Meski para petinggi Kejaksaan Agung sempat beberapa kali menegaskan akan mengupayakan eksekusi denda sejumlah 315,002,183 US$ dan Rp 139.229.179 atau setara Rp 3 trilyun lebih dari Yayasan Supersemar, namun hingga saat ini belum jelas realisasinya.
Bahkan, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Noor Rachmad di Jakarta akhir pekan ini, mengaku belum mengetahui putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2896K.Pdt/2009, tanggal 28 Oktober 2010 itu.
Meski demikia, Noor Rachmad berjanji akan mencari putusan kasasi yang mewajibkan Yayasan Supersemar membayar denda sejumlah Rp 3 trilyun lebih tersebut. "Saya tidak tahu kasus itu. Nanti (dicari), saya belum tahu putusannya."
Eksekusi denda sejumlah Rp 3 trilyun lebih itu bermasalah karena dalam amar putusan kasasi, MA mecantumkan jumlah Rp 3,7 juta, sehingga Kejaksaan Agung selaku eksekor tidak bisa mengeksekusinya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), R Widyo Pramono, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 27 Februari 2015, menegaskan, akan menindaklanjutinya. "Saya catat ya!" tandasnya.
Tahun 2013 lalu, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), ST Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan perkara Yayasan Supersemar itu, karena MA belum memperbaiki redaksi jumlah nominal, sehinga eksekusi denda sejumlah Rp 3 trilyun lebih itu belum bisa dialaksanakan.
"Kita akan mengajukan Peninjauan Kembali, pokoknya. Karena memang mekanismenya seperti itu, memang harus melalui PK. Kesalahannya, MA itu seharusnya menulis Rp 3,7 trilyun. Tapi di salinan putusan itu ditulisnya hanya Rp 3,7 juta," ungkapnya.
Selain itu, Burhanuddin juga mengaku, bahwa pihak Kejaksaan Agung telah menginventarisir aset-aset Yayasan Supersemar yang nantinya harus disita, jika memang yayasan milik mantan Presiden RI kedua tersebut tetap tidak membayar denda yang telah ditetapkan.
"Kita sudah menginventarisir asetnya kok, tapi sepertinya asetnya tidak mencapai Rp 138 milyar. Tapi kita lihat saja nanti," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, perkara Nomor 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, sudah diputus sejak 2010 lalu. Namun, baru terungkap setelah Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (MAKI) mendatangi Kejagung dan menemui Wakil Jaksa Agung Darmono.
Dalam putusan tersebut, dinyatakan, Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Atas dasar itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp 3 trilyun lebih.
Sedangkan enam yayasan lain yang diketuai oleh mantan presiden Soeharto, tengah dalam proses penelitian untuk digugat, yakni Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. (www.gatra.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar