili 61 kepala desa dari tiga luhat meliputi Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) dan Palas kepada wartawan di Medan, Minggu (28/6).

Alasan kepala desa meminta pemerintah pusat mencari solusi terbaik, karena realitas di lapangan mayoritas masyarakat adat di tiga luhat menolak dilakukan eksekusi, selain disebabkan lahan itu merupakan tanah adat ulayat mereka juga hidup dan kehidupan mereka dari lahan tersebut sudah sejahtera. "Sebagai ujung tombak pemerintah di tingkat paling bawah, kami melihat masyarakat hidup sejahtera setelah bermitra dengan KPKS-BH terkait kehidupan sosial, pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana," kata Muhammad Najib.

Selain itu, imbuh Najib, masyarakat di 61 desa telah mendiami, menguasai dan mengusahai turun-temurun tanah ulayat yang saat ini diklaim Kementerian Kehutanan bagian dari kawasan Register 40 Palas yang akan dieksekusi terkait putusan MA dalam perkara pidana No 2642 tanggal 12 Februari 2007.

Diungkapkan pula oleh Hormat Nasution, sesuai data sejak September 2002 hingga Mei 2015 masyarakat adat telah mendapat hasil kemitraan pola PIR dari KPKS-BH sebesar Rp 357,6 miliar. "Saat ini, tiga anak saya sedang kuliah di universitas di Medan," ujarnya.

Hal senada juga dikatakan Muhammad Najib. "Anak saya dan adik saya sudah menjadi sarjana, diwisuda dua bulan lalu. Ini semua berkat kami kerja sama dengan KPKS-BH," jelasnya.

Muhammad Najib lebih lanjut mengungkapkan, dulunya daerah itu dua kekhuriaan (kerajaan) bersaudara yakni Kekhuriaan Ujung Batu dan Kekhuriaan Simangambat sejak 1689. Bukti tahun tersebut terdapat dalam stempel Kerajaan Ujung Batu berbahan perak yang sampai kini disimpan di Luhat Ujung Batu.

"Tanah ulayat tersebut telah didaftarkan di PPAT Kecamatan Barumun Tengah pada tahun 1983, kemudian terdaftar di Panitera Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan pada tahun 1983 dan terdaftar sebagai tanah adat/ulayat di Badan Pertanahan Nasional Kebupaten Tapanuli Selatan pada 27 Agustus 1992. Itulah bukti bahwa tanah itu tanah ulayat," tandas Najib.

Sama Dengan Perampasan

Sementara itu anggota DPRD Sumut Sutrisno Pengaribuan menyesali pernyataan Kapoldasu Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo akan mengeksekusi paksa register 40. Dia menilai pernyataan itu provokatif dan membenturkan masyarakat dengan negara.

"Kapolda seharusnya jangan mengeluarkan stateman yang membenturkan masyarakat dengan negara. Kalau eksekusi dilakukan terhadap masyarakat yang sudah memiliki sertifikat hak milik, sama halnya negara merampas rakyat," kata Sutrisno Pangaribuan, Minggu (28/6).

Politisi PDIP Sumut itu mengatakan, Komisi A DPRD Sumut sudah menemui pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mempertanyakan mengenai eksekusi register 40 dan pihak kementerian belum memastikan kapan dilaksanakan eksekusi. Kejaksaan Agung juga belum memastikan waktu dan formula eksekusi 47 ribu hektare lahan dalam kawasan Register 40 di Palas dan Paluta.

Sebelumnya diberitakan, Poldasu sebagai pihak pengamanan menyatakan tak akan mengalah dengan kepentingan perseorangan dan memastikan eksekusi lahan Register 40. Menurut Eko Hadi, jika masyarakat tidak mengindahkan eksekusi itu sama saja dengan membela kepentingan atau orang yang salah sehingga negara harus hadir dalam keputusan tersebut. (http://www.medanbisnisdaily.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar