Tulisan ini kurilis karena
kebencianku yang mendalam terhadap The Kei Brothers, John Kei dan Tito
Kei. Seringkali aku berdoa dalam hati semoga suatu saat nanti mereka
ditembak mati sehingga bisa merasakan kepedihan deperti yang dialami
oleh korban-korban kebrutalan mereka.
Dan kini doaku terjawab sudah. Si
Tito Kei itu akhirnya dihabisi dengan sebutir timas panas yang menerjang
bawah mata kanannya menembus belakang tengkorak batolk kepalanya.
Si Tito Kei ini adalah pentolannya The
Kei Brothers. Dia berperan memegang komando dan eksekutor dilapangan.
Kalau anda membandingkannya dengan sang kakak, si John Kei itu tak ada
apa-apanya. Tito ini lebih sadis. Dia tak segan-segan memotong jari
lawannya, membunuh manusia seperti halnya orang-orang menjagal Sapi di
hari raya Kurban.
Tengok saja kasus pembunuhan sadis
Direktor PT. Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono, perampasan kunci
gembok toko ITC Cempaka Mas, Jakarta Pusat, penganiayaan terhadap warga
Bekasi dengan senjata tajam, pemasangan plang besi ditanah milik orang
lain di Buaran, Jakarta Timur, dan masih banyak lagi kasus-kasus
kekerasan lainnya yang dilakukan the Kei Brothers itu dengan darah
dingin.
Para bajingan itu bahkan pernah
menganiaya Wartawan yang sedang meliput berita, memasuki rumah orang
dengan kekerasan sehingga korban meninggal dunia karena shock, membacok
orang sampai tewas di Bekasi dengan luka bacokan di leher, perut, dada,
dan tangan.
Sepak terjang dan kiprah The Kei
Brothers di dunia hitam mereka lakukan karena mereka punya kekuatan. The
Kei Brothers punya anak buah yang setia serta backingan Aparat
bermental keparat. Mereka bahkan pernah buat onar di depan kantor DPD
PDI Perjuangan di Tebet, Jakarta Selatan terkait penagihan hutang
terhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu. Manusia macam
begini memang pantas dihabisi.
The Kei Brothers juga pernah terlibat
dalam kasus perampasan Alfa Mart di Bekasi, menusuk supir truk sampai
tewas di Pertigaan Alexindo, Bekasi. Mereka seringkali bikin onar di
Diskotik-Diskotik di Jakarta, dan masih banyak lagi track record sepak
terjang dunia hitam The Kei Brothers itu di ibukota negara ini.
Semua itu mereka lakukan demi uang.
Penghasilan terbesar the Kei Brothers ini berasal dari bisnis kekerasan.
Omzet mereka miliaran rupiah per bulan. Penghasilan dari bisnis
kekerasan inilah yang menghidupi ratusan anak buah the Kei Brothers itu
di ibukota negara ini.
Dulu aku banyak berkawan dengan kalangan
Preman, bukan hanya dari kalangan orang Ambon, namun juga dari kalangan
orang Flores di Kelapa Gading, Glodok, dan Pesing, Jakarta Barat.
Mereka ini kalau berkawan solidaritasnya tinggi, tapi kalau masalah
uang, biar kawan bisa jadi lawan. Antar sesama sodara pun bisa saling
baku tikam.
Masih lekat dalam ingatan, The Kei
Brothers ini pernah mengamuk di Diskotik Hailai, Jakarta Utara, tanpa
sebab musabab yang jelas. Mereka juga bikin ribut di Night Club
Blowfish, Jakarta Pusat, dan bentrok dengan geng Thalib Makarim,
pentolan preman asal Ende Flores.
Dalam pertempuran mereka di Jalan
Ampera, depan Pengadilan Tinggi negeri Jakarta Selatan, anak buah Thalib
Makarim menembak dada Tito Kei sehingga hampir menembus jantungnya.
Untung saja saat itu TUHAN masih sayang
par ale (istilah orang Ambon : TUHAN masih beri kesempatan hidup). Namun
dengan jurus ngelesnya si Tito ini bilang dia punya jimat sehingga tak
bisa mati kena peluru. Jurus ngeles ini dikemukakan Tito supaya
musuh-musuhnya keder.
Sekarang makan itu omongan, dia tewas
bersimbah darah dengan sebutir peluru yang menerjang mata kanannya dan
menembus tengkorak belakang batok kepalanya.
Dengan tewasnya manusia sampah masyarakat itu, jelas sudah bahwa di atas langit masih ada langit.
Jangan merasa hebat dulu. Jangan karena merasa punya banyak anak buah
yang setia dan loyal, didukung Aparat yang bermental keparat, lalu para
bajingan itu merasa seng ada lawan (istilah orang Ambon).
Dengan dieksekusinya manusia macam si
Tito Kei ini, terjawab sudah kerinduan masyarakat yang selama ini
merindukan sosok Petrus. To the point saja kita bicara blak-blakan
disini, eksekusi Tito Kei ini bukan bagian dari pertikaian antar
kelompok Preman.
Pola penembakan dari jarak dekat
tentunya ada perencanaan yang matang, cermat, runut, dan akurat. Ini
jelas-jelas eksekusi Petrus. Siapa juga yang berani mengeksekusi Tito
Kei yang terkenal sadis itu, apalagi ini di markasnya, hanya berjarak
beberapa meter dari rumahnya.
Melihat wajahnya Tito yang bengis saja
orang sudah keder, apalagi nekat menghabisinya di markasnya sendiri. Itu
namanya cari mampus. Yang jelas eksekusi ini dilakukan oleh orang
terlatih bermental baja yang melakukannya dengan tenang, santai, dan
penuh percaya diri. Tembakan yang dilepaskannya pun tepat sasaran dan
mematikan, padahal tembakan tersebut dilepaskannya sambil berjalan.
Setelah mengeksekusi Tito, pelaku lalu
balik badan dan berjalan seperti biasa seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Coba anda bayangkan, preman kelas capung tak akan mungkin berani
melakukannya. Masyarakat sipil biasa belum tentu bisa melakukannya.
Bahkan seorang Herkules pun belum tentu mampu melakukan eksekusi dengan
tingkat kesulitan yang beresiko tinggi itu.
Penembak Tito Kei ini melakukannya
dengan tenang dan penuh percaya diri karena bisa saja dia sudah
mengantongi Surat Perintah dari sang atasan untuk melakukannya. Bilamana
situasi tak kondusif dilapangan, serangan balik dari The Kei Brothers
dan teman-temannya, sudah pasti akan ada pasukan siluman yang siap
memback up nya secara siluman dilapangan. Plan A dan Plan B sudah barang
tentu dipersiapkan dengan rapih dan matang.
Tak sembarang orang mampu melakukan
eksekusi berbahaya ini. Pelaku memiliki nyali yang tinggi, ketenangan
jiwa yang luar biasa, dan kecermatan yang mumpuni. One man one bullet,
satu peluru satu nyawa.
Bahkan pemilik warung pun sengaja
dihabisi untuk mengalihkan perhatian teman-temannya Tito Kei yang berada
di TKP. Preman yang paling berani sekalipun tak akan mampu melakukan
eksekusi itu. Kalaupun ada, itu namanya mau setor nyawa alias sudah
bosan hidup.
Pelaku sangat lihai menentukan titik
kelemahan Tito Kei, melakukan survei secara matang, mempelajari dengan
seksama kebiasaan-kebiasaan dan schedule harian Tito, dan tingkat
kesulitan lokasi pun sudah diperhitungkan dengan cermat.
Dia bisa menghitung waktu kapan dia
muncul, dari mana dia muncul, jam berapa dan dilokasi mana harus
melakukan eksekusi, dan bagaimana menghilangkan jejak.
Penembakan Tito Kei ini mengingatkan aku
kepada sosok The Godfather yang Fenomenal itu, Don Vito Corleone,
preman asal Sisilia yang paling ditakuti di United States of America.
Strategi Don Vito Corleone untuk melumpuhkan lawan yang keras kepala
yaitu dengan menghabisi orang yang paling diandalkan sang lawan.
Salah satu musuh Don Vito Corleone yang
kepala batu akhirnya bertekuk lutut dihadapan Don Vito Corleone karena
kepala anaknya sang musuh dipenggal lalu ditaruh disamping bantalnya
ketika musuhnya itu lagi tidur nyenyak di malam hari.
Sama seperti perlakuan Don Vito Corleone
kepada musuh-musuhnya, begitu pulak yang dilakukan sang eksekutor Tito
Kei itu. Sang Eksekutor itu paham betul bahwa Tito Kei ini adalah
andalannya John Kei, orang yang paling diandalkan dalam karirnya didunia
persilatan perpremanan di Ibukota Metropolitan Jakarta.
Ibaratnya membunuh ular, kepalanya harus
diremukkan dulu. Contohnya Hiroshima dan Nagasaki itu. Jika tak dihajar
bom Atom oleh Amerika, bisa saja sampai saat ini Jepang masih menjajah
dunia. Inilah kunci menaklukan lawan. Begitu pula menaklukan si John Kei
itu. Satu-satunya cara untuk membuatnya tak berkutik, yaitu dengan
menghabisi Tito Kei yang menjadi andalannya.
Dengan dihabisinya Tito Kei, secara
mental dan psikologis, John Kei sudah lumpuh bertekuk lutut dan tak akan
mampu bangkit lagi. Apalagi kakak kandung John Kei, Walterus Refra Kei,
juga sudah terkapar tewas ketika terjadi bentrokan antar The Kei
Brothers dan Geng Basri Sangaji. Siapa lagi yang diharapkan John Kei
untuk membantunya di dunia persilatan perpremanan di Jakarta?
Siapapun pelakunya, marilah kita
berterima kasih kepada kekuatan itu yang telah melaksanakan amanah
rakyat. Kerinduan rakyat akan ketenangan hidup dari
cengkraman-cengkraman preman yang malas bekerja dan sok kebal hukum
akhirnya terjawab sudah. Terima kasih bung, terima kasih atas hadiah
timah panas itu.
Salam operasi senyap.
(mawalu/http://sosok.kompasiana.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar