Warga Selandia Baru, De Malmanche Antony
Glen, tertangkap menyeludupkan narkotika di Bandara Ngurah Rai Denpasar,
Bali, Jumat (5/12). (Antara/Wira Suryantala)
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar mengatakan mekanisme hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan berkali-kali, menghambat eksekusi mati gembong narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Padahal eksekusi merupakan sebuah terminal dari sistem peradilan pidana (criminal justice system).
"Silakan (dieksekusi), itu memang bagian dari Undang-Undang Narkotika. Bandar harus dihukum keras," kata Anang di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (24/12).
Oleh karena PK yang berulang kali jadi penghambat eksekusi, BNN mendorong agar dicari solusi supaya eksekusi bisa segera dilakukan pada bandar narkoba. "Proses penindakan bukan hanya dengan dihukum. Kalau dihukum saja, tidak dieksekusi, bagaimana?" kata Anang.
Terkait masalah itu, BNN telah berdiskusi dengan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas bersama Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, dan Kapolri Jenderal Sutarman.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan akan melakukan eskekusi mati enam terpidana mati gembong narkoba. Jumlah mereka yang dieksekusi bisa bertambah atau berkurang sesuai aspek yuridisnya.
Kejaksaan Agung sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi di masing-masing wilayah hukum para terpidana untuk mempersiapkan teknis eksekusi. Mabes Polri bahkan sudah diminta mempersiapkan regu tembak untuk melakukan eksekusi.
(http://www.cnnindonesia.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar