Januari 19, 2015

Vonis Hukuman Mati Dalam Hukum Islam

Mahkamah Agung pada Selasa 11 November 2014 lalu memperberat hukuman Wawan alias Awing bin Ahri Syafei (39) dan Ade Ismayadi (25), yang telah membunuh Francisca Yofie (34) secara sadis pada 5 Agustus 2013. Vonis yang dijatuhkan sebelumnya adalah hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati.
Secara konstitusional bedasarkan putusan Mahkamah Konstitusi hukuman mati dibenarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun dalam penerapannya  sering menuai kritik.
Dalam Pasal 28 I UUD 1945 menyatakan bahwa hak untuk hidup merupakan hak asasi yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun. Namun, Pasal 28 J UUD 1945 secara jelas dikatakan bahwa setiap orang wajib  menghormati hak asasi orang lain.
Menurut Dekan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin IAI Nurul Jadid Syamsuri Hasan mengatakan, jika dalam hukum Islam vonis mati tidak hanya berlaku untuk delik qishas (pembunuhan). “Dalam qishas, hukuman mati baru bisa diterapkan bila pembunuhan yang disengaja dan pihak keluarga tidak memaafkannya,” katanya.
Syamhas, panggilan akrab lelaki yang saat ini berada di Mesir melakukan penelitian dan konsultasi dengan pakar hukum Islam tentang  Hak Asasi Manusia dalam vonis mati perspektif maqasid syariah, Program Academic Recharging For Islamic Higher Education dari Diktis Kemenag RI mengatakan, terkait isu HAM memang terus muncul setiap kali vonis hukuman mati dijatuhkan.
Dalam hukum Islam terdapat kaidah yang menyatakan bahwa hak-hak manusia dibatasi oleh hak-hak orang lain. Artinya, hak seseorang dilindungi selama yang bersangkutan tidak melanggar hak-hak orang lain. “Ini konsep penegakan HAM dalam Islam,” lanjutnya.
“Orang yang mengatakan bahwa hukuman mati itu melanggar HAM hanya melihat dari sisi beratnya hukuman saja. Padahal, hukuman itu adalah reaksi dari sebuah aksi. Ada hukuman mati karena yang bersangkutan telah mengakibatkan orang lain mati. Apakah membunuh orang lain itu tidak melanggar HAM? Kalau tidak, berarti hukuman mati pasti juga tidak melanggar HAM kan?”
Syamhas menggarisbawahi, Al-Quran tegas mengatakan kalau keluarga korban telah mengampuni pembunuh, maka tidak perlu dihukum mati. Karena hakikatnya pembunuhan itu merupakan pelanggaran terhadap hak adami atau hak individu. “Memang ada hak Allah di situ, tapi hak adami lebih kuat daripada hak Allah dalam kasus pembunuhan tersebut, ini menurut para pakar fikih jinayah,” lanjutnya.
Bahkan menurut Syamhas, hukuman mati juga berlaku bagi aktor intelektual yang menjadi otak dalam kasus pembunuhan dan itu terbukti di pengadilan. Kasus itu termasuk al isytirak ghair mubasyir. “Terlibat dalam kasus pembunuhan sebagai aktor intelektual yang merencanakan, tapi tidak menjadi eksekutornya. Bahkan ada ulama yang menyatakan hanya otak pembunuhan itu saja yang dikenai hukuman mati, sedangkan yang disuruh cukup dihukum ta’zir saja,” tandasnya
Dalam kasus pembunuhan sadis yang dilakukan Wawan dan Ade sesungguhnya sudah diampuni oleh keluarga Yofie. Bagi mereka, yang terpenting jujur dan terbuka terhadap kasus pembunuhan sadis tersebut. Keluarga korban menduga kuat kematian Yofie telah direncankan. Dan keluarga Yofie menyakini, Wawan dan Ade hanyalah eksekutor, ada aktor intelektual di belakang mereka.
“Keterangan Wawan, Apple iPhone 4 milik Yofie dibuang di Waduk Saguling. Logikanya, kalau mereka memang mau menjambret, mengapa barang mahal seperti iPhone tidak dijual, malah dibuang. Dimungkinkan ada banyak data yang bisa berbicara, tetapi lalu dihilangkan,” kata Elfie (45) kakak Yofie seperti yang dilansir di Kompas, 13 November 2014.
Kronologi pembunuhan Yofie terjadi senin 5 Agustus 2013 di tempat kos korban di Jalan Setra Indah Utara Cipedas Sukajadi Kota Bandung. Wawan dan Ade membunuh Yofie saat mencuri barang di dalam mobilnya. Dari rekaman (CCTV) dan pengakuan sejumlah saksi, Yofie diseret pelaku dengan dijambak rambutnya hingga mayatnya ditemukan 1 Km dari tempat kos korban. Pelaku juga membacok Yofie.
Dari pemerikasaan yang dilakukan di tempat kos Yofie oleh Kepolisian Resor Kota Besar Kota Bandung menemukan surat pribadi dan foto Komisaris Albertus Eko Budiarto, yang saat itu berdinas di Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat. Eko dikaitkan dengan kasus ini.
Eko diganjar tiga sanksi. Penundaan kenaikan pangkat selama enam bulan, penundaan mengkuti pendidikan selama enam bulan, dan penundaan kenaikan gaji berkala. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Martinus Sitompul menyatakan Eko terbukti menjalani hubungan khusus dengan Yofie, namun hingga pemerikasaan yang dilakukan oleh Polda Jawa Barat tidak ada bukti yang melibatkan Eko terhadap pembunuhan Yofie.

Penulis: Rizam Syafiq dimuat di http://alfikronline.com/headline/vonis-hukuman-mati-dalam-hukum-islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar